gatra.comAvatar border
TS
gatra.com
Catatan Hukum 2017: Penegak Hukum Masih Tebang Pilih


Jakarta, Gatra.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan Agung dinilai telah banyak mengungkap berbagai kasus korupsi yang merugikan negara pada tahun 2017. Meski mengapresiasi, namun, Direktur Eksekutif Supardji Ahmad Institute, Supardji, mengkritisi  konsistensi kedua lembaga dalam penanganan sejumlah kasus hukum.

 
“Misalnya, kasus e-KTP yang ditangani KPK. Contoh lain adalah perkara korupsi dana pensiun Pertamina yang ditangani Kejaksaan,” ujar Supardji saat menjadi pembicara diskusi publik catatan akhir tahun 2017 SA Institute dengan tajuk “Menghilangnya Keadilan Hukum” di Jakarta pada hari Selasa (19/12). 
 
Kepala Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) ini menilai di dalam dua kasus tersebut secara nyata terdapat  peran seseorang yang sebenarnya bisa dikenakan pasal ikut serta dalam tindak pidana, namun yang bersangkutan lepas dari proses hukum dan hanya sebatas dikenakan status sebagai saksi. 
 
“Padahal secara nyata ada pihak yang memediasi terjadinya transaksi yang diduga merugikan keuangan negara. Sedangkan kedua belah pihak yang dimediasi telah dijadikan tersangka,” lanjutnya. Oleh karena itu, kata Supardji, aparat penegak hukum harus konsisten dan tidak tebang pilih dalam penegakan hukum.
 
“Jika tidak konsisten, maka persepsi publik bahwa terjadi diskriminasi dalam pemberantasan korupsi dan perlakuan tidak adil terhadap tersangka, terdakwa dan terpidana menjadi terbukti. Pemberantasan korupsi dengan cara diskriminatif tidak adil dan tebang pilih akan melanggengkan korupsi,” tambahnya.
Selain itu di tahun ini banyak permasalahan hukum menonjol dan mendapat perhatian publik namun tidak memenuhi rasa keadilan. Terutama dari sisi kebebasan berpendapat.
 
“Fenomena persekusi serta gugatan praperadilan menjadi kasus menonjol,” tuturnya lagi.
Ia menerangkan kebebasan berpendapat telah terbelenggu, di mana penerapan pasal di UU Informasi dan Transaksi elektronik (ITE) kerap disalahgunakan dalam penegakan hukum.
"Sudah bukan menjadi rahasia umum bahwa UU ini digunakan bagi kelompok yang powerfull (berkuasa) versus powerless (tak berdaya). Hal itu dapat menyandera kebebasan berpendapat," ucapnya.
 

Reporter: Ervan Bayu
Editor: Hendri Firzani
 
 

Sumber : http://www.gatra.com/hukum/300237-ca...h-tebang-pilih

---

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
328
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Gatra.com
Gatra.com
icon
36.1KThread425Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.