karencitaAvatar border
TS
karencita
Who Belongs To Me
Pecahan 1

Dulu duduk di bangku sekolah dasar rasanya riang. Berangkat dan pulang sekolah cukup jalan kaki karena dekat dengan rumah. Uang saku cukup lima ratus perak sehari. Itu sudah bisa dapat jajan es dua ratus perak, snack kecil seratus perak, cilok atau siomay juga bisa dibeli. Di jam istirahat yang dilakukan adalah berlarian, bermain karet, petak umpet, bola bekel, atau permainan sederhana lain yang bisa membuat tertawa bahagia. Bahkan kertas yang diremas atau penggaris yang ditempelkan ke si A lalu di berikan kepada si B bisa membuat heboh dan lucu. Dibilang najis lah, jijik lah, atau lainnya. Apa kabar cinta? Apa itu? Bahkan terasa asing dari kata-katanya.

Suatu ketika secara tiba-tiba ada yang berteriak dengan keras padaku, "Cita... kamu dicari Bang Na'im!!!". Semua yang mendengar tertawa. Mulai hari itu sebuah bahan olok-olok tercipta khusus untukku. Bahkan awalnya aku ingin menyahut teriakan itu untuk bertanya ada keperluan apa. Namun semua orang tertawa jadi aku urungkan. Aku bingung apa yang ditertawakan. Aku tak mengenal siapa itu Bang Na'im, kenapa dia mencariku, dan apa yang yang membuatnya menjadi lucu? Hari-hari berikutnya semakin banyak orang yang memberitahuku bahwa aku dicari Bang Na'im, setelah memberitahu pesan tak penting itu ia tertawa.

Bang Na'im adalah kakak kelasku, teman kakak kandungku. Orang-orang bilang dia menyukaiku. Atas dasar apa mereka mengatakan hal itu? Pertama kalinya aku melihat Bang Na'im adalah ketika ia bermain bola di lapangan sekolah. Itu pun karena diberi tahu temanku. Dia berkulit bersih, rambutnya berantakan, bajunya keluar, kurang tumbuh tinggi, dan wajahnya tidak jelek. Okay aku tidak masalah dengan orang-orang yang mengejekku dengan Bang Na'im, tapi lama-lama mengganggu juga. Pertama kali aku tatap muka dengan Bang Na'im adalah saat istirahat, dia berjalan lima meter di depanku sambil membawa jajan. Seseorang berteriak keras padaku, "Cita... itu ada Bang Na'im tuh....!". Semua yang mendengar tertawa dan Bang Na'im menoleh padaku. Mungkin ia hanya menatapku dua detik lalu berbalik menyusul kakakku di depan.

Orang-orang bercanda semau mereka. Seperti halnya candaan tentang aku dan Bang Na'im, membuat seakan-akan aku dan Bang Na'im ada sesuatu. Padahal tidak ada yang terjadi. Bang Na'im tidak ada perhatian sedikitpun terhadapku. Atau dia bahkan tidak mengenalku. Kenapa seakan-akan malah aku yang terlihat menyukainya? Candaan tak bermutu itu membuatku kesal. Menurutku orang-orang berbohong. Bang Na'im tidak menyukaiku. Bahkan sampai lulus pun, dia tak mengatakan apapun padaku.

Di masa sekolah dasar aku adalah Karen Cita yang lugu. Duniaku hanya berkutat di lingkaran yang kecil. Bermain dekat dengan jalan raya saja dilarang. Di sekolah aku dianggap murid pintar. Itu artinya aku adalah target untuk dicontek. Hampir semua mata pelajaran, selalu ada saja yang mencontek aku. Sampai-sampai guruku sering mengingatkanku untuk menjaga baik-baik jawabanku. Saat ulangan atau tes, mereka biasanya tanya jawaban soal ke aku. Pantang menyerah sekali, mereka memanghilju dengan berbagai cara agar aku mau menoleh. Memanggilku dengan lirih, melempari kertas, minta bantuan teman sebangkuku, atau bahkan datang sendiri ke bangku ku dengan merunduk-runduk. Jika mereka tanya jawaban ke aku tentu saja aku menjawab. Tapi aku lebih sering sengaja memberi jawaban yang salah. Satu orang yang selalu aku beri jawaban soal tanpa ada kebohongan, Adam namanya.

Adam adalah jagoan kelas. Jangan macam-macam dengannya, dia tak segan-segan menunjukkan taringnya. Tangannya ringan untuk memukul. Dia jago berkelahi. Keren! Kalau sama cewek dia nggak akan main pukul. Paling cuma jail biasa. Tapi kalau sama aku dia baik. Aku tidak memandangnya sebagai anak nakal seperti yang lain. Menurutku dia menarik karena berbeda. Aku suka melihatnya berkelahi. Aku bahkan menikmatinya dan merasa kecewa kalau ada guru datang untuk melerai perkelahian. Ada satu perkelahian yang menurutku dia terlihat paling keren, itu saat dia melawan kakak kelas. Dia menghabisinya sampai musuhnya jatuh terkapar dan mengeluarkan darah dari mulut. Saat itu guru datang, melerai perkelahian dan mengamankan kakak kelas itu. Adam meninggalkan tempat dengan melirik ke kakak kelas itu dengan tatap tajam. Sumpah keren banget tatapannya.

Waktu itu bel masuk kelas hampir berbunyi. Adam duduk di meja sampingku.
Quote:

Bel berbunyi dan Adam mangkir ke tempat duduknya. Mengagumi Adam yang jago berkelahi bukan berarti aku menyukainya. Ah, apa itu suka dan cinta?

Tak lama setelah Adam memberi tahuku tentang Roman yang menaruh hati padaku, muncul olok-olok seperti dulu. "Cit, dicari Roman." Muncul candaan di sana-sini yang menyangkut-pautkan aku dengan Roman. Aku merasa sangat-sangat terganggu dan kesal sekali. Atas dasar apa lagi orang-orang berpikiran bahwa Roman suka sama aku?

Roman. Anak sekelas kesayangan guru matematika. Kulitnya bersih, jago nari, pintar, sombong, nggak jago berkelahi, tampilannya rapih, dan rambutnya sedikit cokelat sedikit merah. Dia penghuni ranking papan atas di kelas. Tapi aku tetap yang di paling atas. Pssst! Dia sainganku.

Sistem duduk di kelas adalah rolling dengan pasangan tempat duduk sudah ditentukan guru dan tidak boleh ganti. Hari itu tempat duduknya dirombak. Aku yang sudah membusuk dengan anak yang pernah tinggal kelas kini harus duduk sebangku dengan Roman. Satu kelas ramai menyoraki kami. Aku kesal bukan main. Lebih untung membusuk dengan teman sebangku sebelumnya.

Aku tak pernah memikirkan Roman menyukaiku atau tidak. Aku tidak tertarik dengan gagasan itu. Aku memang tidak peka dan tidak pernah peduli dengan apa yang dia lakukan. Yang aku rasa hanyalah kesal. Kesal karena dia duduk mepet-mepet kursiku sehingga meja bagianku sempit, kesal karena suka meledek, jail, dan hal-hal ngeselin lainnya. Dia juga suka sombong saat dapat nilai bagus. Padahal biasa saja. Nilaiku juga tak kalah bagusnya. Entah kenapa mood ku jelek kalau dekat dengannya.

Aku memang orang tidak peka. Pagi itu kelas ramai. Tersiar kabar bahwa Yati, si primadona kelas, telah jadian dengan Pandu, yang juga masuk sebagai penunggu ranking papan atas kelas. Itulah pertama kalinya aku mendengar kata 'jadian'. Aku tak tahu-menahu bagaimana permulaannya. Padahal Yati teman dekatku. Hal ini jadi bahan gosip aku dan dua temanku di ruang catur, Fera dan Isan. Ketika Fera pergi, pembicaraan berganti menjadi gosip tentang Fera.
Quote:

Setelah itu aku tahu apa itu M dari penjelasan Isan. Itunya berdarah. Pikirku, kalau berdarah ya tinggal diplester aja nanti sembuh. Kenapa harus jadi bahan gosip segala. Kebodohanku ini berakhir ketika mendapat pelajaran IPA di kelas enam.

Yati yang baru berpacaran dengan Pandu siang itu bertemu denganku. Hujan deras turun.
Quote:

Hujan turun semakin deras. Langit mendung memuntahkan ribuan bulir air sejadi-jadinya. Aku dan Yati melangkah masuk ke kelas.
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
620
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.