ryan.manullang
TS
ryan.manullang
DELI SPOORWEG MAATSCHAPPIJ: Perkebunan Deli, Pengembang Transportasi Sumatra Utara
Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) / Foto diambil antara tahun 1945 dan 1960. Doc. tropenmuseum.nl
Quote:

Pada kurun waktu 1863 - 1870-an, wilayah Pantai Timur Sumatra (Sumatra East Coast) menjadi kawasan yang sangat penting di Hindia Belanda. Disamping posisi geografisnya, kondisi topografisnya juga memberikan arti tersendiri terhadap pengembangan perkebunan di Sumatra Timur. Pertumbuhan ekonomi perkebunan kolonial itu telah mendorong pertumbuhan ekonomi disektor lain yang pada akhirnya membuat Deli (Medan) menjadi daerah yang maju dan berkembang pesat.


Nienhuys (1836-1927). Doc. Wikipedia.org

Secara historis, patut dicatat kepeloporan Jacobus Nienhuysyang dikenal sebagai peletak dasar budaya perkebunan di Sumatra Timur. Menginjak tanah Deli pada tahun 1862 dan mendapat konsesi tanah dari penguasa lokal selama 20 tahun. Mengembangkan komoditas Tembakau (tabaks) hingga menjadi komoditas unggulan di Amsterdam dan Bremen mengalahkan tembakau dari Cuba dan Brazil. Pada tahun 1869, Nienhuys mendirikan Deli Matschapaij, suatu badan usaha milik pengusaha swasta Belanda yang membawahi sekitar 75 daerah perkebunan di Sumatra Timur yang berasal dari usahawan mancanegara seperti Jerman, Inggris, Swiss, Belgia dan Amerika.

Memasuki tahun 1870-an, komoditas perkebunan tidak lagi terfokus pada Tembakau tetapi telah merambah ke komoditas lain seperti Karet, Coklat, Teh, dan Kelapa Sawit. Demikian pula daerah perkebunan tidak lagi terkonsentrasi di Deli, tetapi sudah memasuki daerah lain seperti Binjai, Langkat, Serdang, Padang (Tebing Tinggi), Siantar dan Simalungun. Prospek yang menjanjikan dari sektor perkebunan Sumatera Timur ini telah mendorong penataan disejumlah bidang untuk mendukung pengembangan kota Medan dan Sumatera Utara menjadi kawasan yang maju dan modern. Penataan itu adalah seperti pembangunan berbagai perkantoran yang mengurusi layanan publik, perhotelan, sarana jalan dan jembatan, tempat rekreasi, perbankan, rumah sakit, pendidikan, rumah ibadah, termasuk didalamnya perumahan dan pertokoan. Tidak salah apabila, Medan dan Sumatera Utara menjadi kawasan yang maju dan sekaligus sebagai pusat perkebunan di Indonesia. Dampak akhir adalah pemindahan ibukota Sumatra dari Bengkalis ke Medan (1907) dan ditetapkannya Medan sebagai gemeente pada tahun 1909.

Salah satu kontribusi perkebunan Deli yang hingga kini masih beroperasi adalah dibangunnya sarana transportasi yakni Deli Spoorweg (Kereta Api Deli), yang dirintis sejak tahun 1883 yakni sarana pengangkutan komoditas perkebunan dari pedalaman menuju pusat Kota Medan di sekitar Esplanade (lapangan Merdeka). Deli Spoorweg Matschappij (DSM) adalah perusahaan swasta Belanda yang memiliki izin konsesi untuk membangun jaringan kereta api. Pada masa kini, kereta api yang awalnya dibangun oleh DSM itu dikenal sebagai PT. Kereta Api Indonesia divisi regional-I Sumut-NAD.

Quote:


Jacob Theodoor Cremer in 1918. Doc. Wikipedia.org

Pembangunan jaringan Kereta Api di tanah Deli merupakan inisiatif J. T. Cremeryakni manajer perusahaan Deli (Deli Matschappij) yang menganjurkan agar jaringan Kereta Api di Deli sesegera mungkin dapat dibangun dan direalisasikan mengingat pesatnya perkembangan perusahaan perkebunan Deli. Beliau juga telah menganjurkan pembukaan jalan yang menghubungkan antara Medan-Berastagi dengan fasilitas hotel seperti hotel grand Berastagi dan Bukit Kubu sekarang sebagai tempat peristirahatan pengusaha perkebunan. Pembangunan jaringan Kereta.Api ini dimungkinkan oleh pemberlakuan UU Agraria Tahun 1870 dimana penguasa kolonial Belanda dimungkinkan untuk menyewa tanah dalam waktu relatif lama yang tidak saja diprioritaskan bagi sektor perkebunan. Disamping itu, berkembangnya Belawan sebagai bandar kapal ekspor hasil perkebunan ke Eropa telah pula mendorong laju percepatan pembangunan jaringan Kereta Api yang menghubungkan daerah-daerah perkebunan di Sumatra Timur. Kecuali itu, jalur transportasi sungai dinilai cukup lambat dalam proses angkutan hasil produksi perkebunan menuju Belawan.


Peter Wilhelm Janssen werd op 8 juli 1821. Doc. nijbeets.info

Berdasarkan surat Keputusan Gubernur Jenderal Belanda maka pada tanggal 23 Januari 1883, permohonan konsesi dari pemerintah Belanda untuk pembangunan jaringan kereta api yang menghubungkan Belawan-Medan-Delitua-Timbang Langkat (Binjai) direalisasikan. Pada bulan Juni 1883, izin konsesi tersebut dipindahtangankan pengerjaannya dari Deli Matschappij kepada Deli Spoorweg Matschappij (DSM). Pada tahun itu pula, presiden komisaris DSM, Peter Wilhem Janssen merealisaikan pembangunan rel kereta api pertama sekali di Sumatra Timur yang menghubungkan Medan-Labuhan yang diresmikan penggunaanya pada tanggal 25 Juli 1886.

Perkembangan jaringan kereta api cukup signifikan sejalan dengan ekspansi pengusaha perkebunan ke beberapa kawasan di Sumatra Timur. Pada tahun 1888 kawasan-kawasan seperti Belawan, Deli dan Binjai telah dapat dilalui oleh kereta api. Pembangunan jaringan kereta Api Labuhan-Belawan tercatat pula Tjong A Fie-milyalder Kota Medan sebagai donatur. Demikian pula sejak tahun 1902, pembangunan kereta api dilanjutkan dengan menghubungkan antara Lubuk Pakam-Bangun Purba yang dapat digunakan pada tahun 1904. Selanjutnya, pada tahun 1916 dibangun jaringan Kereta Api yang menghubungkan Medan-Siantar yang menjadi pusat perkebunan Teh. Pada tahun 1929 - 1937 turut pula dibangun jaringan Kereta Api yang menghubungkan Kisaran-uionjmmg Prapat.

Rencana pemerintah kolonial ialah menjadikan Sumatera Timur sebagai pusat perkebunan di Sumatera dan Belawan adalah pelabuhan Internasional ekspor dan import hasil perkebunan. Sejalan dengan rencana itu, pengusaha Kerata Api Deli (DSM) berencana untuk menghubungkan jaringan kereta api Deli di Sumatra Timur dengan Kereta Api milik negara di Aceh (Atjeh Staatspoor) dengan jaringan Kereta Api Sumatra Barat. Dalam studi kelayakan yang dilakukan oleh DSM, direncanakan akan membangun jaringan kereta api Lubuk Linggau-Kota Pinang sesuai usulan Ligveot dan van Zuylen menjadi lintas kereta api lintas Sumatra. Rencana tersebut diusulkan pada tahun 1909 sehingga Belawan dapat dihubungkan dengan Palembang sejauh 1400 Km. Oleh karena itu, pembangunan jaringan kereta api di Sumatera Barat dilakukan dengan terlebih dahulu membangun rel yang menghubungkan lintas Taluk-Teluk Bayur (273 Km), lintas Taluk-Tembilahan (212 Km) dan lintas Taluk-Pekan Baru (155 Km). Bila dicermati, pengusaha dan penguasa kolonial telah merencanakan jaringan kereta api Trans Sumatra yang menghubungkan kota-kota di Sumatra, mulai dari Aceh hingga Palembang. Sumatra Timur (Medan) direncanakan sebagai Pusat perkebunan dan Belawan menjadi Pelabuhan Internasional eksport dan import.

Hingga pada tahun 1940, pengusaha Kereta Api Deli (DSM) telah membangun jaringan kereta api di Sumatera Timur sepanjang 553, 223 Km. Berikut ini adalah keseluruhan jaringan kereta api yang dibangun oleh pengusaha DSM di Sumatra Timur (dikutip dari Statiesken Zeven en Veertigste Jaarverslag der NV. Deli Spoorweg Matschappij, 1929), yaitu:

Lintasan dan Panjang Rel Kereta Api Deli tahun 1883 - 1940





Karyawan yang dipekerjakan pada perusahaan DSM adalah orang Eropa, Asia dan Inlanders. Pada tahun 1915, tercatat bahwa jumlah karyawan Eropa adalah sebanyak 198 orang sedang dari Inlanders berjumlah 2.285 orang. Umumnya, orang Inlanders ditempatkan pada posisi pekerjaan yang kurang membutuhkan keterampilan. Selanjutnya, pada tahun 1920, jumlah karyawan orang Eropa menjadi 250 orang sedangkan inlanders sebanyak 3.704 orang. Jumlah tersebut belum dihitung pemegang saham yang berkedudukan di Amsterdam. Hingga pada tahun 1939, perusahaan DSM telah memiliki struktur organisasi yang jelas yang berkedudukan di Medan dan Amsterdam. Struktur organisasi dimaksud terdiri dari 1) dewan komisaris, 2) direktur, 3) sekretaris, 4) komisi wilayah Medan dan 5) administratur Medan. Tercatat pula, salah seorang Dewan Komisi Wilayah Medan pernah dipegang oleh orang Indonesia yakni Djaidin Purba yang juga pernah menjabat sebagai Walikota Medan.

Apabila memperhatikan pembangunan jaringan Kereta Api di Sumatra itu, sebenarnya Medan telah direncanakan menjadi kota berstandar internasional dan Sumatra Utara dibentuk sebagai kawasan (pusat) perkebunan di Indonesia. Hal ini tentu saja didukung oleh pelabunan Belawan yang sudah ramai dikunjungi sebelum kedatangan pengusaha kolonial seperti pada waktu kejayaan Kota Cina, dimana Belawan telah dikenal sebagai Bandar niaga yang super sibuk pada abad 12-13M. Disamping itu, jalur sungai (riverine) yang terdapat di Medan-Sumatra Utara telah menjadi pintu masuk (entrance) menuju Belawan. Tampaknya, pengusaha dan penguasa kolonial di Medan telah mengetahui benar terhadap situasi dan kondisi ini sehingga lebih mudah bagi mereka untuk mengembangkannya.

Namun demikian, upaya untuk menuntaskan jalur Kereta Api Trans Sumatra itu tidak tercapai seiring dengan meningkatnya ketegangan Indonesia dan Belanda pasca tahun 1940. Ironisnya, tidak saja pembangunan jaringan Kereta Api yang terbengkalai, tetapi juga nasib perkebunan mengalami goncangan khususnya setelah takluknya Belanda kepada Jepang yang ditandai oleh turunnya sekitar 60.000 pasukan Jepang di Batavia pada tanggal 1 Maret 1942. Sayangnya pula, pemerintah kolonial yang baru itu tidak melanjutkan rencana yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial terdahulu. Akibatnya, rencana pembangunan jaringan Kereta Api Trans Sumatra itu hingga kini tidak pernah tercapai.

Pasca Indonesia meredeka dan memasuki awal tahun 1950-an, kabinet pemerintahan Indonesia dibawah kendali Bung Karno melakukan nasionalisasi aset pemerintah kolonial Belanda menjadi milik pemerintah Indonesia. Oleh sebab itu, jaringan Kereta Api Deli (DSM) dirubah menjadi Perjan Kereta Api sebelum akhirnya menjadi PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) Divisi Regional-I Sumut-NAD.


Quote:

Dapat dipahami bahwa, pada awalnya tujuan utama pembangunan jaringan kereta api di Sumatra Timur adalah untuk mengangkut hasil produksi perkebunan dari daerah-daerah perkebunan di pedalaman ke pelabuhan Belawan untuk selanjutnya di ekspor ke luar negeri. Oleh sebab itu, tidak salah apabila jaringan kereta api yang dibangun tersebut umumnya hanya melintasi daerah-daerah perkebunan di sepanjang pesisir timur Sumatra. Namun demikian, pasca kolonialisme jaringan kereta api tersebut menjadi prototipe pembangunan jaringan transportasi di Sumatra. Meskipun pada awalnya sarana transportasi tersebut hanya bertujuan untuk kepentingan ekonomi kolonial, tetapi upaya tersebut harus diakui telah menjadikan daerah-daerah terisolir di Sumatra Utara menjadi daerah yang terbuka. Dengan demikian akses masyarakat dengan dunia luar yang mana masyarakat telah dapat berinteraksi dengan orang lain. Dalam teori-teori pembangunan, model ini diakui sebagai salah satu cara untuk mendorong modeplrnisasi masyarakat dan wilayah.

Demikian pula upaya membuka jalur Kereta Api Trans Sumatra yang menghubungkan Palembang-Bengkulu-Sumatra Barat-Riau-Aceh-Medan sepanjang 1.400 Km yang bermuara ke Belawan sebagai bandarbInternasional eksport-import. Rencana tersebut sejalan dengan peta pengembangan perkebunan pengusaha kolonial yang dirintis oleh Nienhuys. Disamping terbersit upaya eksploitasi kekayaan sumber daya alam di Sumatra, tetapi secara tidak langsung upaya tersebut telah memperkenalkan daerah-daerah di kawasan Sumatra Timur dengan pihak luar atau telah pula membuka keterisoliran kawasan-kawasan yang belum pernah disentuh sama sekali. Dengan begitu, bila pada masa kini jalur Trans Sumatra tersebut kembali di pugar dan diaktifkan, bukan tidak mungkin akselerasi pembangunan di Sumatra semakin terbuka.

Oleh karena itu, prototipe jaringan transportasi yang dirintis oleh pengusaha kolonial itu seyogianya dapat dijadikan sebagai acuan kembali untuk membangun sarana transportasi yang menghubungkan antara Sumatra dan Jawa disamping adanya jaringan transportasi darat dan laut. Akan tetapi, harapan itu tampaknya kurang mendapat tempat yang dapat dilihat dari lambanya perkembangan per-kereta api-an di Sumatra. Lagi pula, dibeberapa tempat seperti di Aceh, Riau, Sumatra Barat, Bengkulu dan Palembang kereta api sudah tidak digunakan lagi, akibatnya banyak pendukung kereta api seperti rel dan lainnya diambil masyarakat, dijual atau disewakan kepada pihak swasta.

Khusus di Sumatera Utara dan Medan, juga ada baiknya berfikir kembali untuk mengaktifkan jaringan kereta api yang dikembangkan pada jaman kolonial itu seperti jaringan kereta api yang menghubungkan antara daerah-daerah di Langkat, Binjai, Deli, Serdang, Karo, Simalungun, Siantar, Asahan dan Labuhan Batu dan bila dibutuhkan perlu pula menambah jaringan kereta api menuju kota wisata Parapat. Dengan pengaktifan itu, tidak saja kemacetan yang dapat direduksi, tetapi pihak investor juga melihat tersedianya opsi angkutan barang-barang produksinya. Sehingga hal ini juga turut memacu pertumbuhan ekonomi regional, demikian pula masyarakat luas dapat memilih perjalanannya antara Bus dan Kereta Api. Pembangunan sarana Transportasi Kereta Api ini adalah salah satu kontribusi perkebunan Tembakau Deli yang termasyur itu!.




Quote:
Diubah oleh ryan.manullang 21-01-2018 05:53
0
17.4K
148
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & Xenology
icon
6.5KThread10.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.