bpln.bossAvatar border
TS
bpln.boss
Komnas Perempuan: Pelecehan Seksual Bermula dari Otak Pelaku, bukan Tubuh Perempuan


Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan sikap pemerintah Provinsi Bengkulu dan DPRD Bengkulu yang akan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Ketahanan Keluarga. Salah satu isi Perda itu adalah melarang pelajar berpakaian seksi.

Anggota Komnas Perempuan Magdalena Sitorus menilai wacana Raperda itu sangat patriarki atau sikap dominasi pria, serta kental unsur kepentingan politik.

Magdalena mengatakan dalam raperda itu, perempuan hanya sebagai obyek yang layak disalahkan dalam berbagai kasus pelecehan seksual. Padahal, menurut Magdalena, perempuan kerap menjadi korban dalam tindak kejahatan tersebut.

"Kok tubuh perempuan terus yang jadi sasaran. Seolah-olah dia akan membawa bencana kalau begini atau kalau begitu. Kami melihat ini sangat diskriminatif. Sangat patriarki, seolah-olah, kalau dibuat begitu, wilayahnya akan aman dari kekerasan seksual. Lalu daerah itu menjadi dianggap sangat relijius. Sering kali juga ada agenda di balik itu, misalnya menjelang pilkada," kata Magdalena kepada KBR, Kamis (21/12/2017).

Magdalena mengatakan, kebijakan diskriminatif terhadap perempuan itu juga menunjukkan para pejabat di daerah tak cukup memiliki pemahaman soal gender. Dalam mengatasi pelecehan seksual, ketimbang melarang perempuan berpakaian seksi, pemda seharusnya menyiapkan fasilitas yang mencegah tindak kejahatan itu terjadi.

Menurut Magdalena, pelecehan seksual selalu bermula dari otak pelakunya, bukan tubuh perempuan, seperti yang selama ini dipermasalahkan.

Selain itu, kata Magdalena, kebijakan larangan berpakaian seksi juga rawan tujuan politis karena terkesan hanya untuk menciptakan citra daerah itu sebagai daerah relijius. Menurutnya, publik perlu mengamati kebijakan kepala daerah yang diskriminatif tersebut, lantaran perempuan terancam menjadi korban atas kebijakan itu.

Sikap Kemendagri

Kementerian Dalam Negeri tidak mempersoalkan rencana DPRD dan pemerintah daerah Provinsi Bengkulu mengatur cara berpakaian perempuan.

Juru bicara Kemendagri Arief M Eddie mengatakan ketentuan itu tidak bertentangan dengan undang-undang yang sudah berlaku.

"Itu enggak ada masalah. Itu kan etika. Kayak di Aceh kan harus berhijab. Itu enggak ada masalah sepanjang disepakati. Sepanjang DPRD sebagai wakil rakyat mengamini, kami enggak ada masalah," kata Arief saat dihubungi KBR, Kamis (21/12/2017).

Meski begitu, Arief Eddie menekankan agar pemerintah daerah dan DPRD mendengarkan suara masyarakat. Jangan sampai rencana itu lantas menimbulkan polemik. Kemendagri juga akan tetap mengawasi penyusunan rancangan peraturan daerah itu sebelum disahkan dan diberlakukan.

Arief mengatakan saat ini pintu masuk pemerintah pusat untuk mengontrol peraturan daerah hanya bisa melalui tahap konsultasi, sebelum peraturan diresmikan. Ini merupakan imbas dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan kewenangan pemerintah pusat mencabut perda yang bertentangan dengan undang-undang.

"Nanti kami sarankan. Apa sudah perlu seperti itu? Apa memang sudah mengkhawatirkan sekali kekerasan seksual di sana pada yang berpakaian minim?" kata Arief.

http://kbr.id/12-2017/komnas_perempu...uan/94118.html
0
25.2K
384
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.9KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.