AboeyyAvatar border
TS
Aboeyy
Soal Agama, Cukuplah Ane Sebagai Ban Serep


Sebelum menceritakan tentang aslinya gue (#AslinyaLo), terlebih dahulu Ane paparkan sedikit latar belakang kehidupan dan pendidikan Ane.

Ane adalah anak kelima dari sepuluh bersaudara. Dari semua saudara, hanya Ane dan kakak Ane yang ketiga, yang berpendidikan lulus S1. Selebihnya hanyalah tamatan setingkat SMA ke bawah, bahkan ada yang tidak tamat SD.

Ayah Ane adalah seorang PNS golongan rendah (pensiun dengan golongan III/b) di lingkungan Kementerian Agama. Di samping sebagai PNS, ayah juga menjadi tokoh agama di masyarakat, seperti mengisi pengajian, khutbah, memimpin upacara keagamaan, dan sebagainya. Sedangkan ibu hanyalah seorang petani.

Sebagai tokoh agama, ayah sangat berharap di antara kesepuluh anaknya itu ada yang bisa menggantikan kedudukannya. Dan tampaknya, pilihan ayah jatuh kepada Ane. Karena itu, sejak pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, Ane dimasukkan ke lembaga pendidikan agama, mulai Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah Khusus (sejenis Pesantren), dan Institut Agama Islam Fakultas Syari’ah Jurusan Peradilan Agama.

Waktu kuliah, jika Ane pulang kampung saat liburan, ayah selalu menyuruh Ane menggantikan beliau untuk mengkhutbah atau mengisi pengajian. Karena tak ingin membantah orang tua, maka Ane patuhi saja permintaannya, walaupun batin dan jiwa Ane rasanya menolak atau merasa tidak cocok memberikan wejangan keagamaan kepada orang lain. Kalau soal ceramah atau mengkhutbah sih rasanya Ane bisa dan mampu, sebab Ane juga bisa membaca kitab kuning yang gundul dan menerjemahkannya.

Spoiler for :


Setelah tamat kuliah, Ane menikah dan tinggal di kota lain, sedangkan kakak Ane yang nomor 3 masih tinggal di kampung, sehingga dialah yang menjadi satu-satunya harapan ayah untuk menggantikannya. Dan ternyata dia sekarang benar-benar bisa mewujudkan keinginan ayah tersebut.
***
Spoiler for :



Setelah menikah, Ane tidak mempunyai pekerjaan tetap. Setiap tahun berharap bisa lulus sebagai CPNS jika ada penerimaan. Namun sampai batas usia maksimal 35 tahun, takdir Ane sepertinya memang bukan sebagai Abdi Negara. Maka untuk membiayai kehidupan keluarga, selama itu Ane bekerja serabotan. Pernah jadi tukang servis elektronik, instalasi listrik, menjadi asisten dosen (menggantikan ayah mertua, namun akhirnya berhenti karena syarat dosen minimal berpendidikan S2), dan membuka jasa pengetikan yang masih berlangsung hingga sekarang. Dari jasa pengetikan inilah akhirnya Ane bisa menulis (esai, fiksi, karya ilmiah, dsb), lalu bergabung di Lembaga Kindai Seni Kreatif, yang bergerak di bidang pendidikan dan pelatihan seni dan sastra. Sepertinya di sinilah Ane menemukan jati diri Ane yang sebenarnya.

Spoiler for :


Di sini Ane sering menjadi pembicara (pembahas) karya-karya sastra, baik cerpen maupun puisi, karya seseorang yang ingin dibedah. Ane rasanya lebih cocok sebagai penceramah sastra ketimbang penceramah agama.

Spoiler for :


Karena itu, dalam kehidupan sehari-hari Ane sangat jarang memakai sarung, peci, dan baju koko, meski akan pergi ke tempat ibadah. Ane lebih suka pakai celana jeans, kaus oblong dan jaket, serta berambut agak gondrong. Bahkan ketika menjadi asisten dosen, Ane diberi mahasiswa gelar sebagai Dosen Gaul, entah karena alasan apa mereka menisbahkan gelar itu kepada Ane. Mungkin karena Ane yang saat itu selalu pakai sarung HP yang tergantung di pinggang, dan kemeja double saku (kiri kanan) lengan panjang yang selalu digulung hampir ke siku.

Spoiler for :


Memang, urusan pakaian, Ane tak pernah mengikuti trend fashion atau aturan orang lain. Jika Ane suka, (pantas atau tidak pantas menurut orang lain) tetap Ane pakai. Saat mau ke UndanganPerkimpoian misalnya, istri Ane selalu meminta Ane memakai pakaian yang seragam dengannya, namun Ane tak pernah menurut. Kadang istri ngambek, sehingga Ane pergi sendirian saja dengan memakai jaket.
***
Itulah gambaran keseharian Ane, baik dalam hal pekerjaan maupun penampilan. Lalu bagaimana keadaan Ane dalam hal agama? Yah mungkin karena masyarakat sekitar tahu bahwa Ane adalah seorang yang bertitel Sarjana Agama (S.Ag), Ane beberapa kali secara tak terduga diminta memimpin acara keagamaan.

Pernah ketika melayat ke rumah tetangga yang wafat, Ane diminta menjadi imam shalat janazah. Karena tak ada lagi yang lain (yang bisa), maka dengan berat hati Ane mengiyakannya. Pernah pula suatu malam setelah Isya, tiba-tiba ada yang ngetuk pintu. Setelah dibuka, ternyata tamu itu meminta Ane untuk memimpin acara Tahlilan, karena Ustadz yang diundang kebetulan berhalangan mendadak.

Sejak saat itu, meski tetap berpakaian ala “Preman Seniman”, Ane selalu bawa “Senjata” berupa kopiah dan buku doa-doa, sebagai cadangan (Ban Serep), andai sewaktu-waktu tanpa diduga-duga diminta orang untuk memimpin sebuah acara keagamaan.

Jadi, dalam soal agama, cukuplah Ane sebagai Ban Serep, yang hanya dipakai sebagai emergency, saat yang lain sudah tak ada lagi.
***
Diolah berdasarkan pengalaman sendiri. Foto-foto koleksi pribadi.
Diubah oleh Aboeyy 24-09-2018 10:57
2
3.3K
29
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.