Tidak ada yang terbiasa baik-baik saja setelah berpisah. Dan tidak pernah ada perpisahan yang baik-baik saja. Jika baik-baik mengapa perlu berpisah? Tanpa ada sapaan selamat pagi, Bulan mencoba untuk tegar menghadapi hari. Membiasakan diri tanpa Rizky. Tanpa ada penyemangat. Kini dirinya sendiri menyemangati. Merangkai kembali hati yang hancur.
Beberapa teman bertanya mengapa hubungan mereka berakhir. Bulan hanya menjawab dengan senyum.
“Ayo lah cerita”
“Put belum sekarang ceritanya ya”
“Aku ga mau kamu nyimpan beban sendiri aja”
Putri adalah teman kampus pertama Bulan sekaligus satu-satunya orang yang sangat dipercaya. Bulan ingin menumpahkan sedih. Pundaknya sudah tidak kuat menahan beban berat. Tapi sekatu hati ia tahan. Bulan tidak ingin mengganggu rasa bahagia Putri yang sudah dilamar oleh kekasihnya.
“Kamu pokoknya langgeng ya sampai mau nikah, terus jadi keluarga bahagia” Bulan memanipulasi hatinya. Putri tersenyum mengamini.
Put, jangan seperti aku. Kau harus tetap tersenyum.
***
Sudut meja kafe kerap menjadi tempat favorit bagi pengunjung menyendiri. Menyendu dibalik pilu. Mencari keramaian dikala kesepian. Memudarkan perih, membasuh luka sendiri.
Pramusaji mengantarkan pesanan Cappucino, Thai Tea, dan Sosis Telur. Ditujukan untuk meja nomor 22. Meja paling ujung di kafe. Dipandangnya meja itu dari bar. Hanya seorang gadis yang duduk. Pramusaji melangkahkan kakinya, tiba di meja 22 lalu menghidangkan pesanan. Gadis itu balas mengucap terimakasih.
“Mas live musiknya mulai jam berapa ya?”
“Sebentar lagi kira kira jam delapan”
Gadis itu Bulan. Hatinya masih luluh lantah. Beberapa kawan menawari diri untuk mendengar segala keluh kesah. Bulan menolak. Terlalu berat bagi lisannya untuk bercerita. Ia memilih tenggelam dalam lautan kesedihan. Membiarkan hatinya sendiri yang mengobati luka.
Dari banyak cara yang Bulan lakukan untuk mengobati lukanya adalah berada di keramaian tanpa ada satupun yang mengenalnya. Ia memilih kafe yang selalu di isi oleh live musik. Mendengarkan lagu yang dinyanyikan secara langsung membantu memulihkan hati.
“Selamat malam para pengunjung kafe Temaran Senja bertemu lagi bersama kami”
“Seperti biasa kami akan membawakan lagu-lagu bernuansa pop–kustik”
“Kami memberikan kesempatan untuk bernyanyi bersama atau rikues lagu”
“Rikues lagu bisa lewat dm ig kami”
Bulan merogoh telpon genggam. Membuka instagram, mencari akun instagram band yang sedang mengisi live musik di kafe. Setelah menekan tombol mengikuti, barulah ia bisa mengirim pesan.
Dua lagu sudah disuguhkan. Bulan menikmatinya dengan tenang. Sesekali ia ikut bersenandung mengikuti lagu yang dilantuntkan. Sejenak beban yang berada dipundaknya membias. Terurai bersama lirik-lirik lagu.
“Dua buah lagu telah kami bawakan semoga dapat menghangatkan malam ini”
“Ada sebuah lagu rikues yang masuk dari DM instagram kami”
“Yang rikuesnya tidak mau disebut namanya, ia ingin dibawakan lagu Nadir-nya Fiersa Besari. Kami akan bawakan langsung. Semoga berkenan di hati ya mba”
Band mulai memainkan lagu yang dipesan. Bulan memandang sang vokalis menyenandungkan lagu. Setiap liriknya Bulan ikut menyanyi. Menikmati lantunan nada-nada. Lagu seolah-olah sedang melakukan terapi pada hatinya. Membiarkan lukanya diobati oleh dirinya sendiri.
Cappucino dan Thai tea melegakan hausnya. Sosis telur sudah diolah oleh perutnya. Bulan beranjak dari meja nomor 22. Membayar pesanannya di kasir.
“Mas, makasih ya” Bulan memasukan uang dua puluh ribu ke dalam kotak musik band. Sang vokalis membalas dengan anggukan senyum.
Hati lega, beban dipundaknya perlahan hilang. Mencoba untuk mengikhlaskan apa yang bukan menjadi miliknya. Seutuhnya memang segala yang ada di alam semesta hanya milik Sang Pencipta.
Ky, semoga benar. Kita bisa bahagia dengan jalan kita masing-masing