M.Umar.NasserieAvatar border
TS
M.Umar.Nasserie
Citra, Cita dan Cinta Sang Fitri
Bagian ke satu

Berdasarkan kisah nyata

Namanya Fitri, ia lahir di Brebes 24 tahun silam. Sebuah kota yang terkenal dengan
telur asinnya yang khas. Wanita ayu ini adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Kakak
pertamanya sudah menikah dengan seorang lelaki yang kini mereka tinggal di Bekasi.
Sedangkan kakak keduanya bersama ia juga ikut tinggal menumpang di rumah kakak pertama
mereka, lalu adik perempuannya tinggal di Jawa dan sudah menamatkan pendidikannya di
salah satu PTS cukup terkenal di kota tersebut.

Nasib malang dialami Fitri bersama kedua kakak dan adiknya, karena ayah mereka
sudah tua dan sakit-sakitan sehingga menjadi beban bagi ibunya yang berprofesi ganda
sebagai ibu rumah tangga, dan pencari nafkah bagi keluarganya sebagai guru SD di Brebes.
Tapi untunglah Pemkot Brebes berbaik hati dengan menyekolahkan ibunya untuk mengejar
sertifikasi mengajar di program studi pendidikan umum untuk gelar S1 secara gratis.
Sehingga kelak jika nanti beliau diangkat menjadi guru PNS, otomatis gaji dan tunjangan
sosialnya juga akan naik.

Walau berasal dari keluarga sederhana, Fitri selalu belajar dengan rajin dan tekun di
sekolahnya, serta tak lupa membantu orang tuanya dalam mengurus pekerjaan rumah seharihari,
baik itu: mengepel, mencuci baju orang tua dan kakak-kakaknya, serta menyetrika dan
membantu ibunya memasak makanan.

Ia selalu juara kelas dan mendapatkan ranking lima besar di sekolahnya. Fitri pernah
bercerita kepada Daniel teman sekelasnya di kampus bahwa dulu ketika ia tidak paham akan
suatu pelajaran, maka pada jam istirahat sekolah ia selalu bertanya kepada guru-guru yang
bersangkutan atas ketidakpahamannya terhadap pelajaran-pelajaran tersebut. Sehingga
banyak para guru yang suka akan kecerdasannya dalam pelajaran. Terutama pelajaranpelajaran
yang berkaitan dengan ilmu alam/IPA. Bahkan ada seorang guru laki-laki muda di
sekolahnya yang sempat jatuh hati kepadanya, hingga pernah menyatakan niatnya kepada
Fitri untuk mempersuntingnya sebagai istri belahan jiwanya yang selama ini ia cari. Tapi Fitri
menolaknya dengan lembut dan sopan karena yang ia inginkan saat itu dan untuk masa
depannya adalah mengejar pendidikan yang tinggi hingga sampai di perguruan tinggi. “Eh!
Banyak loeh Niel teman-temanku yang perempuan dinikahi oleh guru mereka, yah! Ada sih
umur suaminya yang guru mereka itu yang setengah tua atau masih muda.” Ujar Fitri kepada
Daniel teman dekat sekaligus teman sekelasnya di salah satu perguruan tinggi negeri
terkemuka di Jakarta.

Memang selama ini Daniel menjadi teman dekatnya, walaupun mereka berdua adalah
lawan jenis tapi tidak membuat Fitri maupun Daniel canggung untuk bersahabat, ngobrol
maupun curhat masalah pribadinya Fitri kepada Daniel. Memang selama ini Daniel
memendam rasa cintanya kepada Fitri sejak mereka berdua duduk di semester pertama
hingga sekarang ini pada saat menyusun skripsi. Pada mulanya Daniel tidak menaruh rasa
suka maupun cinta kepadanya, biasa-biasa saja seperti teman kuliah pada umumnya. Namun
Daniel kaget ketika mereka berdua masuk kuliah untuk pertama kalinya dan di saat itu baru
mereka berdua yang hadir di kelas, tiba-tiba saja Fitri memanggil Daniel kedalam kelas dan
curhat kepadanya mengenai permasalah yang dialami Fitri mengenai pacarnya kepada
Daniel. Tentu saja Daniel kaget bercampur rasa heran, tetapi sebagai pendengar yang baik, ia
mendengarkan dengan seksama curahan hati Fitri tersebut. Isi curhatnya seperti di kisahkisah
sinetron atau love story. Berkisar mengenai pengkhianatan cinta seorang pemuda
terhadap kekasihnya. Rasa pilu, sakit hati bagaikan diiris-iris oleh belati cinta palsu.

Fitri adalah gadis berdarah Jawa yang solehah, berjilbab, sering berpuasa senin-kamis
dan sholat Tahajjud hingga pada semester pertama ia hanya tidur beberapa jam setiap hari
karena padatnya tugas kuliah dan pekerjaan rumah yang harus ia selesaikan. Pada saat itu
tubuhnya kurus sekali, hingga pipinya kempis seperti kurang gizi dan istirahat. Keadaan ia
yang lemah payah itu tidak membuat pesona dirinya berkurang, bahkan banyak lelaki di
kampus yang menyukainya hingga banyak diantara mereka yang melamar ia untuk dijadikan
pacarnya. Daniel bisa menghitung berapa banyak cowok yang sempat jadian dengannya.
Pertama si Mu’in, kedua si Kiting, bahkan pada hubungan yang ketiga ini, pernah ia jadian
dengan dua cowok sekaligus; yaitu Abas seorang pegawai kontrak bawahan, dan Prayitno
seorang polisi yang umurnya 10 tahun lebih tua dari Fitri.

Abas adalah tipe laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Ia selalu merongrong uang
saku Fitri, bahkan Abas sempat kredit motor dengan menggadaikan uang jaminan saku
bulanan Fitri kepada pengelola dealer motor tersebut. Yang lebih parahnya lagi si Abas
pernah memaksa Fitri untuk membuat surat perjanjian diantara mereka berdua, bermaterai
dengan dua bubuhan tanda-tangan mereka yang isinya bahwa kedua belah pihak tidak akan
berpisah selamanya, alias surat pernyataan resmi bahwa mereka berdua mengikat janji akan
menikah suatu saat kelak nanti dan tidak akan menikah dengan orang lain. “Aku harus
bagaimana Niel untuk membatalkan surat perjanjian tersebut? Aku bingung. Pada saat ia
mengajak aku untuk bertandang ke rumahnya, aku selalu mencari-cari surat perjanjian yang
telah kami buat itu ketika ia sedang berada di dapur atau di WC. Niatku ketika aku
mendapatkan surat itu, aku bakal membakarnya sehingga tidak akan ada lagi bukti yang
bisa membuat ia menuntutku untuk tidak memutuskan hubungan kami selama ini yang
memang ingin segera kuakhiri.” Daniel tertegun sebentar, lalu ia berucap “apa yang kamu
siasati selama ini untuk memusnahkan bukti itu ketika kamu menemukannya sudah tepat.
Tapi kalau kami tidak mendapatkannya ya sudahlah! Lagipula bukti surat pernyataan resmi
itu tidak kuat di meja hukum. Abas bakal diketawain oleh polisi ataupun hakim di pengadilan
jika ia menuntutmu ketika kamu nikah dengan orang selain dirinya.” Sebenarnya Prayitno
sudah mengetahui bahwa ia diduain oleh Fitri, tapi justru Fitri yang cerita dengan jujur
hubungan ia ini dengan Abas, karena sebelum Prayitno jadian dengan Fitri, gadis Jawa ini
sudah jadian dulu dengan Abas. Sebaliknya Abas pun mengetahui kalau Fitri sudah
menduainya.

Fitri bercerita banyak kepada Daniel kenapa ia menerima ajakan Prayitno untuk
menjadikan ia sebagai kekasih/malahan sebagai calon istrinya. Begini ceritanya, ketika Fitri
mudik sebelum lebaran, kebetulan ia satu bus dengan Prayitno yang saat itu juga mudik.
Walau beda tujuan kota tapi arahnya sama. Waktu itu Prayitno mudik ke Jawa dengan
mengenakan pakaian seragam polisi, kebetulan ia duduk bersebelahan dengan Fitri. Kadang
aku merasa aneh kalau di kampus, Fitri ini tipe gadis pendiam, jarang bergaul dengan
mahasiswa/i kelas lain. Tapi ketika pada saat mudik itu ia tak segan-segan berkenalan dengan
Prayitno sambil bertanya apakah ia memang polisi dan hendak mudik kemana gerangan ia.

Prayitno lelaki bertubuh kekar dan pada mulanya agak kaku dengan orang tak dikenal,
tapi luluh hatinya ketika disapa, ditanya dan diajak ngobrol akrab dengan gadis Jawa yang
sehari-hari di lingkungan keluarganya di Brebes, berkomunikasi dengan Bahasa Kromo
Inggil. Prayitno yang pada awalnya hendak mudik ke kampung halamannya malahan
menunda dulu kepulangannya. Ia singgah sementara ke rumah Fitri di Brebes, sambil
berkenalan dan bersilaturahmi dengan ayah dan ibunya Fitri. Ayah dan ibunya lebih setuju
kalau Fitri berhubungan dengan Prayitno ketimbang dengan Abas. Prayitno orangnya sopan
dan punya tata-krama, sedikit-dikit ia bisa berbahasa Kromo. Lagi pula ia sudah mapan
dengan pekerjaannya sebagai abdi Negara. Sehingga ia mampu secara ekonomi untuk
menafkahi Fitri kelak jika mereka berumah-tangga. Sedangkan Abas pria berdarah Betawi ini
kurang punya tata-krama terhadap orang tua Fitri dan kepada kedua kakaknya. Disamping itu
Abas hanyalah seorang pegawai kontrak dengan gaji tak menentu.

Dibalik semua karakter yang bertentangan antara Abas dan Prayitno. Ternyata
Prayitno ini orangnya sangat cemburuan dan tempramental. Bahkan ketika pada suatu malam
Prayitno dan Fitri janjian untuk ketemuan berdua, Fitri telat datang dua jam. Ketika ia sampai
ditempat, Prayitno langsung mengomelinya dengan nada keras dan tajam bagaikan seorang
komandan lapangan mengomeli prajurit bawahannya. “Kalau di polisi kamu ini sudah kena
surat peringatan kedua, masa telat datang sih!” ujar Prayitno dengan emosional. “Maaf
mas! Aku telat datang karena macet dijalan.” Ujar Fitri meminta maaf seraya beralasan
dengan masuk akal.

Tapi Fitri selalu bercerita kepada Daniel bahwa Prayitno itu orangnya tidak pelit
terhadapnya. Selalu ketika mereka bertemu ngapel, Prayitno selalu memberikan ia uang
sebesar Rp. 150.000,- bahkan ketika ia berkunjung ke rumah orang tuanya di Brebes,
Prayitno memberikan uang dua kali lipat kepadanya. Awalnya Fitri menolaknya karena ia
tidak mau membebani Prayitno untuk selalu memberinya uang saku setiap mereka berdua
bertemu. Tapi karena Prayitno selalu memaksanya untuk menerima, akhirnya ia terima demi
menghargai pemberian masnya ini. Bahkan pernah suatu ketika mereka jalan berdua di Mall
Bintaro, Fitri melirik sebuah buku kamus Bahasa Inggris yang ia ingin beli selama ini kalau
ia punya uang cukup. “Sudahlah dek, ambil saja buku itu! Biarlah mas yang bayar, enggak
apa-apa kok.” Ujar Prayitno. “Jangan mas buku ini mahal banget. Harganya aja Rp.
500.000,-“ jawab Fitri. “Endak apa-apa dek! Uang mas cukup kok.” Jawab Prayitno untuk
meyakinkannya. “Jangan mas! Yah sudahlah lagi pula aku belum butuh banget untuk
pelajaran di kampus. “Jawab Fitri dengan nada berbohong, padahal ia butuh banget buku itu.
Pada kenyataannya buku ini sangat dibutuhkan oleh mahasiswa/i jurusan Bahasa dan Sastra
Inggris yang mempunyai kantung dompet yang tebal. Tapi Fitri hanyalah seorang Fitri. Ia
tidak mau membebani mas Prayitno walaupun si masnya ini yang malahan memaksanya
untuk mengambil buku itu.

Fitri bukanlah mahasiswi yang kaya secara materi. Sempat beberapa kali ia melamar
pekerjaan untuk menambah uang sakunya, karena bagaimanapun juga kalau mengharapkan
tambahan dana kuliah dan biaya hidup sehari-hari di Jakarta dari ibunya, tentulah tak tega ia
berbuat demikian.

Sebelum masuk di kampus PTN di Jakarta ini, ia sempat kuliah di PTN di Jawa
selepas masa SMU. Jurusan Komputasional Statistik adalah bidang studi yang ia geluti saat
itu. Sayang! Ia hanya bertahan selama dua semester karena Devi adiknya mau kuliah selepas
masa SMU juga, tapi karena sang ibu tidak mampu membiayai uang kuliah Devi dan Fitri
secara bersamaan, akhirnya Fitri mengalah dan tidak melanjutkan kuliahnya selama beberapa
semester demi mewujudkan cita-cita sang adik untuk bisa kuliah.
Diubah oleh M.Umar.Nasserie 25-06-2019 15:47
0
279
0
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Heart to Heart
Heart to Heart
icon
21.6KThread27.1KAnggota
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.