nibitorAvatar border
TS
nibitor
Daya Saing Komoditas Ekspor Tak kompetitif
Daya Saing Komoditas Ekspor Tak kompetitif

MEDAN, KOMPAS — Buruknya infrastruktur di Sumatera dan premanisme yang terjadi mengakibatkan biaya angkut komoditas, khususnya komoditas ekspor andalan Sumatera seperti kopi, kelapa sawit, rempah, dan karet, membengkak.
Beban biaya yang timbul akibat panjangnya rantai pasok dan gangguan di jalur distribusi ditanggung renteng mulai dari petani, sopir, hingga pengusaha sehingga komoditas itu menjadi tidak kompetitif.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara Edy Irwansyah, Selasa (28/2), di Medan, mengatakan, biaya logistik karet bisa dihemat hingga 50 persen jika infrastruktur jalan bisa diperbaiki.

Saat ini, kemacetan terjadi di banyak titik sehingga waktu pengiriman sangat lama dan sulit diprediksi. Butuh waktu lima jam untuk mengirim karet remah dari pabrik di Tebing Tinggi menuju Pelabuhan Belawan yang jaraknya sekitar 100 kilometer.

”Ini membuat satu truk hanya bisa beroperasi sekali dalam sehari. Padahal, jarak pabrik ke pelabuhan tergolong dekat,” katanya. Para pengusaha juga harus bersiasat mengatasi kemacetan di jalan sekaligus menghindari pencurian.

Jika berjalan pada siang hari, truk harus bersiap menghadapi kemacetan. Namun, jika nekat berjalan malam hari, mereka harus bersiap melawan penjahat.

Dengan kondisi infrastruktur yang buruk, kata Edy, perusahaan karet Indonesia harus bersaing dengan penghasil karet dunia, seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia.

Padahal, di sana infrastruktur jalan sudah sangat bagus. Jalan dari kebun ke pabrik hingga ke pelabuhan mulus dan bebas dari pencurian.

Dengan demikian, pelaku industri karet dari Thailand, Vietnam, dan Malaysia mendapatkan margin yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh pelaku industri di Tanah Air.

Barang bawaan sering dijarah


Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Sumatera Utara Timbas Ginting menambahkan, biaya pengangkutan tandan buah segar dari petani sekitar Rp 1.000 per kilogram (kg).

Namun, saat tiba di pabrik, harganya naik menjadi Rp 1.500 per kg karena infrastruktur yang buruk. ”Biaya logistik dari kebun ke pabrik saja sudah 50 persen. Padahal, jaraknya hanya sekitar 10 kilometer,” katanya.


Pengusaha juga harus menanggung peliknya masalah pengangkutan dari pabrik ke Pelabuhan Belawan. Truk tangki pembawa minyak kelapa sawit mentah (CPO) sering kali dijarah.

Saat sopir mengurangi kecepatan di jalan rusak, pencuri membuka keran tangki dan menjarah sebagian CPO. Truk pembawa CPO juga harus berkonvoi 4-5 unit sekali jalan agar tidak menjadi bulan-bulanan penjahat.

Menurut Adi (58), pengemudi angkutan komoditas karet yang biasa mengantarkan bokar karet dari Palembang menuju Medan, di Sembawa, Kabupaten Banyuasin, waktu tempuh menjadi panjang.

Penyebabnya kerusakan jalan di jalur Palembang-Jambi, khususnya di Kabupaten Banyuasin menuju Kabupaten Musi Banyuasin, membuat waktu tempuh dari Palembang hingga Jambi sampai setengah hari, padahal biasanya 6-8 jam.

Hal yang paling mengkhawatirkan adalah keberadaan preman yang tidak segan merusak kendaraan atau melukai pengemudi. Kawasan yang paling rawan adalah Desa Bedeng Seng, Kecamatan Tungkal Jaya, Kabupaten Musi Banyuasin. ”Ada rekan kami yang pernah dimintai uang Rp 500.000-Rp 2 juta.

Bahkan, saat ada mobil yang terperosok, mereka meminta upah Rp 1 juta,” ucap Adi. Kondisi inilah yang membuat pengemudi enggan berjalan pada malam hari, terutama di kawasan Betung-Sungai Lilin.

Biaya operasional semakin membengkak karena biasanya Palembang-Medan hanya empat hari, kini butuh waktu sampai lima hari.

Ketua Gapkindo Sumatera Selatan Alex K Eddy mengatakan, kerusakan jalan nasional berdampak signifikan terhadap peningkatan biaya angkut. Biasanya tambahan biaya transportasi ini akan dibebankan kepada petani.

Dikurangi 1 kg

Petani karet di Kecamatan Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Indra Kusuma (34), mengatakan, setiap kali penimbangan di pelelangan, bokar karet berukuran 30 kg-60 kg akan dikurangi 1 kg-3 kg. Alasan pengurangan untuk menutup biaya susut bokar dan transportasi.


”Mungkin dipotongnya lebih dari itu karena proses penimbangan dilakukan pedagang perantara. Saya hanya terima hasilnya saja,” ujar Indra.

Menurut dosen Magister Manajemen Universitas Bina Darma, Palembang, Rabin Ibnu Zainal, kerusakan jalan lintas timur menekan kinerja perekonomian daerah setelah harga komoditas ekspor unggulan di Sumatera itu melemah. Petani menjadi korban.

Pemerintah perlu membuat kebijakan strategis untuk mengatasi permasalahan ini. Sumatera Selatan, kata Ibnu, mengandalkan tiga komoditas ekspor sebagai penggerak perekonomiannya, yakni kelapa sawit, batubara, dan karet.

Saat ini, harga komoditas ekspor berfluktuatif lantaran kondisi pasar global yang belum stabil. ”Perlu ada kebijakan strategis yang dibuat pemerintah untuk menangkal penurunan harga di pasar global. Caranya dengan memperbaiki sarana infrastruktur dan tata niaga komoditas ekspor di daerah,” katanya.

Anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu, dalam kunjungannya ke Lampung, bertemu dengan jajaran Kepolisian Daerah Lampung. Ia meminta aparat Polda Lampung agar menindak tegas aksi premanisme di jalan lintas Sumatera. Ia juga meminta aparat tegas menindak anggotanya yang tertangkap tangan melakukan pungutan liar.

Sumber
https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170301/281513635933780

==========================================================================================================================================================================================================================

Sekarang kita tahu mengapa biaya operasional industri membengkak sehingga harga2 kebutuhan hidup meningkat di pasaran :

1. Pungli preman ormas dan okp sumut sepanjang jalur produksi dari hulu ke hilir, dari produksi hingga sampai ke swalayan/pasar

2. Penjarahan/pencurian oleh warga beking ormas sumut/preman setempat

3. Pungli preman spsi/sbsi/lokal/dst sepanjang jalur distribusi

4. Pungli aparat

5. Korupsi dana pembangunan dan maentenance infrastruktur oleh pejabat daerah

6. Pungli dan penjarahan perusahaan swasta yg menjadi rekanan pemerintah dalam membangun infrastruktur oleh ormas dan okp preman sumut (aspal jalan,pasang lampu jalan,cat marka jalan,bangun pembangkit listrik, dll wajib bayar uang preman spsi/pp/dst)

Dan semua biaya2 preman ini, yg nanggung adalah warga sumut, dalam bentuk lonjakan harga kebutuhan hidup yg menggila, rakyat akan berteriak dan mengkambing hitamkan pemerintah !

ORMAS DAN OKP PREMAN SUMUT = BELANDA HITAM (JAUH LEBIH JAHAT DARI BELANDA PUTIH)

https://www.change.org/p/jokowi-save-medan-city-north-sumatra-indonesia
Diubah oleh nibitor 06-03-2017 09:47
0
1.4K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.