Aboeyy
TS
Aboeyy
The Wisdom of Love




THE WISDOM OF LOVE
(Tamat)

♡♡♡
DAFTAR ISI

♡♡♡♡
Sebuah Roman Picisan
By Aboeyy

***
“…Bahwa dalam mencintai itu minimal harus adil, idealnya harus bijak.”
***

PASAL 1:
NASEHAT SANG PENGEMIS

***
“Dan sebaliknya...
Jika berpenampilan menarik, agar mendapat simpatik,
maka dia adalah penipu”
***

Waringin, Kabupaten Hulu Sungai Utara, 1957.

Dua orang berpakaian serba putih, memakai kacamata putih, dan berpeci hitam turun dari mobil tua buatan Jepang.

Orang yang duduk di samping stir yang pertama keluar, disusul oleh sopir. Belakang bajunya yang bermerek Rafles basah oleh keringat. Mobil yang sering rewel memaksanya menyumbangkan energi untuk membangkitkan tenaga mobil itu.

Sebuah pulpen tinta berwarna putih mengkilat seperti perak, terselip di saku baju, sementara tangan kirinya mengapit sebuah stopmap yang kumal sudut-sudutnya. Keduanya membawa misi yang sangat penting.
***
Waktu pendaftaran tinggal 1 hari, namun belum ada seorang pun yang mendaftar, padahal pengumuman disebar ke seluruh pelosok desa, sejak 4 bulan sebelumnya. Sebuah waktu yang cukup panjang untuk menutup alasan masyarakat tidak mengetahuinya.

Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten mondar mandir di kantornya. Hanya beberapa detik duduk di kursi, ia bangkit lagi menuju meja pendaftaran, seolah-olah pantatnya tidak betah dengan busa empuk itu. Keringat membasahi mukanya.

“Sudah ada yang mendaftar?” tanyanya resah.

“Belum ada, Pak!” jawab petugas pendaftaran.

Ia balik lagi ke ruang kerjanya. Di puncak keresahan, ia mengambil alih posisi bagian regestrasi. Tidak puas di depan pintu, ia beralih ke tepi jalan.

Papan plakat yang bertuliskan “Tempat Pendaftaran Calon Guru Agama” dipindahkannya dengan posisi melintang setengah ruas jalan. “Mungkin masyarakat tidak tahu tempatnya,” duganya.

Matanya tajam memandang setiap orang yang lewat, dari hilir ke hulu, hulu ke hilir. Jika ada orang yang membawa map, atau yang mirip dengannya, tak segan-segan beliau bertanya ke mana tujuannya.

Panasnya sinar ultra violet tidak menyurutkan semangatnya. Tubuhnya berteman akrab dengan matahari. Kulitnya tidak menghitam, namun hatinya terbakar. Ia mempertaruhkan jabatan dan reputasinya. Jika sampai batas waktu tidak ada pendaftar, ia merasa sangat bersalah kepada Kepala Depag Propinsi.

Kalaupun Kakandepag Tingkat I tidak memberikan sanksi, namun rasa bersalah itu cukuplah sebagai hukuman yang paling berat baginya.

Rasa penyesalan akan terus menghantui dirinya, sekalipun setelah ia pensiun nanti. Walaupun kesalahan itu bukan karena kelalaian, ia tetap menganggap itu sebagai hal yang tak dapat dimaafkan.

Begitulah loyalitasnya terhadap tugas, memposisikan pendidik dan pendidikan lebih berharga dari jabatannya.

Ia melepas baju dinas yang basah oleh keringat yang mengalir bersama semangatnya, bertepatan dengan jarum jam ditangannya yang menunjukkan berakhirnya waktu pendaftaran.

Petugas registrasi telah menutup buku. Ia bersiap-siap pulang, ketika sang Kepala Kantor itu menyapa dengan ekspresi yang teramat serius:

“Beritahu semua karyawan, jangan ada yang pulang. Kita rapat darurat hari ini.”

“Saudara-saudara, saya benar-benar mohon maaf, karena seharusnya sekarang kita sudah pulang. Saya minta waktu kalian sebentar, namun waktu yang beberapa menit ini lebih berharga dari pengabdian kalian selama ini, dan pengorbanan hingga pensiun nanti.”

Kepala Kantor hanyut dalam kata-katanya. Seumur hidup, baru kali ini beliau memimpin rapat seperti itu. Semua karyawan mematung bagai menantikan vonis hakim.

Biasanya dalam setiap rapat, pasti ada yang interupsi. Kini, mereka benar-benar bisu, sampai ia mengucapkan kalimat terakhir mukaddimah-nya:

“Kalian tentu sudah tahu masalah yang akan kita bahas, yaitu sampai detik ini belum ada seorangpun yang mendaftar. Karena itu, kita rapat untuk mencari solusinya.”

Suasana hening. Bapak Kepala memberi mereka waktu sekitar 10 menit untuk menguras otak.

“Pak Ahmad, bagaimana pendapat Bapak?” tanya sang Kepala memecah kesunyian. Yang ditanya diam dengan wajah menunduk, tak berani menatap wajah beliau.

“Pak Halim, bagaimana saran Bapak?” Yang ditanya semakin menekur, seolah masih berpikir.

“Kalau begitu, bagaimana kalau kita sendiri yang harus bertindak, mencari calon guru agama?” usul Pak Tamrin, sang Kepala Depag, ketika tak seorang pun memberikan masukan.

“Setuju Pak!” jawab mereka serentak dan spontan sambil mengangkat wajah.

Akhirnya diambil sebuah keputusan bulat dari rapat yang mendadak itu: Panitia harus proaktif. Walaupun waktunya habis, namun kesempatan masih terbuka.

Kakandepag Provinsi meminta daftar calon guru agama paling lambat satu minggu setelah masa pendaftaran berakhir.
***
Diubah oleh Aboeyy 15-07-2019 07:09
amdar07EriksaRizkiMemineminna
emineminna dan 8 lainnya memberi reputasi
9
5.5K
55
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.