AboeyyAvatar border
TS
Aboeyy
Fenomena ‘Awan Topi’, Antara Keindahan, Mitos dan Bahayanya



Fenomena alam ‘awan topi’ terjadi dan terlihat di atas Gunung Rinjani Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada Rabu 17 Juli 2019.


Sebuah fenomena alam yang sangat indah, sehingga banyak warga net yang mengabadikan peristiwa itu, dan mengunggahnya di media sosial. Sebuah awan putih, menggumpal bundar (melingkar) berbentuk topi yang tidak jauh dari puncak gunung, sehingga tampak seperti sebuah topi.



Sebenarnya ‘awan topi’ bukanlah kejadian aneh, tapi sebuah fenomena alam yang biasa terjadi di atas puncak gunung berapi. Awan topi atau ‘cap cloud’ ini juga pernah terlihat di beberapa gunung berapi lainnya, seperti Gunung Semeru di tahun 2018. Hanya saja intensitas terjadinya boleh dikatakan cukup langka.

Karena itu, penampakan awan topi ini sering menimbulkan berbagai mitos dan kepercayaan di masyarakat, sebagai pertanda akan terjadinya suatu bencana yang akan ditimbulkan oleh gunung tersebut, seperti gunung meletus, gempa, dan sebagainya.



Ada pula yang mengaitkan pertiswa itu dengan terjadinya gerhana bulan sebagian pada anggal 17 Juli lalu. Namun pihak BMKG tidak ada menjelaskan tentang kaitan antara gerhana dan awan topi tersebut.

Emang sih, tidak ada salahnya berhati-hati jika ada suatu gejala dari sebuah gunung berapi. Tapi kehati-hatian tanpa dasar ilmiah yang logis, apalagi melahirkan sebuah kepercayaan yan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, hanya akan merugikan masyarakat sendiri.

Lantas bagaimana jawaban ilmiah terhadap fenomena awan topi tersebut?

Akun IG @infobmkg menjelaskan bahwa awan topi atau Cap Cloud ini merupakan jenis stratus (tumbuhnya menyamping), yang melayang di atas atau puncak gunung dan terpisah.



Pembentukan awan ini terjadi akibat pendinginan dan kondensasi udara lembab yang dipaksakan naik ke atas karena orografi atau ada gunung dan di atas puncak gunung.

Bentuk lenticular (cekung-cembung) nya dibentuk oleh angin lapisan atas pada arah horizontal.
***
Dengan demikian, awan topi ini terbentuk karena pembekuan awan di puncak gunung akibat suhu udara yang terlalu dingin, akibat turbulensi udara. Yah, semacam pembekuan es di dalam kulkas akibat turbulensi dari kompressor.

Karena itu, gunung yang diselimuti awan topi tersebut sangat dingin. Kondisi cuaca yang ekstra dingin inilah sebenarnya yang menimbulkan bahaya, khususnya bagi pendaki gunung tersebut.

Dengan suhu di bawah nol derajat, tubuh pendaki bisa mengalami hypothermia, yang ditandai dengan penderita berbicara melantur, detak jantung melemah, tekanan darah menurun, dan terjadi kontraksi otot, sebagai usaha tubuh untuk menghasilkan panas.

Dalam kondisi yang lebih parah, penderita bisa mengalami susah bernafas, detak jantung lemah, hingga pingsan.

Dengan demikian, hal yang harus dihindari dan diwaspadai saat terjadinya awan topi adalah mendekati dan mendaki gunung tersebut, sampai dinyatakan aman oleh BMKG.

Jangan sampai karena terlena dengan keindahannya, akhirnya lupa dengan bahayanya, misalnya terlalu mendekat untuk mengambil fotonya dan berlama-lama di sana.(*)

♡♡♡♡
Ref 1Ref 2 Ref 3 Ref 4
Diubah oleh Aboeyy 19-07-2019 07:10
b4permanAvatar border
japarinaAvatar border
ngejlebAvatar border
ngejleb dan 4 lainnya memberi reputasi
5
4.5K
32
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.