• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Mengukur Tingkat Kecerdasan Bangsa dari Kasus Poligami Aagym dan Putra Mario Teguh

RifanXAvatar border
TS
RifanX
Mengukur Tingkat Kecerdasan Bangsa dari Kasus Poligami Aagym dan Putra Mario Teguh
oleh: RifanX - Kaskuser 2011


Penelitian ini hanya berdasarkan asumsi pribadi, saya tidak menggunakan disiplin ilmu statistika apalagi ekonometrika untuk menarik kesimpulan antara korelasi premis-premis tersebut. Pendalaman saya terhadap fakta lapangan terkait permasalahan tersebut juga bisa dibilang abal-abal. Karena ini zaman post-modern. Di zaman ini banyak orang mendefinisikan realitas berdasarkan representasi media yang diwakili oleh gambar-gambar dan citra-citra media, terutama internet dan televisi. Sungguh menyedihkan memang. Rasa haru, sedih, senang dan marah mereka tergantung citra media atau tergantung apa yang ditampilkan dan direspon oleh media.

Bila kita flasback kebelakang mengenai kasus Aagym saya masih kecil saat itu, namun di perpustakaan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) saya di kampus menemukan buku yang menarik namun rendahan, saya heran kenapa buku tersebut ada di perpustakaan UKM saya yang mayoritas isi bukunya adalah buku-buku pemikiran yang radikal dan komprehensif. Buku rendahan yang saya baca itu menceritakan keluh kesan jamaah Aagym yang tidak ridho kalau Teh Ninih di madu. Saya hanya baca sebentar karena kalau kelamaan saya berarti telah menyia-nyiakan waktu saya. Fakta terkait kasus Aagym ini sudah kita ketahui semuanya. Popularitas Aagym merosot tajam bukan main, masyarakat heboh dan tertuju terhadap permasalahan pribadi Aagym yang dipakai untuk menilai dengan memukul rata (generalisasi) sosok seorang Aagym.

Padahal saya rasa kualitas dakwah Aagym ini tidak ada yang berubah apalagi menurun. Saya tahu persis (ga persis banget sebanarnya) apa yang dilakukan jamaahnya di Yayasan Darut Tauhid karena kampus saya tetanggaan dengan Darut Tauhid. Kontribusi yang Aagym berikan untuk warga sekitar dan mahasiswa kampus saya sungguh sangat terasa manfaatnya. Namun tentu Aagym sekarang tidak sepopuler dulu, walau begitu Alhamdulillah hikmahnya sekarang yang populer adalah seperti Felix Siauw yang satu pemikiran dengan saya yaitu tegakkan Khilafah! bukan yang sekedar hanya dakwah sabar, sholat, dan sedekah.

Lalu mengenai kasus Mario Teguh (MT). Saya masih ingat beberapa tahun kebelakang saya memaksakan diri nonton acaranya MT seminggu sekali atau dua kali tiap jam 20.00, entah kenapa saya melakukan tindakan bodoh tersebut (mungkin karena euforia saja) karena sekarang tidak ada bekasnya atau manfaatnya sama-sekali. Mungkin karena saya tipe pemikir, teman saya mengatakan saya tidak akan mempan diberikan asupan-asupan motivator atau trainer walau sejuta kali. Teman saya sekaligus guru saya dalam analisis opini ini menyebutkan kalau saya adalah tipe pemikir. Perubahan atau pengaruh dalam diri saya akan terjadi bila saya diajak berpikir dengan tematik, sistematik, dan argumentatif serta komprehensif.

Sudah cukup curhatnya, kembali ke masalah MT. Yang terjadi dengan MT ini tidak jauh dengan Aagym yaitu masalah pribadi, walau memang secara naluriah ini adalah hal yang memalukan. Saya tidak melihat kasus ini dalam-dalam karena akan menyia-nyiakan waktu saya. Namun dengan menggunakan pendekatan pendefinisian realitas post-modern yang disebutkan sebelumnya. Sungguh betapa ramainya kasus MT ini sampai-sampai menandingi kasus Ahok dan euforia PON Jabar. Rasanya masyarakat Indonesia senang sekali menghabiskan waktu membicarakan hal seperti itu.

Korelasinya dengan Tingkat Kecerdasan Masyarakat Indonesia

Untuk hal ini boleh-lah saya gunakan kata-katanya Benjamin Franklin (entah benar entah tidak dari Benjamin Franklin) kurang lebih terjemahannya seperti ini:

Pikiran yang rendah membicarakan orang lain, pikiran yang sedang(rata-rata) membicarakan kejadian, pikiran yang besar membicarakan ide-ide dan gagasan

sudah tahu kan kesimpulannya kalau tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia ada dimana?

Saya pikir bukan cuman kasus Aagym dan MT saja, kasus pribadi tetangga sebelah pun bisa jadi hits berminggu-minggu di sebuah pemukiman, baik pemukiman kumuh atau pemukiman mewah. Ini berarti dengan realitas yang menyedihkan ini saya mendukung 100% revolusi mentalnya Jokowi walau tidak jelas seperti apa program-programnya dan langkah-langkahnya. Saya setuju dengan dua katanya saja yaitu "Revolusi Mental" dan saya pikir masyarakat Indonesia memang perlu revolusi mental yang radikal agar bisa berpikir besar.


sekian dan wassalam.
Diubah oleh RifanX 18-09-2016 00:29
2
24.7K
241
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.