gilbertagungAvatar border
TS
gilbertagung
3 Periode Perkembangan Sistem Kurs Indonesia Sejak 1946



Saya telah membahas mengenai sistem kurs yang dipakai di dunia dalam threadsebelumnya yang berjudul Bagaimana Mekanisme Pengaturan Kurs Mata Uang Suatu Negara? yang dipublikasikan pada 15 November 2018 lalu. Rupiah mulai digunakan tahun 1946 sebagai Oeang Republik Indonesia dan dengan namanya sekarang sejak 1949. Kemudian, selama 72 tahun, rupiah mengalami perjalanan panjang hingga kini, kurs rupiah yang saat ini bertengger di angka 14.000-an rupiah per dolar AS. Ini tentu tak terjadi hanya dalam waktu semalam. Ada rentetan peristiwa dan kurun waktu yang panjang sebelum mencapai level ini. Ini berkaitan erat dengan sistem kurs yang digunakan dan kondisi ekonomi pada berbagai periode.


Klik gambar untuk menuju sumber gambar

1946-1966 : Kurs Ekspor-Impor

Sistem kurs pada masa ini didominasi oleh kurs tetap. Karena Indonesia menerapkan kontrol devisa, semua devisa hasil ekspor harus ditukarkan ke Bank Indonesia dan untuk melakukan impor harus memiliki lisensi impor. Kurs yang ditetapkan pemerintah/bank sentral ditujukan untuk keperluan ekspor dan impor. Meskipun demikian, terdapat pula kurs pasar gelap yang umumnya lebih tinggi dibandingkan kurs resmi yang ditetapkan.
Rupiah, sebagai Oeang Republik Indonesia, mulai digunakan pada 30 Oktober 1946 untuk menggantikan uang pendudukan Jepang dengan kurs 50 rupiah Jepang per ORI untuk Jawa dan 100 rupiah Jepang per ORI untuk Sumatera. Untuk wilayah yang diduduki pasukan Sekutu, diedarkan uang NICA sebagai pengganti pada 6 Maret 1946 dengan kurs 33,33 rupiah Jepang per gulden NICA. Kurs rupiah ditetapkan sebesar 1,88 rupiah per dolar AS. 7 Maret 1946, rupiah yang baru berumur sehari sudah didevaluasi sebesar 29,12% menjadi 2,6525 rupiah per dolar AS.
5 Juli 1946, Bank Negara Indonesia didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 2 tahun 1946 dan akan memegang peranan sebagai bank sentral Republik Indonesia selama 7 tahun berikutnya.
Pada 20 September 1949, rupiah didevaluasi lagi menjadi 3,8 rupiah per dolar AS. Namun, kurs di pasar bebas sudah mencapai 19,5 rupiah per dolar AS pada Januari 1948. Sebulan kemudian, 23 Oktober 1949, ORI diganti rupiah dengan kurs 5 rupiah per ORI di Jawa dan Madura dan 100 rupiah per ORI di luar wilayah tersebut.
Februari 1952, rupiah didevaluasi lagi menjadi 11,4 rupiah per dolar AS. Namun, kurs pasar gelap sudah mencapai 44 rupiah per dolar AS pada 1954 dan 48 rupiah per dolar AS pada 1955.
1 Juli 1953, De Javasche Bank dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia dan menggantikan Bank Negara Indonesia sebagai bank sentral. BNI sendiri akhirnya menjadi bank BUMN komersial biasa, kini dengan nama BNI 46.
Antara 20 Juni 1957 dan 18 April 1958, rupiah sempat "diambangkan" terbatas. Saat itu, eksportir harus menyerahkan devisanya kepada negara. Sebagai gantinya, mereka mendapatkan Bukti Ekspor yang dinyatakan dalam rupiah dengan kurs 11,4 rupiah per dolar AS. BE ini harus dijual di bursa BE dan hanya dapat dibeli oleh importir berlisensi atau perorangan dengan izin transfer. Karena diperdagangkan, indeks BE, atau dengan kata lain kurs rupiah terhadap dolar AS untuk BE, dapat berfluktuasi.
25 Agustus 1959, bersamaan dengan kebijakan sanering uang kertas 500 rupiah dan 1.000 rupiah sebesar 90%, kurs rupiah didevaluasi kembali sebesar 294,74% menjadi 45 rupiah per dolar AS. Ini diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 1959.
Undang-undang nomor 32 tahun 1964 menetapkan kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar 250 rupiah per dolar AS. Kontrol devisa yang ketat juga diberlakukan. Namun, situasi ekonomi yang memburuk pada 1965-1966 membuat penerapannya tak berjalan mulus. Pada 1966, defisit neraca pembayaran mencapai 364 juta dolar AS dengan utang sebesar 2,4 miliar dolar AS yang tak mampu dibayar Indonesia. Kurs rupiah terhadap dolar AS pada Desember 1965 juga mencapai 36.000 rupiah per dolar AS, jauh di atas kurs resmi sebesar 250 rupiah per dolar AS. Cadangan devisa yang ada di Bank Indonesia pada akhir 1965 juga negatif 3 juta dolar AS. Pemerintah pun meredenominasi rupiah sebesar 99,9% pada 13 Desember 1965.

1967-1997 : Pengendalian Kurs dan Lima Kali Devaluasi

28 Juli 1967, sistem kurs Indonesia yang sebelumnya beragam (multiple exchange rate system) disederhanakan dengan mematok kurs rupiah terhadap dolar AS dengan dua kurs dasar, Sistem Bonus Ekspor dan Devisa Pelengkap.
Pun setelah ekonomi Indonesia dipulihkan oleh rezim Orde Baru, rupiah didevaluasi lima kali.
Devaluasi pertama terjadi pada 17 April 1971 (menurut sumber resmi Bank Indonesia. Sumber lain menyatakan 17 April 1970). 1 dolar AS yang sebelumnya berharga 250 rupiah dinaikkan menjadi 378 rupiah (devaluasi rupiah 51,2%). Kurs rupiah yang sebelumnya didasarkan pada dua kurs dasar (Sistem Bonus Ekspor dan Devisa Pelengkap) diganti dengan sistem kurs tunggal.
Pada 23 Agustus 1971, sebagai dampak berakhirnya sistem Bretton Woods delapan hari sebelumnya, nilai rupiah terhadap dolar AS didevaluasi 9,79% dari 378 rupiah per dolar AS menjadi 415 rupiah per dolar AS. Sistem kontrol devisa juga digantikan devisa bebas sehingga eksportir tak lagi diwajibkan menukarkan devisa yang diperoleh ke Bank Indonesia.
Tujuh tahun kemudian, 15 November 1978, rupiah didevaluasi untuk kali ketiga. Dari 415 rupiah per dolar AS menjadi 625 rupiah per dolar AS (devaluasi 50,60%). Bersamaan dengan kebijakan ini, sistem kurs tetap ditinggalkan dan Indonesia beralih ke kurs mengambang terkendali. Rupiah dikaitkan dengan beberapa mata uang negara mitra dagang utama dalam satu keranjang mata uang. Namun, sumber lain mengatakan bahwa sistem kurs mengambang terkendali baru benar-benar mulai diberlakukan setelah devaluasi kelima pada 12 September 1986.
30 Maret 1983, rupiah didevaluasi untuk kali keempat. 1 dolar AS yang sebelumnya bernilai 702,5 rupiah kemudian menjadi 970 rupiah (devaluasi 38,08%).
12 September 1986, rupiah didevaluasi sekali lagi dari 1.134 rupiah per dolar AS menjadi 1.664 rupiah per dolar AS. Kebijakan ini dilakukan karena pada tahun tersebut, harga minyak mentah internasional, komoditas ekspor utama Indonesia, jatuh ke level yang sangat rendah, 9,8 dolar AS per barrel, yang membuat defisit neraca pembayaran membengkak.

1997-Sekarang : Dari Mengambang Terkendali hingga Bebas

Selanjutnya, rupiah tak lagi didevaluasi, namun terdepresiasi secara perlahan. Kurs mencapai level 1.843 rupiah per dolar AS pada 1990 dan mencapai level 2.300-an rupiah per dolar AS pada Juli 1997, saat krisis mulai berlangsung. Kemudian setelah upaya memperlebar rentang intervensi dari 6% menjadi 8% kemudian 12% dan menaikkan suku bunga tidak efektif, Bank Indonesia mengubah sistem kurs mengambang terkendali menjadi mengambang bebas dengan mencabut band intervensi pada 14 Agustus 1997. Kemudian, kurs rupiah terdepresiasi dengan kecepatan yang tak terduga, istilahnya terjun bebas. 3.000 rupiah per dolar AS pada September 1997, 4.650 rupiah per dolar pada akhir Desember 1997, 13.000 rupiah per dolar AS pada 22 Januari 1998, dan 16.650 rupiah per dolar AS pada Juni 1998. Selain karena meningkatnya tensi politik dan memburuknya situasi ekonomi, pelemahan rupiah juga didorong oleh permintaan dolar yang tinggi untuk keperluan pembayaran utang luar negeri.
Kemudian, rupiah menguat karena sudah terlalu undervalued hingga mencapai 6.700 rupiah per dolar AS pada 1999. Gejolak politik di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid membuat posisi rupiah kembali melorot ke 12.000-an rupiah per dolar AS pada April 2001.
Kondisi politik yang relatif stabil di masa kepresidenan Megawati Soekarnoputri dibandingkan pada masa Abdurrahman Wahid membuat rupiah kembali menguat hingga ke level 8.460 rupiah per dolar AS pada 4 Juni 2002, setelah dimulai pada level 10.600 rupiah per dolar AS pada 23 Juli 2001. Kemudian, rupiah menemukan level keseimbangan di 9.000-an rupiah per dolar AS pada 2003 hingga 2013.
Kurs rupiah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dimulai pada level 9.063 rupiah per dolar AS. Rupiah sempat terperosok menembus level 10.000 rupiah per dolar AS pada Agustus hingga Desember 2005. Kurs rupiah juga sempat menembus level 10.000 rupiah per dolar AS pada akhir Oktober 2008, bahkan mencapai 12.000 rupiah per dolar AS pada 20 November 2008. Kurs tetap berada di atas 10.000 rupiah per dolar AS hingga 23 Juli 2009, setelah pemilihan legislatif dan pemilihan presiden tahun 2009 berlangsung dengan lancar. Namun, rupiah juga sempat berada di level 8.700-an hingga 8.900-an rupiah per dolar AS pada Mei 2007 dan mencapai 8.500-an rupiah per dolar AS pada pertengahan 2011. Pada 2012, rupiah mulai menunjukkan pelemahan dengan bertengger di atas level 9.500 rupiah per dolar AS. Pada 2013, pelemahan rupiah semakin cepat. Kurs rupiah menembus 10.000 rupiah per dolar AS pada 15 Juli 2013, 11.000 rupiah per dolar AS pada 4 September 2013, dan 12.000 rupiah per dolar AS pada 5 Desember 2013. Kurs rupiah era SBY ditutup di angka 12.222 rupiah per dolar AS pada 17 Oktober 2014. Maka, rupiah terdepresiasi 34,86% dalam 10 tahun.
Kurs rupiah terhadap dolar AS era Presiden Joko Widodo dimulai pada level 12.041 rupiah per dolar AS. Depresiasi rupiah kembali terjadi. Kurs menembus 13.000 rupiah per dolar AS pada 5 Maret 2015. Kurs bahkan menembus 14.000 rupiah per dolar AS pada Agustus 2015, namun kembali menguat ke kisaran 13.000-an rupiah per dolar AS, dengan sesekali berada di bawah 13.000 rupiah per dolar AS dan di atas 14.000 rupiah per dolar AS, hingga 2018. Kurs akhirnya menembus 15.000 rupiah per dolar AS pada 3 Oktober 2018 setelah beberapa bulan sebelumnya terjadi pelemahan karena defisit transaksi berjalan dan efek perang dagang sebelum kembali menguat hingga ke level 14.500-an rupiah per dolar AS.
Dengan 1 dolar AS setara dengan 14.592 rupiah per dolar AS pada 22 November 2018, rupiah telah terdepresiasi 21,19% selama masa pemerintahan Joko Widodo.


Demikian thread dari saya kali ini. Rupiah saat ini sudah semakin melemah dan tentu memiliki pengaruh signifikan terhadap keadaan perekonomian Indonesia. Mengurangi impor yang tak perlu dapat menjadi cara yang efektif untuk menjaga stabilitas kurs rupiah. Terima kasih telah membaca dan semoga hari Anda menyenangkan.


Rafick, Ishak. (2008). Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia : Jalan Baru Membangun Indonesia. Jakarta: Ufuk Press.
Usman, Syafarudin dan Isnawita. (2009). Neoliberalisme Mengguncang Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Narasi.
Winda, Dian Andika. (2009). Perang Sejarah Para Jenderal : Kesaksian Para Jenderal atas Prahara Mei 1998 dan "Isu Kudeta". Jakarta: Pustaka Timur.
Zon, Fadli. (2009). Politik Huru-Hara Mei 1998. Jakarta : Institute for Policy Studies.
Referensi I
Referensi II
Referensi III
Referensi IV
Referensi V
Referensi VI
Referensi VII
Referensi VIII
Referensi IX
Referensi X
Referensi XI
Referensi XIII
Referensi XIII
Referensi XIV
Referensi XV
Referensi XVI



Diubah oleh gilbertagung 10-07-2020 04:11
13
12.7K
92
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & Xenology
icon
6.5KThread10.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.