frankie8Avatar border
TS
frankie8
Mitos Jurnalisme
MITOS JURNALISME

IDENTITAS BUKU
Judul buku : Mitos Jurnalisme
Penulis : Dudi Sabil Iskandar & Rini Lestari
Penerbit : Penerbit Andi
Tahun Terbit : 2016
Jumlah Halaman : 330 Halaman
Edisi Cetakan : I, 1st Published
Jumlah Bab : 2 bab
ISBN : 978-979-29-5542-2


Era reformasi membuka peluang untuk terbukanya alam kebebasan pers. Pers yang selama orde baru seolah “disetir”, kini menemui kebebasan. Pers seakan menemukan rohnya sebagai penyuara fakta dan kebenaran. Namun apakah saat ini pers sudah benar-benar menyuarakan fakta dan kebenaran?

Momentum pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden 2014 seolah menunjukkan dengan gamblang bahwa pers Indonesia belum sepenuhnya netral, objektif dan independen. Pers seolah terbelah menjadi dua, masing-masing mendukung salah satu calon. Dalam hal itu, subjektivitas dukungan. Parahnya lagi, kondisi ini terjadi hampir di setiap pemberitaan. Mulai dari media cetak dan elektronik. Pemberitaan yang disajikan sering ditambahi “bumbu-bumbu” yang kadang tidak objektif dan sering ditemukan berita yang tidak cover both side.

Buku ini mencoba menelaah jurnalisme secara detail. Fokus utamanya adalah dari sisi konten berita yang disajikan. Buku ini mengangkat berita yang dibenturkan dengan mitos, sehingga akan terlihat, berita mana yang benar-benar produk jurnalisme murni dan berita yang hanya sekedar mitos.

Sepanjang sejarahnya, komunikasi mengenal dua aliran/ mazhab pemikiran. Yakni aliran perpindahan pesan (mazhab transmisi) dan aliran pertukaran makna (mazhab semiotika). Aliran penyampaian pesan adalah yang pertama dan tertua. Ia berkembang di Amerika Serikat, tepatnya sebelum Perang Dunia II. Elemen pokok dari aliran transmisi ini adalah komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Dalam perspektif ini, komunikasi adalah sebuah proses perpindahan pesan atau komunikasi bisa dipahami sebagai proses-proses penyampaian pesan, baik verbal maupun nonverbal.

Sedangkan aliran pertukaran makna digagas datang belakangan. Tepatnya datang setelah Perang Dunia II. Ia berkembang di Eropa. Makna menurut Charles Sanders Peirce dibangun dalam teori segitiga makna atau triangle meaning. Elemen utamanya adalah sign, object,dan interpretant.Aliran ini (di sebut aliran semiotik) memamndang komunikasi dalam sebuah proses yang rumit. Menurut mazhab ini, komunikasi tidak sesederhana perpindahan pesan dari komunikator ke komunikan. Tetapi proses komunikasi melibatkan budaya masing-masing elemen. Artinya, satu simbol tertentu akan dipandang berbeda oleh author dan reader.Kedua aliran komunikasi tersebut turut mewarnai perkembangan di dunia jurnalisme.

Konstruksi Realitas Sosial

Teori konstruksi realitas social adalah khas Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Teori ini di lansir dalam buku The Social Contruction of Reality : A Treatise in the Sociology of Knowladge.Teori Burger dan Lucman membahas tentang sosiologi pengetahuan. Keduanya berusaha mengembalikan hakikatdan peranan sosiologi pengetahuan dalam kerangka ranah sosiologi. Konstruksi Realitas Media Secara general, bisa di pastikan tidak ada masyarakat yang tidak tersentuh oleh media massa. Karena itu, lumrah bila efek media massa (baik yang di sengaja atau tidak di sengaja) pada masyarakat sangat terasa. Kecepatan dan perubahan budaya suatu masyarakat, misalnya sangat di tentukan sejauh mana media Media mengalami beberapa tahap perubahan, transformasi dan bahkan metamorphosis. Bermula dari surat kabar, buku, film, radio, dan internet. Media massa yang terakhir adalah internet kemudian mempopulerkan istilah media baru (new media). Kehadiran internet selanjutnya mengubah secara drastis dan dramatis perkembangan media massa.

Beberapa karakteristik media/jurnalisme online, antara lain
• Unlimited Space
• Audience Control
• Non-Lienarity
• Storage and Retrieval
• Immediacy
• Multimedia Capability
• Interactivity

Selanjutnya adalah “Mitos Jurnalisme sebagai Pilar Keempat Demokrasi”. Mitos secara etimologi adalah sebuah tipe pembicaraan atau wicara. Mitos adalah sesuatu untuk memahami mitos sebagai suatu objek, konsep atau gagasan. Mitos tidak didefinisikan dan diklaim oleh objek pesannya melainkan didefinisikan oleh cara penyampaian pesan. Wicara dalam jenis ini adalah suatu pesan. Dengan demikian hal ini tidak terbatas pada secara lisan. Mitos adalah suatu sistem yang janggal, karena ia dibentuk dari semiologis.

Singkat kata, nyaris semua media memiliki afiliasi, hubungan, dan kepentingan dengan partai politik. Dengan begitu, media di Indonesia tidak independen dan tidak bisa menentukan dirinya sendiri sebagai media. Hal ini karena independensi adalah harga mati bagi sebuah media. Dengan berdiri sendiri ia bisa menentukan kebijakan redaksi dan berita secara mandiri tanpa intervensi kepentingan nonmedia.

Di era modern dengan kapitalisme sebagai urat nadi, media dan politik bertemu dengan faktor bisnis. Dengan tuntutan kapitalisme media berubah menjadi industri, menjadi perusahaan yang berorientasi pada keuntungan. Ia bukan lembaga sosial sebagaiman fungsi dasarnya, yakni, menyampaikan berita. Maka lengkaplah penderitaan pers Indonesia ketika media bersinergi dnegan bisnis dan politik. Berita sebagai jantung jurnalisme kehilangan substansinya.

Media hanya bisa menjadi pilar keempat demokrasi jika mengambil jarak dan independen dengan tiga jenis kekuasaan yang terdapat pada lembaga negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Keberjarakan dengan politik, ekonomi, dan bisnis serta pemegang kekuasaan akan membuat media berani bersikap kritis. Pers menjadi mitos ketika pers kehilangan makna denotatifnya, yaitu sebagai penyampai informasi dan authormakna bagi khalayak. Pers menjadi mitos ketika ia berada di wilayah konotatif. Pers yang berfungsi sebagai penopang kekuasaan, penghasil bisnis, dan pemuas syahwat politik adalah pers dalam wujud mitos. Ia bukan lagi sebagai pilar keempat demokrasi tetapi pers sebagai penghancur demokrasi.

Teks dan Wacana Perspektif Teori Kritis

Ada tiga kunci yang menjadi konsentrasi dalam penelitian ini yaitu, teks, konteks dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa. Teks bukan hanya yang ada di atas kertas. Ia ekspresi semua bentuk komunikasi. Teks meliputi gambar, suara, citra, efek dan sebagainya. Konteks berarti memasukan semua situasi dan kondisi yang berada di luar teks. Ia adalah kondisi yang membentuk teks, baik produksi maupun konsumsinya. Wacana adalah makna dari teks dan konteks secara bersama.

Semiotika Roland Barthes

Semiotika adalah ilmu tentang tanda. Di muka bumi semuanya bisa menjadi tanda. Tanda terbagi dua yaitu tanda verbal dan nonverbal; alami dan buatan . segala sesuatu yang di tujuk dan dapat di interpretasikan adalah tanda. Contoh tanda antara lain bendera, isyarat, wajah, letak tertentu bintang, sikap, perangko terbalik, bunga, rambut uban, diam membisu, gagap, meludah, intensitas, kecepatan, kesabaran dan kegilaan.

Menurut Winfried Noth tanda (sign) berfungsi membangkitkan makna, makna timbul karena pertemuan antara pertanda (signifier) dan pertanda (signified). Juga makna timbul karena tanda selalu dapat di persepsi oleh perasaan (sense) dan pikiran (reason). Dengan menggunakan akal sehatnya seseorang biasanya menghubungkan sebuah tanda pada rujukannya (reference) untuk menemukan makna tanda itu.

Adalah dua tokoh semiotika awal yang memperkenalkan tanda. Mereka adalah ahli Linguistik Swiss, Ferdinand de Saussure dan filsuf Amerika, Charles Sanders Pierce. Meski keduanya memiliki konsep yang berbeda tentang tanda, tetapi nyaris semua ilmuan komunikasi khususnya sepakat dua orang tersebut sebagai tokoh semiotika awal. Saussure memakai istilah semiologi. Ini di ungkapkan dalam bukunya Lourse de Linguistique Generale yang di terbitkan muridnya setelah ia meninggal pada 1913. Sedangkan Pierce menggunakan istilah semiotik.

Mitos dan Ideologi
Mitos secara etimologi adalah sebuah tipe pembicaraan dan wicara (a type of speech). Selanjutnya mitos adalah sesuatu untuk memahami mitos sebagai suatu objek, konsep atau gagasan ; mitos merupakan mode pertandaan (a made of signification), suatu bentuk (a farm). Pemahaman lain tentang sudut pandang berkaitan dengan pandangan intelektual dan kritis yang di ambil berkaitan dengan materi dia ialah representasi. Ada tiga pola yang di temukan dalam mitos. Yakni penanda, petanda dan tanda.

Pasca reformasi hingga kini, perkembangan jurnalisme kita mengafirmasi satu hal. Bahwa produk jurnalistik adalah mitos, yaitu sesuatu anggapan yang belum tentu benar. Bandingkan dengan jurnalisme sejati yang pasti mengandung kebenaran seperti doktrin Bill Kovach dan Tom Rosentiel. Jurnalisme sebagai mitos bisa didekati melalui teori yang dikemukakan Shoemaker dan Reese ketika membaca media. Ada dua pendekatan, yakni, pasif (yang menempatkan media melaporkan realitas sosial yang sebenarnya) atau positivistik dan aktif (media mengkontruksi peristiwa menjadi realitas media) atau konstruktivis. Bahkan teori Shoemaker dan Reese ini perlu ditambahkan dengan pendekatan interaktif, yaitu sikap kritis untuk mencurigai agenda media dibalik berita. Dengan dua pendekatan aktif dan interaktif ini, media memiliki perspektif sendiri terhadap realitas yang bakal disajikan kepada publik. Inilah yang disebut berita sebagai manipulasi dalam berbagai betuk tergantung jenis medianya. Dengan kata lain, pembaca, pemirsa, dan penonton menginterpretasikan pesan dan makna yang disampaikan media dengan penuh kepentingan, bukan kebenaran. Hal ini terjadi karena produksi pesan dan maknanya pun berbanding lurus dengan penerima dan pembacanya. Media (jurnalisme) memiliki agenda sendiri dan mandiri. Ia tidak berhubungan dengan kepentingan publik.

Nama : Indah Wardatun Fadilah
Nim : 1471510642
kelompok : PU

Diubah oleh frankie8 10-06-2016 11:24
0
862
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
670KThread40.3KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.