berdikaricenterAvatar border
TS
berdikaricenter
KEDAULATAN NEGARA HARGA MATI !, PRESIDEN PIMPIN RAPAT KABINET TERBATAS DI NATUNA
Laut China Selatan (LCS) diperkirakan bakal menjadi wilayah konflik paling mematikan di Asia maupun dunia pada waktu mendatang. Sengketa yang melibatkan banyak negara di kawasan ini, juga akan menyeret negara-negara industri maju yang tergabung dalam Kelompok Tujuh (G-7). Indonesia pada awalnya meyakini tidak pada posisi terlibat dalam sengketa wilayah dengan Tiongkok di kawasan Laut China Selatan yang melibatkan sebagian besar negara anggota ASEAN. Dalam hal ini Indonesia tidak punya tumpang tindih klaim dengan negara manapun. Permasalahan tumpang tindih masalah tapal batas kontinental dengan Malaysia, sudah selesai dan dicatatkan ke PBB. Mengenai tumpang tindih kawasan ZEE dengan Malaysia di wilayah barat dan Vietnam di wilayah utara, sampai dengan saat ini terus dilakukan negosiasi. Pemerintah juga kini menggandeng pakar hukum internasional untuk membahas polemik di Laut China Selatan. Klaim Tiongkok di hampir seluruh Laut China Selatan membuat beberapa negara tetangganya meradang. Bahkan Filipina telah menggugat klaim Tiongkok itu ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag. Tiongkok sendiri telah menegaskan tidak akan mengakui apapun putusan dari mahkamah tersebut.

Laut China Selatan merupakan jalur perdagangan yang mengantarkan barang dan jasa internasional dengan nilai US$ 5 Triliun yang merupakan lima kali lipat GDP Indonesia. Dengan nilai sebesar itu, China dan negara-negara lain di kawasan itu, termasuk AS, sudah mulai terlibat pertikaian mengenai kendali teritorial di wilayah tersebut. Sekalipun Presiden Joko Widodo beberapa kali menegaskan bahwa Indonesia ingin tetap menjadi "Perantara yang Jujur" dalam perselisihan berbagai negara ini, dan "tak ada alasan" untuk terlibat, Indonesia secara perlahan mulai terseret pertikaian dengan pemerintah Tiongkok. Saat ini, 20 bulan telah berlalu sejak Presiden Joko Widodo merencanakan untuk menempatkan Indonesia sebagai negara poros maritim global, yang termasuk di dalamnya perhatian terhadap pengurangan konflik antara negara-negara di Laut China Selatan melalui upaya perdamaian internasional. Namun dalam beberapa bulan ini, Indonesia telah terlibat pertikaian "Insiden Maritim" dengan China di Perairan Natuna sebanyak tiga kali. Insiden pertama terjadi di bulan Maret 2016. Saat kapal pasukan penjaga pantai (Coast Guard) China membantu kapal nelayannya yang ditahan aparat Indonesia di dekat Natuna atas dugaan mencuri ikan. Kementerian KP dan Kementerian Luar Negeri Indonesia telah melalukan protes keras atas pelanggaran kedaulatan dengan memanggil Duta Besar China di Jakarta. Insiden kedua terjadi akhir bulan lalu, dimana Beijing memprotes keras tindakan AL Indonesia yang menyita China di perairan Kepulauan Natuna. Selanjutnya, insiden ketiga atau terbaru terjadi hari Jumat pekan lalu. Kapal perag AL Indonesia memburu 12 kapal asing yang diduga mencuri ikan di Natuna. Ada satu kapal berbendera China yang ditangkap. Dalam insiden terbaru ini, China protes keras dan menyalahkan Indonesia. Tindakan Indonesia melanggar hukum internasional, kata juru bicara Kemenlu China, Hua Chunying. Menurutnya, Indonesia sudah menyalahgunakan kekuatan militer untuk mem-bully kapal nelayan China. Pemerintah Tiongkok memprrotes dan mengutuk penggunaan kekuatan yang berlebihan, dan ngotot insiden penembakan terjadi di wilayah perairan "Tradisional" China, dimana Beijing telah mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan. Menyikapi insiden maritim tersebut, Presiden Joko Widodo mengambil sikap tegas dengan menginstruksikan jajarannya mempertahankan kedaulatan negara di seluruh wilayah Indonesia termasuk perairan Natuna, Kepulauan Riau berkaitan dengan klaim dari Tiongkok tersebut.

Presiden memerintahkan untuk mempertahankan kedaulatan wilayah RI yang dengan susah payah di bangun sejak zaman kemerdekaan. Presiden ingin ada penegakan kedaulatan di seluruh wilayah NKRI tanpa harus mengurangi hubungan baik dengan negara lain. Pemerintah mengambil langkah menjalankan diplomasi positif dengan Tiongkok namun kedaulatan negara adalah "Harga Mati" yang harus dipertahankan. Presiden Joko Widodo telah menegaskan sikap Indonesia terhadap pengakuan kepulauan Natuna oleh China. Presiden mengultimatum China agar dapat berhati-hati dalam menentukan peta perbatasan lautnya. Indonesia merupakan negara yang terancam dirugikan karena aksi China menggambar sembilan titik wilayah baru di Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Menurut Kementerian Luar Negeri, klaim China melanggar Zona Ekonomi Eksklusif milik RI. Sembilan titik-titik garis yang selama ini di klaim Tiongkok menandakan perbatasan maritimnya tidak memiliki dasar hukum internasional. Adanya beberapa "Insiden Maritim" di perairan Kepulauan Natuna itu, diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan, bahwa masalah klaim wilayah Laut China Selatan ikut menyasar Natuna menjadi kepedulian bangsa dan negara Indonesia dalam menjaga kedaulatan wilayahnya. China dan dunia Internasional harus diyakinkan bahwa Natuna adalah wilayah teritori Indonesia. Apalagi dalam klaim China tentang "Traditional Fishing Zone" di wilayah Natuna tidak ada dalam The United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS). Waktunya telah tiba bagi Indonesia memperkuat strata diplomasi dan pertahanan keamanan menyikapi politik terbaru Tiongkok yang secara sepihak mengklaim adanya tumpang tindih wilayah di Perairan Natuna. Tiongkok telah mengeluarkan pernyataan ada "Overlapping" di "Maritime Rights" atau hak memanfaatkan sumber daya laut. Bagi Indonesia, tidak ada "Overlapping Claim" di laut teritorial, Indonesia juga tidak memiliki "Overlapping" apapun dengan Tiongkok.

Indonesia tidak perlu merespon berlebihan protes Jubir Kemlu Tiongkok yang mengatakan Natuna termasuk wilayah penangkapan ikan tradisional mereka dan menyebut status Natuna masih belum jelas karena di klaim oleh Tiongkok dan Indinesia. Pemerintah hanya perlu mengedepankan kedaulatan di atas hubungan perekonomian dengan China, walaupun posisi Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara tujuan investasi China. Tercatat nilai investasi China ke Indinesia hingga Februari 2016 mencapai 23,25 Miliar Dollar AS. China telah menggeser posisi AS sebagai lima investor terbesar di Indonesia.

Ketegasan memang perlu ditunjukkan, meskipun Tiongkok merupakan negara sahabat dan banyak bekerja sama dengan Indonesia di sektor ekonomi. Prinsip diplomasi "Soft on People, Hard on Problem" dapat diterapkan kepada Tiongkok. Langkah terakhir Indonesia di perairan Natuna dapat dibenarkan ketika TNI AL menembaki kapal China yang mencuri ikan di Natuna. Indonesia dalam posisi mempertahankan Zona Ekonomi Eksklusufnya sesuai hukum internasional dan mempunyai kedaulatan atas kekayaan alsmnya. ZEE ialah wilayah perairan yang berjarak 200 mil laut dari garis pangkal. Disini, Indonesia berhak melakukan eksolorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam. Perlu diwaspadai, otoritas China telah membuat "Manuver Baru" dalam perseteruan seputar laut china selatan.

Mereka telah melatih para nelayannya menjadi milisi dan mata-mata. Para pelaut itu bertugas menjelajahi wilayah sengketa dan mengumpulkan informasi. Armada nelayan yang berbasis di Pulau Hainan, China, banyak berurusan dengan militer. Mereka tidak hanya mendapat subsidi bahan bakar dan perlengkapan perikanan, tetapi juga menerima latihan militer. Bukan lagi kapal perang, melainkan perahu para nelayan yang kini berdiri di garda terdepan. Terkait dengan itu, militer China kini giat melatih nelayan menjadi milisi tanpa senjata. Selain latihan manuver laut, Tiongkok juga menyediakan perlengkapan komunikasi kapal nelayannya dan GPS untuk 50.000 kapal nelayan agar dapat berhubungan dengan Pasukan Penjaga Pantai. Dari uraian inilah, kita melihat agenda Presiden Joko Widodo yang dijadwalkan akan menggelar rapat terbatas bersama sejumlah menteri di Natuna, Kamis pagi ini.

Presiden belum pernah berkunjung ke pulau di Utara Indonesia yang berbatasan dengan beberapa negara tersebut. Selain menggelar rapat terbatas bersama sejumlah menteri di Natuna, juga dilakukan penenggelaman kapal ikan milik nelayan asing yang ditangkap TNI AL belum lama ini. Kunjungan Presiden Joko Widodo di Natuna hari ini, dapat dimaknai membawa pesan bahwa perairan Natuna adalah wilayah Indonesia dan tak bisa diganggu gugat oleh negara manapun, termasuk China. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden ingin menegaskan bahwa Natuna adalah Kedaulatan Indonesia.

Sumber Berita
0
4.7K
52
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.8KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.