imuttarAvatar border
TS
imuttar
Se-radom memilih kampus
Hujan mulai turun lagi. Yah karena ini sudah dekat akhir tahun. Orang-orang tua di kampungku sering bilang "maumi datang bosina tahun baru", artinya hujan tahun baru akan segera datang. Cerita ini terjadi 6 tahun lalu saat aku masih anak remaja SMA yang baru akan lulus. Aku dan sepeda motorku yang belum genap setahun waktu itu datang dari balik perbukitan karst Maros menerjang hujan yang basah dan dingin. Yah dingin, waktu itu hujan masih jam setengah enam pagi. Jarak dari rumahku ke sekolah memang jauh, sekitar 45 kilometer. Waktu itu belum ada sistem zonasi jadi kami bebas memilih sekolah dimana saja. Bahkan anak dari kampung terpencil pun bisa bersekolah di sekolah unggulan di kota kabupaten waktu itu.

Aku tiba di sekolah pukul 7 pagi. Sekolahku sudah terisi separuhnya, separuhnya lagi masih belum datang padahal rumah mereka lebih dekat, jalan kakipun harusnya mereka lebih cepat sampai dari pada aku. Aku memarkir sepeda motorku di arah jam 12 dan 30 derajat ke bawah dari arah pintu ruang kelasku yang berada di lantai dua. Aku berjalan naik ke ruang kelas menaiki tangga dan koridor yang masih basah karena hujan. Aku melihat teman-teman kelasku, beberapa dari mereka masih mengantuk ada pula yang terlihat rajin memperlajari buku-buku SBMPTN untuk persiapan melanjutkan ke jenjang kuliah.

Aku adalah orang yang sering mendengar perbincangan orang tapi pura-pura tidak peduli. Waktu itu aku mendengar beberapa orang temanku berbincang-bincang tentang rencana mereka mendaftar jalur SNMPTN ke jurusan-jurusan yang cukup bergengsi di Unhas. Mereka bertanya kepadaku "Eh, kau dimanako mau daftar nanti ?". "Hmmm. Nda taumi nantipi dilihat". Yaah, mau jawab apa memang belum kepikiran sama sekali. Yang aku tahu perguruan tinggi yang bagus itu Unhas, jurusan paling bagus disana ya pendidikan kedokteran. Teman-temanku yang lain waktu itu terlihat sangat bersemangat mencari tempat kuliahnya masih-masih, "Eh, ini bagusku jurusanna, prosepeknya bisaki jadi ini jadi itu. Mauka saya kayaknya daftar di sana" ujar salah seorang dari mereka dengan bersemangat walaupun pada kenyataannya nanti mendapat pekerjaan yang sesuai dengan prospek yang tertera di selebaran itu sangat susah.

Aku bisa dibilang orang yang biasa-biasa saja di sekolah, tidak secermerlang teman-teman yang lain. Walaupun ada prestasi tapi masih kalah jauh dengan yang lain. Mungkin kelebihanku dibandung yang lain adalah senang utak atik sesuatu. Walaupun baru menyentuh komputer pada saat kelas 1 SMA tapi bisa dibilang aku salah satu orang yang paling bisa utak-atik komputer di SMA ku waktu itu. Aku adalah satu-satunya orang di sekolahku waktu itu yang memakai Ubuntu yang sebenarnya adalah karena tidak mampu beli lisensi windows.

Sepulang sekolah aku sering browsing-browsing di hp secara random. Scroll-scroll halaman facebook dan lihat-lihat tweet orang sama seperti anak-anak SMA lainnya. Entah kenapa waktu itu aku melihat satu postingan facebook tentang ITB yang terdengar sangat asing menurutku. Entahlah itu perguruan tinggi apa, mungkin seperti perguruan tinggi - perguruan tinggi yang mengiklankan diri di TV karena kurang pendaftar. Kepanjangannya saja "Institut Teknologi Bandung", Institut terdengar kurang meyakinkan di telingaku. Walaupun aku pernah mendengarnya entah dimana tapi terdengar kurang meyakinan. 

Entah karena motivasi apa iseng mencari tahu tentang ITB, mungkin hanya untuk menjawab rasa penasaran. Aku terkejut karena ternyata perguruan tinggi itu salah satu yang bagus di Indonesia. Wah, mengerikan juga ini. Alumninnya banyak orang-orang hebat, passing grade jurusannya tinggi-tinggi semua dan orang-orang berlomba-lomba untuk kesana. "Hmm, baru kutahu ini semua" ucapku dalam hati sambil terkesima. Ditengah kebingungan dengan pertanyaan "Mau lanjut dimana ?" akhirnya muncul secara random PTN yang terdengar menarik. Ketika aku datang ke kerumunan orang yang berbicara tentang SNMPTN dan ditanya "eh, kau mauko lanjut di mana ?", maka akupun menjawab "Kayaknya ITB". Respon mereka ada ada tiga jenis "wah, keren", "Hah, apa itu ?" dan "Wah kayaknya sudah itu, susahko lulus, coba yang lain saja". Walaupun kata orang susah tapi aku telah berniat mencobanya.

Perjalanan memilih tempat kuliah terdengar random. Aku bukanlah orang yang sejak SD SMP bercita-cita untuk kuliah di ITB seperti kebanyakan orang di ITB. Proses pemilihan fakultas lebih aneh lagi. Waktu itu teman-temanku sibuk untuk menentukan PTN dan jurusan prioritas mereka. Aku waktu itu hanya memilih ITB dengan FMIPA sebagai pilihan pertama dan STEI sebagai pilihan kedua. Alasanku memilih itu sederhana, karena itu tidak terdengar asing. FMIPA karena IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) yang diperlajari waktu SMA. STEI karena ada kata elektro yang berkaitan dengan listrik. Sisanya terdengar asing, contohnya seperti Teknik Sipil yang waktu itu aku pikir akan bekerja di Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil nantinya. Guru kami memberikan best practice cara menentukan urutan pemilihan PTN yaitu diurutkan berdasarkan passing grade. Ahirnya kuubahlah urutanya menjadi STEI lalu disusul FMIPA. Toh, kayaknya aku juga tidak akan lulus SNMPTN. Aku juga sudah menjalankan rencana 6 bulanku untuk belajar SBMPTN.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Eh tenyata lulus.
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
383
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.