noviepurwantiAvatar border
TS
noviepurwanti
Tumbal Part 1
Cerita bersambung horror bikin merinding

Pixabay.com


Part 1



Siapa yang mengira petis Bu Ningsih yang terkenal kelezatannya itu menyimpan rahasia. Resep kuno leluhur turun temurun membuat industri rumah tangga yang sebelumnya diremehkan ini menjadi penguasa pasar tradisional.

Ada sesuatu yang membuatnya begitu istimewa. Petis, cairan kental berwarna hitam yang terbuat dari udang atau ikan menjadi cocolan wajib gorengan. Makanan khas Sidoarjo yaitu lontong Kupang paling mantap memakai sambal petis, rasanya akan luar biasa lezat. Juga rujak cingur berbalut petis akan siap menggoyang lidah para penikmatnya.

Aku suka sekali dengan petis. Satu jajanan ote-ote kecil bisa menghabiskan satu sendok penuh sambal petis.

"Dien, lihat tuh gigimu sampe hitam. Kebanyakan petis. Hahahaha...," seloroh teman sekampusku kalau aku mulai duduk manis di kantin dan konsentrasi penuh dengan petis.

Awalnya aku hanya penikmat saja. Tak mengerti cara membuat maupun mengolahnya. Yang penting enak, sudah cukup bagiku.

Suatu hari, saat semester lima, kampus mewajibkan kami mahasiswa untuk PPL selama satu bulan di sentra industri Rumah Tangga. Kelompokku memilih usaha pengolahan petis yang terletak di ujung timur Surabaya, dekat Pantai Kenjeran.

Satu kelompok beranggotakan sepuluh orang. Aku ditunjuk menjadi ketua. Sebenarnya  nggak mau, tapi berhubung semuanya menolak terpaksa menerimanya.

Setelah survey di beberapa tempat, akhirnya ada yang mau menerima kami. Bu Ningsih, seorang perempuan gemuk pendek, dengan ramah mempersilakan kami untuk mengamati proses pembuatan hingga pendistribusian petis miliknya.

Aku jejingkrakan. bersama wakilku, kami meninggalkan rumah Bu Ningsih dengan mengukir senyum. Tak lupa kita mampir di lepas pantai Kenjeran, duduk di antara orang pacaran. Melihat air memecah batu.

"Nasip jones, Bro." senggol Cato sambil melirik pasangan yang sedang suap-suapan krupuk upil.

"Lap iler dulu, Mblo. Kelihatan banget kalo pingin," sahutku sambil melempar batu kecil ke laut.

"Eh, eh, mereka mau melakukan hal yang diinginkan, Bro." Cato berbisik, kumis tipisnya menusuk daun telingaku. Mengirimkan sensasi menjijikkan. Muka jerawatan itu segera kusorongkan dengan tangan.

Aku jadi penasaran. Meskipun wajah menghadap pantai, tapi ekor mataku melirik sebelah kiri tepat pasangan belia itu saling mendekatkan wajah.

Bola mataku seakan lepas, agak pedih karena melotot. Demi mendapati pemandangan yang jarang terlihat di dunia nyata. Wajah mereka semakin mendekat, bibir coklat lelakinya sudah terbuka. Sementara yang gadis memejamkan mata. Hatiku ikut berdebar, mati-matian kutahan mata ini supaya tidak berkedip.

Saat bibir mereka akan bersentuhan, tiba-tiba si lelaki melepas topinya dan menutupi pemandangan. Sial! Aku dan Cato melengos. Kami berpandangan , berkedip-kedip sebentar lalu tawa meledak.

"Ngenes, Mblo. Ayo balik aja." ajak Cato sambil berdiri dan menepuk pantatnya membersihkan pasir yang melekat.

"Kamu aja yang bonceng." Aku melempar kunci motor, Cato menangkapnya. Pasangan mesum itu melanjutkan aktifitasnya di balik topi.

Motor sport hijauku menderu sepanjang perjalanan pulang. Matahari hampir menghilang ketika tiba di rumah.

***

"Kenalkan, Aku Dien, ini Cato ...." Aku mulai memperkenalkan diri dan teman-teman di depan Bu Ningsih dan beberapa karyawannya. Lalu kami membagi menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama melihat proses pengolahan petis. Kelompok ke dua observasi pengemasan dan kelompok ke tiga mencari tahu tetang pendistribusiannya.

Aku, Cato dan Zuhra mengikuti laki-laki berbadan legam menuju ke belakang rumah Bu Ningsih. Terpisah dari rumah induk, bangunan beratap asbes itu terlihat muram. Ada satu pintu yang tidak berdaun. Kami masuk ke dalam, diserbu aroma amis sekaligus gurih.

Sebuah tungku pembakaran lengkap dengan wajan super besar berada di sudut ruangan. Api merah menjilat pantat wajan yang menghitam. Menghantarkan panas dan membuat apapun yang direbus di dalamnya hancur sempurna. Setiap beberapa menit, wajan raksasa itu diaduk manual. Seorang pria bertelanjang dada membawa tongat panjang menyerupai dayung untuk mengaduk cairan hitam di dalam wajan sampai mengental. Keringatnya menetes dari pelipis turun ke leher, melewati dada berotot dan berakhir di ujung karet celana gambrong coklat kumal. Meninggalkan jejak hitam seperti peta.

Sementara di sisi lainnya, beberapa karyawan perempuan berkerudung kotak kecil memilah potongan ikan dan kepala udang untuk di cuci. Mereka memisahkan daging udang yang segar untuk dibuat petis super, sementara kulit dan kepalanya dibuat kualitas biasa.

Aku melangkah menuju tungku. Terpaku pada bunga api yang memercik. Seolah ada sesuatu yang memanggil dan membimbing langkah ini. Kulongokkan kepala melihat cairan hitam meletup-letup di permukaan wajan. Mengepulkan asap beraroma gurih. Rasanya ingin menceburkan diri ke dalamnya. Badanku perlahan condong ke depan, menghirup wangi petis dengan mata terpejam.

"Dien!" Zuhra menepuk pundakku keras sekali. Aku terlonjak. Bingung dengan apa yang terjadi. Wajah gadis berhidung mungil itu pias. Dengan kasar, dia menyeretku keluar gedung. Beberapa pasang mata karyawan menatap heran.

"Apa yang kamu lakukan, Dien!" Zuhra melepaskan genggaman tangannya.

"A-aku hanya melihat-lihat petis diaduk, kok."

"Tidak, Dien. Tadi itu kamu bersiap melompat masuk ke dalam wajan!"

"Hah?! Tidak mungkin!" Aku menyangkal. Tidak masuk akal sama sekali.

Aku mengusap wajah, memikirkan apa yang baru saja terjadi. Zuhra meremas ujung jilbab putihnya.

"Mana Cato?" tanyaku kemudian.

"Dia masih didalam tadi membantu mengupas udang."

"Aaagh!!" Tiba-tiba jeritan terdengar dari dalam, aku segera berlari masuk dan mataku hampir lepas ketika melihat sesuatu yang mengerikan.

"Cato!" teriakku histeris

Bersambung
Diubah oleh noviepurwanti 01-05-2019 13:46
axxis2sixxAvatar border
arip1992Avatar border
namakuveAvatar border
namakuve dan 46 lainnya memberi reputasi
47
20.4K
238
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.