BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Sandera Abu Sayyaf, tidur di daun nyiur dan ancaman gorok leher

Sepuluh sandera asal Indonesia yang dibebaskan kelompok Abu Sayyaf tengah bersantap di kamp militer Filipina di Jolo, pulau Sulu.
Pembebasan 10 warga Indonesia yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina akhirnya terjadi pada Minggu (1/5) bertepatan dengan peringatan Hari Buruh.

Salah satu juru runding, Mayor Jenderal (purn) Kivlan Zen, menuturkan bahwa pembebasan murni dilakukan melalui negosiasi. "Tidak ada pembayaran tebusan," ujarnya dikutip detikcom. Sebelumnya, penyandera meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp14,2 miliar.

Kesepuluh tawanan adalah anak buah kapal (ABK) tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang dirompak di perairan Tawi-tawi, Filipina Selatan, saat berlayar dari Kalimantan Selatan dengan tujuan Filipina, pada akhir Maret silam. Ketika para lanun yang sebagian besar mendiami pulau Jolo, Basian dan Mindanao, Filipina itu menyerbu, Anand 12 tengah mengangkut 7.000 ton batu bara.

Menurut Gubernur Abdusakur Tan II dari provinsi Sulu, semua sandera yang dilepaskan, termasuk sang kapten kapal, didrop dekat kediamannya pada Ahad pagi.

"Mereka basah kuyup karena saat itu hujan turun sangat deras," ujar Abdusakur dikutip The Wall Street Journal. "Saya kasih mereka handuk. Soalnya, mereka belum mandi selama 35 hari (menjadi sandera)," tambahnya.

Pekan lalu, seorang sandera asal Kanada, John Ridsdel, menemui ajal. Kepalanya dipenggal anggota gerombolan Abu Sayyaf setelah tenggat waktu pembayaran tebusan terlewat.

Julian Philip, salah satu sandera yang dibebaskan, melukiskan bagaimana mereka mendapatkan ancaman yang sama dari para perompak. "Kami semua risau karena mereka sering mengancam akan menggorok leher kami," ujarnya dikutip laman Inggris Daily Mail (2/5).

Saat pertama kali dicokok sebagai sandera, delapan lanun berperahu cepat menyamar dengan berpakaian laiknya polisi Filipina. Mereka kemudian menaiki kapal yang ia tumpangi dan mengikat semua awak kapal.

Setelah perahu ditinggalkan, sandera asal Indonesia lantas dibawa ke sebuah pulau dan dipecah menjadi dua kelompok. Mereka bergerak dengan interval beberapa hari demi menghindari militer Filipina.

Menurut Philip, para pembajak itu tidak menyakiti mereka. Ia pun berpikir bahwa "(para lanun) tidak ingin ada di antara kami yang mati karena mereka takkan dapat (uang tebusan)."

Ihwal tebusan, Philip tidak mengetahui apakah mereka dibebaskan setelah pembayaran dilakukan. "Kami hanya dimasukkan ke dalam mobil dan diberi tahu untuk menuju ke rumah gubernur," ujarnya.

Dalam pengakuan lain, Peter Tonsen Barahama, nakhoda Brahma 12, mengatakan para sandera mendapatkan perlakuan seadanya. "Kami tidur pun beralaskan daun kelapa. Sama dengan mereka. Jadi kami tidur di tanah, mereka tidur di tanah. Apa yang mereka makan, itu yang kami makan," ujarnya dikutip BBC Indonesia.

Namun demikian, Peter menegaskan bahwa kondisi demikian tidak lantas membuat para sandera sakit parah. "Kalau yang sakit ya sakit. Sakit biasa. Kurang makan, terlambat makan, gatal-gatal," kata Peter. Para sandera pun tidak mengalami tindak kekerasan. "Ancaman dan ultimatum ada. Tapi, ya, hanya bercanda. Tidak ada eksekusi," jelasnya.

Daily Mail menulis bahwa para pelaut itu tiba di rumah gubernur Jolo, daerah pegunungan yang ditumbuhi hutan di sebelah selatan Filipina. Wilayah itu telah lama menjadi benteng kelompok Abu Sayyaf.

Dalam hemat gubernur Abdusakur, 10 sandera itu dibebaskan karena tekanan dari pihak militer Filipina dipandang kian dekat. "(Para sandera) bercerita bahwa mereka mendengar suara tembakan dan ledakan. Itu tanda bahwa operasi militer dilangsungkan dekat dengan lokasi penahanan mereka," ujar Abdusakur dikutip The Wall Street Journal.

Meski 10 sandera telah dibebaskan, pihak berwenang mengatakan masih ada 11 tawanan asing yang berada dalam kendali gerombolan. Mereka empat pelaut asal Indonesia, empat dari Malaysia, seorang wisatawan Kanada, seorang pemilik resor asal Norwegia, dan seorang pengamat burung dari Belanda.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan upaya pembebasan melibatkan semua pihak, bukan hanya antar pemerintah Indonesia dan Filipina saja. "Ini merupakan diplomasi total bukan hanya fokus G to G, tetapi melibatkan jaringan informal yang pernah kita sampaikan semua komunikasi semua jaringan kita buka semua opsi kita buka dengan tujuan mengupayakan keselamatan WNI kita," katanya.


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...an-gorok-leher

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Pelaku bom Bangkok diduga berhasil keluar negeri

- Pelarian gangster India berujung di Indonesia

- 250 ribu anak-anak Suriah di ambang kelaparan

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.8K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.id
icon
13.4KThread730Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.