fee.fukushiAvatar border
TS
fee.fukushi
How are you doing up there? #SaatnyaMoveOn

sumber: doc pribadi


A Suburb somewhere in Western Australia,
Summer 201x



Aku sedang membasuh piring, gelas, dan peralatan memasak yang tadi kugunakan untuk menyiapkan makan malam dengan air hangat sebelum memasukkannya ke dishwasher, menuangkan sedikit liquid detergent dan menekan tombol ON. Selesai dengan itu, kuambil lap dan spray pembersih, lalu kuelap kompor dan seluruh permukaan table top. Ini memang kebiasaanku setiap malam, aku tak suka melihat dapur berantakan saat bangun di pagi hari.

Kulirik sebentar jam dinding yang tergantung di ruang tengah yang telah menunjukkan hampir pukul delapan. Kucuci kedua tangan, lalu kuhampiri kedua anakku yang masih asik dengan mainan Playrailnya di ruang tengah.

Abang, jagoan pertama kami yang beberapa bulan lagi menginjak enam tahun memang sedang suka bermain Playrail, mainan kereta api lengkap dengan track dan asesorisnya. Sedangkan adeknya, dengan setia mengikuti apa yang dilakukan oleh abangnya.

Sebenarnya Daddy merekalah yang kegandrungan mainan keluaran Jepang itu, namun dia selalu menggunakan anak-anak sebagai dalih setiap saat ingin membeli koleksi baru. Untungnya mainan tersebut cukup tahan banting, sehingga tetap awet dan berfungsi sempurna walaupun dimainkan secara barbar oleh dua jagoan kami ini.

“Are you guys doing fine?” sapaku saat melewati mereka.

“Mommy Mommy look! You need to see this!” abang sangat bersemangat.

“Yeah? What is it?”

“Sit Mommy sit please…! adek meraih tanganku dan menuntunku untuk duduk di sofa, sepertinya mereka berdua memang telah menunggu-nungguku sedari tadi.

“Ok. Show me what you’ve got!” sekarang aku telah duduk di sofa, menghadap mereka yang sepertinya akan mempresentasikan sesuatu.

“Adek, siap?” abang memberi kode kepada adeknya.

“Siap!” adek berseru tak kalah semangatnya.

“Minna! Kyou wa densha o shimaaaaaasu! Mite mite!” (-Semuanya! Hari ini kita akan bermain keretaaaaaaa! Lihat lihat!) Abang berseru dengan gaya blogger kecil ‘Ryan Toys Review’ namun kali ini dalam Bahasa Jepang.

Sesaat setelah abang selesai mengucapkan kalimat pembuka, adeknya dengan sigap menyalakan satu per satu lokomotif kereta dan menaruhnya di track. Tiga lokomotif beserta gerbongnya kini berkejaran mengikuti rel yang cukup rumit yang telah disusun oleh mereka berdua, atau abang lebih tepatnya karena adeknya tadi lebih sibuk dengan pensil warna dan bukunya.

Aku tersenyum dibuatnya, memang abang ini suka dan cukup luwes menirukan gaya blogger-blogger kecil di Youtube. Namun aku sama sekali tak menyangka dia dapat menirukan ucapan Bahasa Jepang dengan sangat fasih seperti itu.

“What was that language abang? Where did you learn?” tentu saja aku penasaran.

“It’s Japanese mommy. Just like Gachan.”

Ah aku ingat. Akhir-akhir ini memang mereka sering nonton video tentang Playrail ini di Youtube, Gachan adalah Youtuber cilik asal Jepang yang banyak mereview tentang mainan ini. Abang yang otak kanannya lebih dominan ini memang sangat cepat belajar bahasa, tapi aku tak menyangka secepat ini dia belajar hanya dari menonton Youtube.

“Sugoi ne! Atashi wa ureshikatta. Arigatou ne Abang Adek.” (-Hebat! Mama senang sekali. Terima kasih Abang Adek)

Aku tersenyum sambil merentangkan kedua tangan, menawarkan memeluk mereka sebagai bentuk apresiasi atas usahanya untuk memberiku kejutan. Mereka berdua berlari kecil lalu menghambur memelukku, kusambut mereka, kupeluk erat, dan kucium lembut ujung kepalanya satu per satu.

“Mommy? You speak Japanese?” tanya abang antusias, aku tersenyum dan mengangguk.

“Kok Mama speak Japanese?” adek ikut menimpali.

“Mama dulu waktu kecil kan pernah tinggal di Jepang.”

“Really? Did you have friends there?” tanya abang dengan mata berbinar-binar, beberapa kali dia memang mengatakan ingin pergi ke Jepang untuk menemui Gachan.

“I did.” Aku tersenyum sambil memandang mereka bergantian.

“Siapa namanya Ma?”, “Seperti apa Ma temannya?”, “Boys or girls?”, “Seperti Gachan ya?” mereka bersahutan memberondongku dengan berbagai pertanyaan.

“Satu-satu dong, Mama kan jadi bingung mau jawab yang mana.”

Kuacak pelan rambut mereka karena gemas dengan kelakuannya yang sudah larut begini tapi masih penuh energi.

“Tell us pleaseeee.” adek berkata sambil membesarkan bola matanya layaknya Puss in boots.

Melihatnya mengeluarkan jurus maut seperti itu, aku tak kuasa untuk menolak. Aku pun berjanji akan menceritakan kisahku setelah mereka merapihkan mainan dan membersihkan diri.

Dengan semangat mereka bergegas ke kamar mandi untuk buang air kecil, menggosok gigi, lalu mencuci tangan dan kaki. Aku pun melakukan hal yang sama di kamar mandiku yang terletak di kamar depan.

Selesai membersihkan diri, kutunaikan empat rakaat Isya, lalu kuhampiri mereka yang sudah bersiap di atas kasur dengan selimut menutup setengah badan.

“Are you guys ready for a bed time story?”

“Yaaaaa…..!” seru mereka berdua serempak.

Aku menyeruak diantara keduanya, kusandarkan tubuh pada bantal dan kumasukkan kaki ke dalam selimut. Mereka merapatkan diri kepadaku, mencoba mencari posisi senyaman mungkin sebelum aku mulai bercerita.

Saat aku berumur delapan tahun, kami sekeluarga pindah ke Jepang mengikuti Bapak yang menempuh Pendidikan S3-nya. Tiga tahun lebih kami tinggal di sebuah kota yang sangat nyaman dan indah di perfektur Kanagawa, Odawara. Di sanalah aku mengenalnya, Toshiro Kanata. Teman masa kecil, pahlawan, sekaligus cinta pertamaku.

Saat itu, aku yang kesulitan untuk menyesuaikan dengan lingkungan baru yang bahasanya sama sekali tak kumengerti merasa sangat depresi. Toshi lah yang membantuku bangkit dan mengukir kenanganku di Odawara menjadi sangat indah dan berwarna.

Seiring berjalannya waktu, kami semakin dekat. Tak ada satu hari pun yang kulewati tanpa dirinya. Toshi, atas kemauannya sendiri, memposisikan dirinya sebagai pelindungku. Dia akan melakukan apa saja untuk menjagaku dan senyumku. Perhatian dan kasih sayangnya kepadaku benar-benar membuatku merasa sebagai anak yang paling bahagia. Tak ada satu pun yang kutakuti di dunia ini asalkan Toshi bersamaku, itulah yang kupikirkan saat itu.

“Uncle Toshi orang yang baik ya Ma?” abang bertanya.

“Iya, baik banget. Hatinya mungkin terbuat dari emas.”

Sambil tersenyum aku terkenang akan kepedulian Toshi yang begitu besar. Apa pun akan dilakukannya untuk melindungiku, bahkan hingga membahayakan keselamatannya sendiri.

Pernah suatu ketika, Toshi dengan berani menantang sekumpulan anak SMP yang jauh lebih besar darinya karena telah mengangguku, yang akhirnya membuatnya dikeroyok hingga babak belur.

Meskipun begitu, setelah kejadian itu Toshi tak merintih kesakitan dan tetap menunjukkan senyum hangatnya kepadaku. Bahkan dia malah meminta maaf kepadaku yang jelas-jelas baik-baik saja dan tak terluka sama sekali karena dirinyalah yang menjadi tumbal kenakalan anak-anak itu.

“Sebaik Daddy?” kini adek yang bertanya.

“Betul sekali. Daddy dan Uncle Toshi sama-sama baik. Jika hatinya Uncle Toshi terbuat dari emas, hati Daddy mu terbuat dari mutiara.”

“I wanna be like Daddy and Uncle Toshi.”

“Me too. I wanna be like them too.”

“Good boy! Sebagai laki-laki, Abang dan Adek harus kuat! Harus tangguh! Supaya nanti bisa melindungi orang-orang yang disayang. Tapi… kalo Abang dan Adek nanti udah jadi orang yang kuat… Ingat! Ga boleh sombong! Harus rendah hati! Harus berbuat baik sama semua orang! Just like Daddy and Uncle Toshi. Got it?”

“Got it! Adek... Aku mau jadi Optimus Prime!”

“Aku yang Optimus Prime, Abang Bumblebee ajaaaa!”

“Ah Adek ah! Aku sebel sama Adek. Kan aku duluan...”

“Enggak, aku duluan!”

“Lha kok malah berantem? Lagi ga nih ceritanya?”

“Yes Mommy please!”

Kulanjutkan bercerita mengenai masa kanak-kanakku di Odawara bersama Toshi, tentang bagaimana sepulang sekolah kami mencari kerang di pantai, balapan mendaki tangga berbatu di kuil, menyusuri toko kelontong untuk memburu Shonen Jump terbaru setiap kali terbit, dan bermain kembang api di rooftop rumah restoran keluarga Toshi.

Air mataku sedikit menitik saat menceritakan tentang kembang api, karena itu adalah malam perpisahan kami sebelum aku sekeluarga pulang kembali ke Indonesia untuk selamanya.

Sehari sejak saat itu jugalah, aku kehilangan kontak dengannya selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya Allah mempertemukan kami kembali dan mengijinkan kami untuk memadu kasih.

***

“Mulai sekarang, aku tak akan memintamu berhenti menangis. Bersandarlah padaku dengan hidungmu yang berair. Menangislah saat kau ingin menangis. Tertawalah saat kau ingin tertawa.” Toshi berkata sambil bersimpuh dengan satu kakinya, ditangannya terulur sebuah cincin yang sangat indah. Aku terpaku menyimak kata per kata yang diucapkannya.

“Jangan malu saat wajahmu jelek penuh air mata, aku janji tak akan tertawa. Aku tak akan lelah untuk mengembalikan senyum di wajahmu.” tatapan hangatnya tak lepas sama sekali dari mataku. Mendengarnya berkata seperti itu tentu saja aku tertawa, tapi entah mengapa air mataku malah menetes.

“Saat kau menonton Gintama dan tertawa hingga perutmu sakit, aku tak akan protes. Aku tak akan bosan menontonnya berulang-ulang, bersamamu.” Toshi berhenti sebentar, membenarkan posisi kakinya sebelum melanjutkan kalimatnya.

“Aku tak berani mengatakan bahwa dengan bersamaku akan membuatmu bahagia. Tapi aku sangat yakin, di sisa hidupku ini aku akan bahagia bersamamu.” Toshi diam sejenak, masih memandangku lekat membuatku merasa menjadi wanita yang paling beruntung di seluruh tata surya.

“So what do you say? Kiara Jenar Anandya, would you marry me?”

***

“Mommy are you ok?” abang berkata lirih, menyadarkanku dari lamunan.

Ternyata untuk sesaat tadi, pikiranku melayang pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Begitu tersadar, segera kuusap air mata yang tadi sempat meleleh di kedua pipi. Kubenarkan posisi adek yang ternyata sudah terlelap menindih pahaku.

“Mommy are you crying? Did I do something bad? Why are you sad?” tampak raut kekhawatiran di wajah polos jagoanku ini.

“I’m fine honey. I’m fine….” kuusap lembut kepala buah hatiku ini yang memang memiliki rasa empati yang tinggi. “You didn’t do anything wrong. You are a good boy, a very good boy. Mommy and Daddy are so proud and blessed to have you, and Adek of course.”

“Tapi kok Mama nangis? Kenapa nangis? Mama sedih?”

“Enggak sedih kok Bang…. Mama enggak sedih, cuma kangen aja”

“Kangen Daddy atau Uncle Toshi?

“Both of them.” dadaku semakin sesak saat mengatakannya.

“Daddy kan pulang besok pagi. Yang sabar ya Ma…”

“Iya benar sayang. Daddy pulang besok pagi. Makasih sayang...”

“Nanti kalo Daddy udah pulang, aku bilang ke Daddy kita pergi ke rumah Uncle Toshi. Aku mau ke rumah Uncle Toshi.”

“Tapi kan rumah Uncle Toshi jauh, di Jepang. Abang tau Jepang itu ada di mana?”

“Tau tau… Jepang itu rumahnya Gachan. Right Mommy?”

“Yes you’re right. Uhm… tapi biarpun kita ke sana. Kita ga bisa ketemu sama Uncle Toshi nya.”

“Kenapa? Aku kan baik, pasti Uncle Toshi mau ketemu sama aku, juga Adek, juga Daddy, juga Mommy.”

Perlu kuhela napas beberapa kali sebelum menjawab pertanyaan polos dari jagoan kecilku ini. Berusaha kutepis mimpi buruk yang bertahun-tahun lalu selalu menghantuiku, hingga sempat membuatku hilang arah dan malas melanjutkan hidup.

“Karena Uncle Toshi udah di surga. Allah sangat sayang kepadanya, makanya dia dipanggil lebih cepat.” beberapa bulir air mata mulai meleleh membasahi kedua pipiku.

Entah apa yang kurasakan saat ini. Aku yakin sejak beberapa tahun yang lalu, sebelum aku memutuskan untuk membuka diri dan menikah dengan kekasih hatiku kini, aku sudah berdamai dengan takdir, aku sudah benar-benar mengikhlaskannya. Lalu kenapa saat ini aku menangis?

Rindu. Ya... aku hanya rindu kepadanya.

“Is he happy now?” abang bertanya sambil menatapku dalam. Untuk anak seumurannya, kepekaan dan empatinya benar-benar luar biasa.

“I’m 100% sure he’s happy up there.”

“Good to hear.”

“Thanks.” kembali kuusap air mata di kedua pipiku lalu tersenyum kepadanya. “Ok, enough for tonight. Time to bed?”

“Ok!”

Segera aku beranjak dari kasur. Kubantu abang membetulkan posisi tidurnya hingga sejajar dengan adek, dan mengecup lembut keningnya.

“Berdoa dulu jangan lupa Bang.”

“He emh.” jawabnya lalu bibirnya mulai bergerak-gerak membaca lirih doa mau tidur, doa kedua orang tua, dan doa sapu jagad.

“Sleep tight!” kataku sambil mengganti lampu LED putih dengan lampu tidur, keluar kamar, lalu menutup pintunya perlahan.

Di kamarku, kuraih HP yang tergeletak di nakas tempat tidur, berniat menelpon kekasih hatiku yang saat ini sedang berdinas di luar kota. Ternyata sudah ada beberapa panggilan video call tak terjawab darinya, ditambah dengan sebuah pesan yang membuatku tersenyum.

‘I’m dying here waiting for your call.’

Segera kutekan tombol telpon pada ‘My Love’, kontak yang selalu menempati urutan tertinggi di daftar recent call dan missed call. Tak perlu waktu lama, panggilanku langsung diangkat olehnya.

“Assalamu’alaikum Ma.”

“Wa’alaikum salam Pa.”

“Lama amat sih nelponnya. Emang anak-anak baru tidur?”

“Iya, baru aja.”

“Kok tumben.”

“Bed time storynya agak panjang tadi.”

“I see. How was your day honey?”

“Like usual. My day was great, alhamdulillah.”

“Syukurlah. Aku kangen banget nih!”

“Halah! Besok juga udah ketemu. Kaya ABG aja pake kangen-kangenan.”

“Ya aku kan juga ABG, Anak Bapak Gue he he he…”

Seperti biasa, obrolanku dan suamiku ini topiknya selalu tidak jelas dan melenceng ke sana kemari. Walaupun obrolan kami terkadang tidak serius, bahkan aneh dan remeh-temeh, kami berdua sangat menikmatinya.

Jika kutengok kembali ke beberapa tahun ke belakang, tak henti-hentinya aku bersyukur kepada Allah karena telah mengirimkannya. Lelakiku inilah yang membawaku kembali dari keterpurukan. Di saat aku sangat hancur dan tak sanggup melanjutkan langkah, dialah yang dengan sabar mentatih dan terus menghujaniku dengan cinta dan kasih sayang.

emoticon-flower

Toshi kun…

Lihatlah, aku bahagia di sini, sesuai dengan janji kita dulu. Aku yakin saat ini kau sedang tersenyum di sana. Aku pun dengan ijin Allah, telah menemukan kebahagiaanku di sini.

Terima kasih atas semua yang telah kau ajarkan. Aku akan selalu tersenyum, sama seperti yang selalu kau tunjukkan kepadaku.

>>end



Spoiler for Cerita lengkapnya:
Diubah oleh fee.fukushi 31-03-2019 00:10
actandproveAvatar border
Gimi96Avatar border
pavideanAvatar border
pavidean dan 19 lainnya memberi reputasi
20
10K
107
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.5KThread41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.