BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Debat perdana Jokowi dan Prabowo tidak menjawab persoalan

Calon presiden no urut 01, Joko Widodo (tiga kanan), beramah tamah dengan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto (dua kanan), seusai debat perdana Pilpres 2019 di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (17/1/2019).
Debat perdana Pemilihan Presiden 2019 yang digelar di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (17/1/2019), tidak mengesankan para pemerhati. Debat berisi isu hukum, hak asasi manusia (HAM), korupsi, dan terorisme itu dinilai datar dan tak menjawab persoalan.

Ini berbeda dengan sambutan dari para politikus. TGH Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang dari Partai Golkar menyebut pasangan calon (paslon) nomor urut 01, Joko "Jokowi" Widodo dan Ma'ruf Amin, tampil mengejutkan.

Sedangkan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais, menilai paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, tampil santun.

Namun tidak begitu menurut pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Mada Sukmajati. Kedua pasangan calon (paslon) dinilai tidak cukup dalam membahas permasalahan hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.

Bahkan Mada, dalam BBC Indonesia, mengatakan debat berlangsung datar. Misalnya, soal peningkatan kasus korupsi melalui serangkaian operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama 2018. "...tidak dieksplor dengan baik," katanya.

Mada menilai pelanggaran HAM dan persoalan HAM pada masa lalu yang belum selesai juga tidak dibahas lebih jauh dalam debat itu. Padahal menurut Mada, pemerintah Jokowi sebagai petahana tak cukup memiliki pencapaian hebat soal hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.

Ironisnya, kata Mada, Prabowo-Sandiaga sebagai penantang juga tak punya solusi alternatif yang menjanjikan. "Dari sisi penantang ternyata tidak memberikan solusi alternatif kebijakan yang menjanjikan yang bisa jadi jadi harapan masyarakat," kata dia.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Luky Sandra Amalia, menilai jawaban Prabowo lebih sering "menggantung". Bahkan Prabowo-Sandiaga lebih sering menggiring jawaban ke isu ekonomi.

Padahal isu ekonomi baru akan dibahas dalam debat terakhir alias kelima yang waktu dan lokasinya belum ditentukan."Kubu Prabowo dan Sandiaga harus fokus ke isu yang ditanyakan di debat karena masalah ekonomi akan dibahas di debat berikutnya." ujarnya.

Sedangkan lembaga Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengayakan bahwa debat perdana para paslon tidak menjawab permasalahan hukum dan HAM di Indonesia.

Dalam siaran pers yang diterima Beritagar.id, Jumat (18/1), ICJR membuat tiga catatan dari debat tersebut. Namun, sorotan terbesar adalah tak adanya wacana reformasi kebijakan pidana.

Saat membnicangkan tumpang tindih aturan hukum atau regulasi, ICJR menilai justru tak dibawa ke ranah kerangka hukum pidana. Padahal isu regulasi hukum pidana ini menganut prinsip lex certa (jelas dan detail), lex stricta (harus tegas), dan lex scripta (hukum harus tertulis).

"Pokok pikiran yang disampaikan kedua paslon dinilai ICJR tidak fokus pada pembenahan regulasi pidana," ujar pernyataan Anggara, Direktur Esekutif ICJR.

Anggara antara lain menunjukkan bagaimana mekanisme pemenuhan hak korban masih tersebar dalam sejumlah Undang Undang (UU). Padahal Indonesia memiliki UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Dalam urusan penegakan hukum untuk kejahatan terorisme, ICJR pun menilai kedua paslon tidak membahas urusan ketidakadilan dan ketimpangan yang menjadi akar radikalisme. "Kedua belah paslon tidak menawarkan bagaimana sebenarnya ketidakadilan dan ketimpangan yang sangat kental dalam masyarakat ini bisa diatasi sehingga terorisme bisa dicegah secara bertahap," tutur ICJR.

Debat juga tak mengupas lebih jauh tentang pemenuhan hak tersangka selama proses peradilan. Dalam debat, paslon 01 hanya menyampaikan bahwa petugas berwenang hanya menjalankan prosedur ketika ada kejahatan dan tidak berarti melanggar HAM.

Namun, menurut Laporan Penilaian Prinsip Fair Trial di Indonesia 2018, saat ini penilaian terhadap pemenuhan hak tersangka selama proses peradilan, antara lain hak untuk tidak ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang, masih berada pada angka 37,6% (kurang).

ICJR pun menilai pembenahan sistem peradilan pidana yang seharusnya bertumpu pada prinsip transparansi, akuntabilitas,dan pengawasan berjenjang pun tidak cukup dikupas. Padahal urusan ini punya celah kuasa cukup besar dan potensi kesewenang-wenangan memicu peluang korupsi.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...awab-persoalan

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- 3 Warga Gorontalo diduga menderita antraks

- BPJS Kesehatan tak lagi sepenuhnya gratis

- Bencana dan potensi banjir longsor di Jawa

anasabilaAvatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan anasabila memberi reputasi
3
2.4K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.id
icon
13.4KThread730Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.