Tertangkap OTT Rp 392 Juta, 2 Pengurus Koperasi Belawan Tersangka di Polda Sumut
Dua dari tiga pengurus Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Upaya Karya Pelabuhan Belawan yang tertangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT), telah dijadikan tersangka oleh Polda Sumut.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Rina Sari Ginting menyebutkan, kedua tersangka itu adalah SPM (39) yang menjabat sebagai sekretaris dan FHS (36), menjabat sebagai bendaraha.
“SPM dan FHS ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pemerasan dan/atau pemaksaan dengan ancaman dan/atau penipuan dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHP dan/atau Pasal 335 dan/atau Pasal 378 KUHP dan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,” jelas Kombes Rina dalam pesan siaran pers yang diterima wartawan, Selasa malam (1/11/2016).
Modus operandinya, kata Rina, pengurus koperasi meminta sejumlah uang pembayaran biaya bongkar muat kepada Perusahaan Bongkar Muat (PBM) dengan cara paksa.
“PBM diharuskan membayar sejumlah uang sebagai biaya bongkar muat terhadap pekerjaan yang tidak dilakukan oleh buruh, di mana biaya tersebut tidak sesuai dengan peraturan Keputusan Menteri Perhubungan dan Instruksi Presiden (No service No pay),” terangnya.
Selain itu, petugas juga mengamankan barang bukti uang sebesar Rp 392.930.000, slip pembayaran panjar 75 persen, Surat Perintah Kerja, Dokumen Legalitas Perusahaan, Nota Tagihan Koperasi, kwitansi pelunasan, AD/ART, Laporan Pertanggungjawaban (LPj) Koperasi TA 2013-2016, dan Laporan Pengeluaran Koperasi.
Sebelumnya diberitakan, Tim Gabungan Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Mabes Polri dan Polda Sumut melakukan OTT terhadap 3 pengurus koperasi TKBM Pelabuhan Belawan Upaya Karya.
Kapolda Sumut Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel didampingi Wakasatgas Brigjen Pol Heri Nahak mengatakan, OTT ini merupakan hasil penyelidikan bersama selama 2 pekan.
Para tersangka terlibat dalam tindakan pemerasan dengan modus meminta sejumlah uang pada pemilik barang untuk melakukan proses bongkar muat.
Padahal, sambung Rycko, pada praktiknya tenaga kerja bongkar muatnya tidak ada. Apa lagi untuk barang-barang tertentu seperti CPO dan kendaraan yang memang tidak memerlukan banyak tenaga untuk menurunkannya dari kapal.
“Ini bukan termasuk dwelling time. Ini masuk ke ranah tindak pidana pemerasan dengan cara meminta sejumlah uang pada pemilik barang. Padahal dalam prosesnya malah pemilik barang yang menyediakan peralatan dan orangnya,” jelasnya. (mira)
http://m.medansatu.com/berita/23187/...i-polda-sumut/