- Beranda
- The Lounge
Hot Topik Kerajaan Gowa dikuasai Politikis, Siap-siap kerajaan lain di Nusantara
...
TS
Dzargon
Hot Topik Kerajaan Gowa dikuasai Politikis, Siap-siap kerajaan lain di Nusantara
Bupati Ingin Dilantik Jadi Raja
Sejatinya Kerajaan Gowa memang telah menyatakan diri bergabung dengan NKRI pada tahun 1945 dan secara administrasi Gowa berubah menjadi Kabupaten. Hal ini juga terjadi pada beberapa kerajaan yang ada di Nusantara, seperti keraton Solo. Namun ada beberapa hal yang perlu diketahui bahwa dengan berubahnya sistem kerajaan menajdi Bupati tidak serta merubah aturan bahwa Bupati adalah Raja yang dipilih secara demokrasi karena sistem Monarki tetap melalui garis darah[/SPOILER]
Hak keperdataan raja dan keturuan raja tidak serta merta hilang setelah menyatakan diri bergabung dengan NKRI dengan kata lain, Tanah dna harta benda yang dikuasai oleh raja terdahulu tetap menjadi warisan kepada anak cucunya adapaun aturan mengenai penguasaan Lahan oleh perseorangan diatur oleh negara, namun tidak berarti dambil begitu saja. (Silahkan baca aturan Redistribusi dari Badan Pertanahan Nasional).
Jika bupati di lantik menjadi Raja bisa saj mengarahkan pad penguasaan warisan raja yang pada hari ini masih banyak dan di kuasai oleh pewaris sah. Melantik diri sebagai raja bisa jadi mengarahkan pada penguasaan hak waris. Dari yang awalnya milik keturuan Andi Ijo menjadi Miliki Bupati yang melantik diri sebagai Sombayya ri Gowa (Raja di Gowa)
Jika hal ini berhasil di Gowa, tidak tertutup kemungkinan kerajaan-kerajaan lain dinusatara akan dihapus secara paksa oleh kekuasaan DPRD, dan generasi selanjutnya tidak akan kehilangan adat, budaya dan sejarah dari bangsa ini.
Ini cuman Pendapat ane Gan, Kalau sudah jadi Bupati terus mau menjadi raja kira-kira niat apa yang dibalik itu. Walaurakyat dah rusuh tapi tetap ngotot
A. SEJARAH DAN ASAL USUL GOWA
1. Asal Usul Nama Gowa Nama Gowa hingga saat ini belum diketahui pasti asal usulnya, mengingat belum ada sebuah buku lontarak pun yang menerangkannya, hanya saja ada beberapa pendapat dari ahli sejarah seperti Ahmad Makka Rausu Amansya Daeng Ngilau, mengemukakan bawah nama Gowa mungkin sekali berasal dari kata “GOARI” yang berarti “kamar atau bilik”. Kemudian Prof. Mattulada menerangkan makna kata Gaori itu berarti “Penghimpunan” ke dalam suatu tempat atau ruangan. Biasanya penghimpunan sejumlah (pemimpin) kaum secara bersama-sama menyatukan diri dalam suatu persekutuan teritorial. Menurut Andi Ijo Karaeng, nama Gowa sebenarnya berasal dari perkataan ‘Gua” yang berarti “liang” di mana sekitar tempat Hulah ditemukan hadirnya Tumanurunga sebutan.
Lahirnya penyebutan Gowa sebagai nama kerajaan, mungkin juga tidak terlepas dari sejarah pengangkatan Tumanurunga menjadi raja Gowa pertama. Diriwayatkan pada masa sebelum hadir Tumanurunga di butta Gowa, ketika itu Gowa berbentuk kerajaan-kerajaan kecil yang mengikatkan diri dalam bentuk persekutuan (Bondgenoot) atau pemerintahan gabungan (Federasi) di bawah penguasaan Paccailaya (ketua dewan hakim pemisah). Kesembilan Kasuwiang disebut juga Kasuwiang Salapanga atau “Sembilan kelompok kaum” yang mewakili masing-masing dalam persekutuan itu ialah :
1. Kasuwiang Tombolo
2. Kasuwiang Lakiung
3. Kasuwiang Samata
4. Kasuwiang Parang-parang
5. Kasuwiang Data
6. Kasuwiang Agang Je’ne
7. Kasuwiang Bisei
8. Kasuwiang Kailing
9. Kasuwiang Sero
Kondisi tanah Gowa masa sebelum hadirnya Tumanurunga senantiasa dilanda perang saudara antara Gowa bagian utara dan Gowa bagian selatan seberang Jeneberang. Oleh karena itu diperlukanlah seorang pemimpin yang berwibawa untuk mengatasinya. Diriwayatkan terdengarlah berita oleh Paccallaya bahwa ada seorang putri yang turun dari atas bukit Tamalate tepatnya di Taka’bassia. Orang-orang yang berada di Bontobiraeng melihat sesuatu di sebelah utara seberkas cahaya di atas, bergerak perlahan-lahan turun ke bawah ternyata menuju Taka’bassia tepatnya persis di atas sebuah bongkahan batu perbukita. Gallarang mangasa dan tombolok yang memang diserahi tugas mencari tokoh yang bisa menjadi pemersatu kaum dalam persekutuan Butta Gowa.
Paccailaya bersama kesembilan kasuwiang bergegas ke Taka’bassia. Mereka duduk mengelilingi cahaya tersebut sambil bertafakkur. Serta merta dari cahaya menjelma wujud manusia, seorang wanita cantik menakjubkan dengan memakai pakaian kebesaran yang mengagumkan kasuwiang salapanga dan paccallaya tak mengetahui nama dari puteri ratu tersebut sehingga diberi nama “Tumarunung Bainea” atau Tumarununga yang artinya orang (wanita) yang menjelma yang turun dari atas dan tidak diketahui asal usulnya. Paccallaya dan kasuwiang salapangan kemudian bersepakat menjadikan Tumanurunga raja, dan memberitahukan kepada oragn-orang yang berperang agar menghentikan pertempuran. Paccallaya kemudian mendekati Tumanurunga dan bersembah “Sombangku!” (Tuanku) kami datang semua ke hadapan sombangku, kiranya sombangku sudi menetap di negeri kami dan sombakulah yang merajai kami”.
Permohonan Paccallaya pun dikabulkan oleh Tumanurunga dan berseru kepada orang banyak yang hadir di tempat itu, “Sombai karaengnu tu Gowa!” (sembahlah rajamu hai orang Gowa), maka gemuruhlah orang banyak “Sombangku”. Mungkin sejak itulah bermula nama Gowa dipergunakan secara resmi sebagai sebutan bagi kerajaan Gowa. 2. Sejarah Ringkas Gowa Masa sebelum kemerdekaan Berdasarkan bukti sejarah, maka dapat dipastikan bahwa sejarah Indonesia sebenarnya harus dibagi tiga periode sebelum terbentuknya Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu. Pertama, periode Sriwijaya di Palembang, Kedua Majapahit di Jawa Timur dan Ketiga Gowa di Sulawesi Selatan. Ketiga kerajaan dalam periode masing-masing memiliki pengaruh dan kekuasaan yang lebih luas dari seluruh kerajaan yang pernah ada di tanah air. Kerajaan Gowa dari Kawasan Timur di abad VI-XVII menguasai dua pertiga nusantara.
Kapan waktu permulaan lahirnya Kerajaan Gowa dan kemudian menjadi imperium tersebut, sampai kini belum diketahui pasti buku lontarak sendiri yang merupakan sumber utama tentang hal itu terlalu ringkas menerangkannya. Dalam lontarak hanya dikemukakan, bahwa sebelum Gowa diperintah seorang putri yang dinamakan Tumanurunga, ada empat raja sebelumnya pernah mengendalikan Gowa purba berturut-turut yaitu :
1. Batara Guru
2. Saudara Batara Guru yang dibunuh oleh Tatali, tidak diketahui nama aslinya.
3. Ratu Sapu atau Marancai
4. Karaeng Katangka, yang nama aslinya juga tidak diketahui.
Dari mana asal keempat raja tersebut, dan bagaimana cara pemerintahannya tidak diketahui pula, tetapi mungkin pada zaman mereka pula Gowa purba terdiri dari sembilan negeri dan mungkin juga lebih yang dikepalai seorang penguasa sebagai raja kecil. Sesudah pemerintahan Karaeng Katangka, maka sembilan kerjaan kecil bergabung dalam bentuk pemerintahan Federasi yang diketuai seorang pejabat disebut Paccallaya yang diangkat kalangan mereka. Kesembilan kerajaan yang tergabung itulah yang disebut Kasuwirang Salapanga. Sebagaimana digambarkan dalam uraian asal usul Gowa di atas, jelaskan tonggak peristiwa sejarah yang menandai terbentuknya kerajaan Gowa secara resmi adalah dimulai ketika kehadiran Tumanurunga di Taka’bassia Tamalate berdasarkan atas perjanjian pemerintahan (Government Contract) antara Tumanurunga dengan sembilan Kasuwiang yang terjadi kira-kira tahun 1300 sesuai kesepakatan antara Tumanurunga dengan kesembilan Kasuwiang itu, dinyatakan berdirinya sebuah kerajaan berdasarkan kesediaan kesembilan Kasuwiang menyerahkan daerahnya masing-masing dan tunduk di bawah pemerintahan Tumanurunga sebagai “Somba Ri Gowa” (Raja Gowa) yang sekaligus merupakan simbol persatuan seluruh orang Makassar pada saat itu.
Masa pemerintahan Tumanurunga berlangsung sejak tahun 1320-1345. Sejak itu pemerintahan di bawah Tumanurung, pemerintahan berlangsung aman tanpa ada lagi bentrok fisik. Diriwayatkan bahwa raja Tumanurunga kemudian kimpoi dengan Karaeng Bayo, seorang pendatang yang tidak diketahui asal muasal dan negerinya, hanya dikatakan berasal dari arah selatan bersama seorang temannya bernama Lakipadada. Dari perkimpoian tersebut lahirlah Tumassalangga Baraya yang menjadi raja Gowa kedua (1345-1370) setelah pemerintahan ibunya. Diriwayatkan bahwa sejak raja Gowa pertama hingga raja Gowa VIII Pakere’-Tau Tunijallo dipusatkan di Tamalate ialah tempatnya dibangun istana Raja Gowa pertama dan merupakan ibu kota pertama kerajaan Gowa sebelum berpindah ke Somba Opu.
Masa Sesudah Kemerdekaan Pada awal dicetuskannya Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, yang menandai gabungan seluruh daerah nusantara ke dalam negara kesatuan, rakyat Gowa tetap tampil berjuang mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Daerah Gowa merupakan basis utama gerakan seperti Lipang Bajeng, Macan Putih (Macan Keboka) dan Harimau Indonesia, beserta pangkalan tokoh-tokoh seperti Wolter Menginsidi, Emmi Saelan dan Ranggong Daeng ROmo. Hal yang patut diketahui lebih jauh adalah reorganisasi pemerintahan Gowa sesudah Kemerdekaan di zaman NIT (Negara Indonesia Timur) ketika Raja Gowa XXXVI, Andi Ijo Karaeng Lalolang Putera I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bontonompo (Raja Gowa XXXV) dilantik pada tanggal 25 April 1947, walaupun pengangkatannya disahkan pemerintahan Belanda pada September 1946. Sejarah pemerintah Gowa mengalami perubahan sesuai dengan sistem pemerintahan Republik Indonesia. Setelah NIT dibubarkan dan berlaku sistem pemerintahan parlementer berdasarkan UUD 1950, dan lebih khusus memenuhi Undang-Undang Darurat No. 2 tahun 1957, maka daerah Swapraja yang bergabung dalam Onderafdeling Kabupaten Makassar dibubarkan. Kemudian pada tahun 1971, Gowa terpaksa dihadapkan kepada suatu pilihan yang sulit ditolak atas PP No. 51/1971 tentang perluasan wilayah Kota Madya Ujung Pandang sebagai ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan PP tersebut Gowa akhirnya menyerahkan sebagian wilayahnya, yaitu kecamatan Panakukang dan Kecamatan Tamalate, beserta Desa Barombong (sebelumnya adalah salah satu desa dari kecamatan Pallangga). Jumlah seluruhnya 10 desa yang dialihkan masuk dalam wilayah administratif Kota Madya Ujung Pandang
Silsilah Raja-raja Sombayya Ri Gowa
1. Tumanurunga (+ 1300)
2. Tumassalangga Baraya
3. Puang Loe Lembang
4. I Tuniatabanri
5. Karampang ri Gowa
6. Tunatangka Lopi (+ 1400)
7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590).
13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593).
14. I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam.[1]
15. I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653
16. I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670
17. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu' Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681. . I Mallawakkang Daeng Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminanga ri Passiringanna
18. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
19. I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
20. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
21. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
22. I Manrabbia Sultan Najamuddin
23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi. (Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735)
24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753) 26. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795) 27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
28. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
29. I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825) 31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893) 33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893- wafat 18 Mei 1895)
34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895. Ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906. Ia meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906.[2]
35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada tahun 1978.
Sumur dan Mulutrasi Sejarah Kerajaan Gowa Tallo
Ane Suka komennya
Spoiler for Bupati Ingin menjadi Raja:
Puluhan pasukan kerajaan Gowa terlibat bentrok dengan ratusan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu preman, Minggu (11/9/2016). Bentrokan menggunakan senjata tajam ini mengakibatkan dua orang terluka terkena sabetan senjata tajam dan anak panah. Peristiwa bentrokan yang terjadi pada pukul 12.25 wita di Istana Balla Lompoa, Jalan Sultan Hasanuddin, Kelurahan Sungguminasa Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.
Bentrok bermula dari adanya arakan pasukan kerajaan bersama sejumlah pemangku adat sebagai rangkaian dari ritual pencucian benda pusaka kerajaan yang secara turun-temurun digelar setiap tahunnya. Saat arak-arakan budaya ini digelar, pasukan kerajaan diserang menggunakan anak panah yang bersumber dari dalam Istana Balla Lompoa yang dijaga ketat boleh ratusan Satpol PP dibantu preman. Akibatnya, pasukan kerajaan mengamuk dan menyerang balik penyerang hingga masuk Istana Balla Lompoa. Tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat kepolisian tak menyiutkan nyali kedua belah pihak yang bertikai.
Bentrokan menggunakan panah, tombak, dan panik ini mengakibatkan dua orang pasukan kerajaan terluka terkena bacokan senjata tajam dan anak panah. Sementara dari pihak Satpol PP belum diketahui berapa korban luka lantaran awak media dilarang meliput oleh sejumlah petugas Satpol PP. "Kami sudah mengalah karena kami menggelar ritual di luar istana padahal secara turun temurun ritual adat ini harus digelar di dalam istana tapi nyatanya kami juga diserang walau pun di luar istana makanya pasukan mengamuk," kata Andi Rivai salah seorang pemangku adat Kerajaan Gowa.
Bentrokan ini berakhir setelah sejumlah petinggi Polri tiba di lokasi dan berjanji akan mengusut tuntas pelaku penyerangan yang mengakibatkan seorang anggota pasukan kerajaan terluka. "Korban penyerangan kami sudah arahkan untuk melapor secara resmi dan kami akan usut tuntas," ujar Kompol Henri, Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Gowa yang turut serta menenangkan kedua belah pihak yang bertikai. Sejatinya, bentrokan ini merupakan buntut dari konflik keluarga Kerajaan Gowa dengan keluarga bupati setempat yang berujung dengan penobatan sepihak Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichan Yakin Limpo sebagai Raja Gowa berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Hal ini ditentang oleh berbagai kalangan lantaran bupati bukan berasal dari garis keturunan Raja Gowa apalagi sebagai pewaris tahta kerajaan. Sementara Raja Gowa ke-37, pewaris tahta yang sah kerajaan Gowa, yang dikonfirmasi terkait dengan bentrokan ini hanya bisa prihatin dan menghimbau agar bupati setempat berhenti mengusik keluarga kerajaan . "Ini bentuk otoriter bupati sekarang ini, yang namanya raja itu berdasarkan garis ke turun bukan berdasarkan penunjukan anggota dewan dan raja itu dilantik oleh dewan adat kerajaan bukan dilantik oleh anggota DPRD yang notabenenya dari partai politik," ucap Andi Maddusila Daeng Mattawang Karaeng Lalolang.]
Bentrok bermula dari adanya arakan pasukan kerajaan bersama sejumlah pemangku adat sebagai rangkaian dari ritual pencucian benda pusaka kerajaan yang secara turun-temurun digelar setiap tahunnya. Saat arak-arakan budaya ini digelar, pasukan kerajaan diserang menggunakan anak panah yang bersumber dari dalam Istana Balla Lompoa yang dijaga ketat boleh ratusan Satpol PP dibantu preman. Akibatnya, pasukan kerajaan mengamuk dan menyerang balik penyerang hingga masuk Istana Balla Lompoa. Tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat kepolisian tak menyiutkan nyali kedua belah pihak yang bertikai.
Bentrokan menggunakan panah, tombak, dan panik ini mengakibatkan dua orang pasukan kerajaan terluka terkena bacokan senjata tajam dan anak panah. Sementara dari pihak Satpol PP belum diketahui berapa korban luka lantaran awak media dilarang meliput oleh sejumlah petugas Satpol PP. "Kami sudah mengalah karena kami menggelar ritual di luar istana padahal secara turun temurun ritual adat ini harus digelar di dalam istana tapi nyatanya kami juga diserang walau pun di luar istana makanya pasukan mengamuk," kata Andi Rivai salah seorang pemangku adat Kerajaan Gowa.
Bentrokan ini berakhir setelah sejumlah petinggi Polri tiba di lokasi dan berjanji akan mengusut tuntas pelaku penyerangan yang mengakibatkan seorang anggota pasukan kerajaan terluka. "Korban penyerangan kami sudah arahkan untuk melapor secara resmi dan kami akan usut tuntas," ujar Kompol Henri, Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Gowa yang turut serta menenangkan kedua belah pihak yang bertikai. Sejatinya, bentrokan ini merupakan buntut dari konflik keluarga Kerajaan Gowa dengan keluarga bupati setempat yang berujung dengan penobatan sepihak Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichan Yakin Limpo sebagai Raja Gowa berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Hal ini ditentang oleh berbagai kalangan lantaran bupati bukan berasal dari garis keturunan Raja Gowa apalagi sebagai pewaris tahta kerajaan. Sementara Raja Gowa ke-37, pewaris tahta yang sah kerajaan Gowa, yang dikonfirmasi terkait dengan bentrokan ini hanya bisa prihatin dan menghimbau agar bupati setempat berhenti mengusik keluarga kerajaan . "Ini bentuk otoriter bupati sekarang ini, yang namanya raja itu berdasarkan garis ke turun bukan berdasarkan penunjukan anggota dewan dan raja itu dilantik oleh dewan adat kerajaan bukan dilantik oleh anggota DPRD yang notabenenya dari partai politik," ucap Andi Maddusila Daeng Mattawang Karaeng Lalolang.]
Sejatinya Kerajaan Gowa memang telah menyatakan diri bergabung dengan NKRI pada tahun 1945 dan secara administrasi Gowa berubah menjadi Kabupaten. Hal ini juga terjadi pada beberapa kerajaan yang ada di Nusantara, seperti keraton Solo. Namun ada beberapa hal yang perlu diketahui bahwa dengan berubahnya sistem kerajaan menajdi Bupati tidak serta merubah aturan bahwa Bupati adalah Raja yang dipilih secara demokrasi karena sistem Monarki tetap melalui garis darah[/SPOILER]
Hak keperdataan raja dan keturuan raja tidak serta merta hilang setelah menyatakan diri bergabung dengan NKRI dengan kata lain, Tanah dna harta benda yang dikuasai oleh raja terdahulu tetap menjadi warisan kepada anak cucunya adapaun aturan mengenai penguasaan Lahan oleh perseorangan diatur oleh negara, namun tidak berarti dambil begitu saja. (Silahkan baca aturan Redistribusi dari Badan Pertanahan Nasional).
Jika bupati di lantik menjadi Raja bisa saj mengarahkan pad penguasaan warisan raja yang pada hari ini masih banyak dan di kuasai oleh pewaris sah. Melantik diri sebagai raja bisa jadi mengarahkan pada penguasaan hak waris. Dari yang awalnya milik keturuan Andi Ijo menjadi Miliki Bupati yang melantik diri sebagai Sombayya ri Gowa (Raja di Gowa)
Jika hal ini berhasil di Gowa, tidak tertutup kemungkinan kerajaan-kerajaan lain dinusatara akan dihapus secara paksa oleh kekuasaan DPRD, dan generasi selanjutnya tidak akan kehilangan adat, budaya dan sejarah dari bangsa ini.
Ini cuman Pendapat ane Gan, Kalau sudah jadi Bupati terus mau menjadi raja kira-kira niat apa yang dibalik itu. Walaurakyat dah rusuh tapi tetap ngotot
Spoiler for Sejarah Singkat Kerajaan Gowa:
A. SEJARAH DAN ASAL USUL GOWA
1. Asal Usul Nama Gowa Nama Gowa hingga saat ini belum diketahui pasti asal usulnya, mengingat belum ada sebuah buku lontarak pun yang menerangkannya, hanya saja ada beberapa pendapat dari ahli sejarah seperti Ahmad Makka Rausu Amansya Daeng Ngilau, mengemukakan bawah nama Gowa mungkin sekali berasal dari kata “GOARI” yang berarti “kamar atau bilik”. Kemudian Prof. Mattulada menerangkan makna kata Gaori itu berarti “Penghimpunan” ke dalam suatu tempat atau ruangan. Biasanya penghimpunan sejumlah (pemimpin) kaum secara bersama-sama menyatukan diri dalam suatu persekutuan teritorial. Menurut Andi Ijo Karaeng, nama Gowa sebenarnya berasal dari perkataan ‘Gua” yang berarti “liang” di mana sekitar tempat Hulah ditemukan hadirnya Tumanurunga sebutan.
Lahirnya penyebutan Gowa sebagai nama kerajaan, mungkin juga tidak terlepas dari sejarah pengangkatan Tumanurunga menjadi raja Gowa pertama. Diriwayatkan pada masa sebelum hadir Tumanurunga di butta Gowa, ketika itu Gowa berbentuk kerajaan-kerajaan kecil yang mengikatkan diri dalam bentuk persekutuan (Bondgenoot) atau pemerintahan gabungan (Federasi) di bawah penguasaan Paccailaya (ketua dewan hakim pemisah). Kesembilan Kasuwiang disebut juga Kasuwiang Salapanga atau “Sembilan kelompok kaum” yang mewakili masing-masing dalam persekutuan itu ialah :
1. Kasuwiang Tombolo
2. Kasuwiang Lakiung
3. Kasuwiang Samata
4. Kasuwiang Parang-parang
5. Kasuwiang Data
6. Kasuwiang Agang Je’ne
7. Kasuwiang Bisei
8. Kasuwiang Kailing
9. Kasuwiang Sero
Kondisi tanah Gowa masa sebelum hadirnya Tumanurunga senantiasa dilanda perang saudara antara Gowa bagian utara dan Gowa bagian selatan seberang Jeneberang. Oleh karena itu diperlukanlah seorang pemimpin yang berwibawa untuk mengatasinya. Diriwayatkan terdengarlah berita oleh Paccallaya bahwa ada seorang putri yang turun dari atas bukit Tamalate tepatnya di Taka’bassia. Orang-orang yang berada di Bontobiraeng melihat sesuatu di sebelah utara seberkas cahaya di atas, bergerak perlahan-lahan turun ke bawah ternyata menuju Taka’bassia tepatnya persis di atas sebuah bongkahan batu perbukita. Gallarang mangasa dan tombolok yang memang diserahi tugas mencari tokoh yang bisa menjadi pemersatu kaum dalam persekutuan Butta Gowa.
Paccailaya bersama kesembilan kasuwiang bergegas ke Taka’bassia. Mereka duduk mengelilingi cahaya tersebut sambil bertafakkur. Serta merta dari cahaya menjelma wujud manusia, seorang wanita cantik menakjubkan dengan memakai pakaian kebesaran yang mengagumkan kasuwiang salapanga dan paccallaya tak mengetahui nama dari puteri ratu tersebut sehingga diberi nama “Tumarunung Bainea” atau Tumarununga yang artinya orang (wanita) yang menjelma yang turun dari atas dan tidak diketahui asal usulnya. Paccallaya dan kasuwiang salapangan kemudian bersepakat menjadikan Tumanurunga raja, dan memberitahukan kepada oragn-orang yang berperang agar menghentikan pertempuran. Paccallaya kemudian mendekati Tumanurunga dan bersembah “Sombangku!” (Tuanku) kami datang semua ke hadapan sombangku, kiranya sombangku sudi menetap di negeri kami dan sombakulah yang merajai kami”.
Permohonan Paccallaya pun dikabulkan oleh Tumanurunga dan berseru kepada orang banyak yang hadir di tempat itu, “Sombai karaengnu tu Gowa!” (sembahlah rajamu hai orang Gowa), maka gemuruhlah orang banyak “Sombangku”. Mungkin sejak itulah bermula nama Gowa dipergunakan secara resmi sebagai sebutan bagi kerajaan Gowa. 2. Sejarah Ringkas Gowa Masa sebelum kemerdekaan Berdasarkan bukti sejarah, maka dapat dipastikan bahwa sejarah Indonesia sebenarnya harus dibagi tiga periode sebelum terbentuknya Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu. Pertama, periode Sriwijaya di Palembang, Kedua Majapahit di Jawa Timur dan Ketiga Gowa di Sulawesi Selatan. Ketiga kerajaan dalam periode masing-masing memiliki pengaruh dan kekuasaan yang lebih luas dari seluruh kerajaan yang pernah ada di tanah air. Kerajaan Gowa dari Kawasan Timur di abad VI-XVII menguasai dua pertiga nusantara.
Kapan waktu permulaan lahirnya Kerajaan Gowa dan kemudian menjadi imperium tersebut, sampai kini belum diketahui pasti buku lontarak sendiri yang merupakan sumber utama tentang hal itu terlalu ringkas menerangkannya. Dalam lontarak hanya dikemukakan, bahwa sebelum Gowa diperintah seorang putri yang dinamakan Tumanurunga, ada empat raja sebelumnya pernah mengendalikan Gowa purba berturut-turut yaitu :
1. Batara Guru
2. Saudara Batara Guru yang dibunuh oleh Tatali, tidak diketahui nama aslinya.
3. Ratu Sapu atau Marancai
4. Karaeng Katangka, yang nama aslinya juga tidak diketahui.
Dari mana asal keempat raja tersebut, dan bagaimana cara pemerintahannya tidak diketahui pula, tetapi mungkin pada zaman mereka pula Gowa purba terdiri dari sembilan negeri dan mungkin juga lebih yang dikepalai seorang penguasa sebagai raja kecil. Sesudah pemerintahan Karaeng Katangka, maka sembilan kerjaan kecil bergabung dalam bentuk pemerintahan Federasi yang diketuai seorang pejabat disebut Paccallaya yang diangkat kalangan mereka. Kesembilan kerajaan yang tergabung itulah yang disebut Kasuwirang Salapanga. Sebagaimana digambarkan dalam uraian asal usul Gowa di atas, jelaskan tonggak peristiwa sejarah yang menandai terbentuknya kerajaan Gowa secara resmi adalah dimulai ketika kehadiran Tumanurunga di Taka’bassia Tamalate berdasarkan atas perjanjian pemerintahan (Government Contract) antara Tumanurunga dengan sembilan Kasuwiang yang terjadi kira-kira tahun 1300 sesuai kesepakatan antara Tumanurunga dengan kesembilan Kasuwiang itu, dinyatakan berdirinya sebuah kerajaan berdasarkan kesediaan kesembilan Kasuwiang menyerahkan daerahnya masing-masing dan tunduk di bawah pemerintahan Tumanurunga sebagai “Somba Ri Gowa” (Raja Gowa) yang sekaligus merupakan simbol persatuan seluruh orang Makassar pada saat itu.
Masa pemerintahan Tumanurunga berlangsung sejak tahun 1320-1345. Sejak itu pemerintahan di bawah Tumanurung, pemerintahan berlangsung aman tanpa ada lagi bentrok fisik. Diriwayatkan bahwa raja Tumanurunga kemudian kimpoi dengan Karaeng Bayo, seorang pendatang yang tidak diketahui asal muasal dan negerinya, hanya dikatakan berasal dari arah selatan bersama seorang temannya bernama Lakipadada. Dari perkimpoian tersebut lahirlah Tumassalangga Baraya yang menjadi raja Gowa kedua (1345-1370) setelah pemerintahan ibunya. Diriwayatkan bahwa sejak raja Gowa pertama hingga raja Gowa VIII Pakere’-Tau Tunijallo dipusatkan di Tamalate ialah tempatnya dibangun istana Raja Gowa pertama dan merupakan ibu kota pertama kerajaan Gowa sebelum berpindah ke Somba Opu.
Masa Sesudah Kemerdekaan Pada awal dicetuskannya Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, yang menandai gabungan seluruh daerah nusantara ke dalam negara kesatuan, rakyat Gowa tetap tampil berjuang mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Daerah Gowa merupakan basis utama gerakan seperti Lipang Bajeng, Macan Putih (Macan Keboka) dan Harimau Indonesia, beserta pangkalan tokoh-tokoh seperti Wolter Menginsidi, Emmi Saelan dan Ranggong Daeng ROmo. Hal yang patut diketahui lebih jauh adalah reorganisasi pemerintahan Gowa sesudah Kemerdekaan di zaman NIT (Negara Indonesia Timur) ketika Raja Gowa XXXVI, Andi Ijo Karaeng Lalolang Putera I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bontonompo (Raja Gowa XXXV) dilantik pada tanggal 25 April 1947, walaupun pengangkatannya disahkan pemerintahan Belanda pada September 1946. Sejarah pemerintah Gowa mengalami perubahan sesuai dengan sistem pemerintahan Republik Indonesia. Setelah NIT dibubarkan dan berlaku sistem pemerintahan parlementer berdasarkan UUD 1950, dan lebih khusus memenuhi Undang-Undang Darurat No. 2 tahun 1957, maka daerah Swapraja yang bergabung dalam Onderafdeling Kabupaten Makassar dibubarkan. Kemudian pada tahun 1971, Gowa terpaksa dihadapkan kepada suatu pilihan yang sulit ditolak atas PP No. 51/1971 tentang perluasan wilayah Kota Madya Ujung Pandang sebagai ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan PP tersebut Gowa akhirnya menyerahkan sebagian wilayahnya, yaitu kecamatan Panakukang dan Kecamatan Tamalate, beserta Desa Barombong (sebelumnya adalah salah satu desa dari kecamatan Pallangga). Jumlah seluruhnya 10 desa yang dialihkan masuk dalam wilayah administratif Kota Madya Ujung Pandang
Silsilah Raja-raja Sombayya Ri Gowa
1. Tumanurunga (+ 1300)
2. Tumassalangga Baraya
3. Puang Loe Lembang
4. I Tuniatabanri
5. Karampang ri Gowa
6. Tunatangka Lopi (+ 1400)
7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590).
13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593).
14. I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam.[1]
15. I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653
16. I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670
17. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu' Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681. . I Mallawakkang Daeng Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminanga ri Passiringanna
18. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
19. I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
20. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
21. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
22. I Manrabbia Sultan Najamuddin
23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi. (Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735)
24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753) 26. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795) 27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
28. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
29. I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825) 31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893) 33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893- wafat 18 Mei 1895)
34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895. Ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906. Ia meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906.[2]
35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada tahun 1978.
Sumur dan Mulutrasi Sejarah Kerajaan Gowa Tallo
Ane Suka komennya
Quote:
Original Posted By kruingputih2►Kalau anggota dhewan udah ikut campur dlm simbol2 kerajaan pasti rusuh jadinya. Seperti pernah sri sultan jogja dipertanyakan keabsahannya sebagai sultan jogja. Urusan adat yg sudah diterima dgn baik malah diprotes. Anggota dhewan saking pinternya jadi guoblok
Quote:
Original Posted By arfan►pemerintah sekarang sudah kaya zaman kolonial belanda, ikut campur dengan kerajaan2 yang ada di nusantara guna menancapkan kekuasaannya.
- Makassar : jaman sultan hasanuddin diadu domba dengan aru palaka,
- Banten : sultan ageng tirtayasa yang diadu domba dengan sultan haji (anaknya sendiri),
- Tidore : Pengangkatan Putra Alam sebagai Sultan di tidore yang sebenarnya tidak berhak,
- Bali : belanda tidak mau mengakui hak tawan karang di buleleng yang merupakan hukum adat,
- Banjar : Belanda membantu Pangeran Nata menjadi sultan dengan menyingkirkan Pangeran Amir yang berhak atas tahta Kerajaan Banjar
- dsb...
kalo pemerintah RI sekarang ikut campur urusan adat untuk kepentingan politik
- Makassar : jaman sultan hasanuddin diadu domba dengan aru palaka,
- Banten : sultan ageng tirtayasa yang diadu domba dengan sultan haji (anaknya sendiri),
- Tidore : Pengangkatan Putra Alam sebagai Sultan di tidore yang sebenarnya tidak berhak,
- Bali : belanda tidak mau mengakui hak tawan karang di buleleng yang merupakan hukum adat,
- Banjar : Belanda membantu Pangeran Nata menjadi sultan dengan menyingkirkan Pangeran Amir yang berhak atas tahta Kerajaan Banjar
- dsb...
kalo pemerintah RI sekarang ikut campur urusan adat untuk kepentingan politik
Diubah oleh Dzargon 14-09-2016 03:33
0
6.1K
Kutip
63
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
922.3KThread•80.9KAnggota
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru