- Beranda
- Berita dan Politik
Negara Seolah Lupa Sejarah Perempuan Papua Dirudapaksa, dan Dibunuh
...
TS
harianpapua
Negara Seolah Lupa Sejarah Perempuan Papua Dirudapaksa, dan Dibunuh
Quote:
HarianPapua.com - Indonesia hingga saat ini masih terus dipertanyakan tentang konsistensi para pemangku jabatan hingga Presiden Joko Widodo dalam mengungkap misteri pelanggaran HAM yang kelihatannya terus menghantui masyarakat yang berada di tanah Papua.
Sebut saja Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Veronica Koman yang menyayangkan sikap pemerintah Indonesia yang dinilai dingin dalam mengungkapkan kebenaran yang terjadi di Papua.
"Pelanggaran HAM berat masa lalu sering luput. Biak '98, Wasior, Wamena, Paniai," kata Veronica via Kompas di Jakarta, Minggu (6/3/2016), kemarin.
Ia menuturkan, kasus pelanggaran HAM berat di Paniai mengakibatkan sejumlah mama-mama (Sebutan khusus bagi ibu-ibu Papua) memiliki tangan yang berlubang akibat ditembaki peluru oleh aparat keamanan.
Para mama tersebut melindungi anak-anak mereka saat para tentara memberondong mereka dengan peluru.
"Tidak ada usaha pengungkapan dari pemerintah. Banyak mama yang tangannya bolong," ujarnya.
Ada pula peristiwa sadis di Biak, Papua pada tahun 1998. Menurut Veronica, peristiwa itu tak kalah mengerikan dari peristiwa 1965, di mana para perempuan Papua dirudapaksa secara bergilir dan organ-organ vitalnya dipotong.
"Tapi luput dari media. Saya juga bingung kenapa," ungkapnya.
Perempuan Papua, lanjut dia, juga sering ditelantarkan dalam keadaan hamil. Berdasarkan analisanya, ada dua hal yang melatari hal tersebut.
Pertama, karena mereka dirayu para tentara di perbatasan kemudian ditinggal saat hamil karena mereka harus berpindah tugas atau pergi ke pulau lain.
Kedua, karena pola pikir pemerintah Indonesia yang menganggap masyarakat Papua bodoh, terbelakang, primitif, bahkan kanibal. Sehingga untuk menyelematkan Papua, genetik mereka harus diubah. Misalnya dengan cara mencampur genetik mereka dengan ras Jawa.
"Melalui nasihat itu tubuh perempuan jadi korbannya. Kayak dirudapaksa dengan segala mindset untuk mengubah genetika Papua itu," ujar Veronica.
Mereka juga dianggap telah dimarjinalkan secara ekonomi.
Veronica menyebutkan, Presiden Joko Widodo pada 2014 lalu menjanjikan mama-mama untuk dibangunkan sebuah pasar bernama Pasar Mama. Alasannya, banyak pendatang di daerah mereka. Sehingga mereka harus berjualan di pinggir-pinggir jalan, sedangkan para pendatang di pasar.
Namun, hingga saat ini janji tersebut belum terealisasikan. Memang, negara tak selalu menjadi aktor aktif dalam kasus-kasus kekerasan tersebut.
Akan tetapi, dengan melakukan pembiaran, kata Veronica, sesungguhnya pemerintah juga bisa dianggap sebagai pelaku kejahatan.
"Kalau di KUHP, pembiaran ada pasal kejahatannya. Jadi, pemerintah kalau melakukan pembiaran itu juga adalah pelaku kejahatan," ungkap Veronica.
Sebut saja Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Veronica Koman yang menyayangkan sikap pemerintah Indonesia yang dinilai dingin dalam mengungkapkan kebenaran yang terjadi di Papua.
"Pelanggaran HAM berat masa lalu sering luput. Biak '98, Wasior, Wamena, Paniai," kata Veronica via Kompas di Jakarta, Minggu (6/3/2016), kemarin.
Ia menuturkan, kasus pelanggaran HAM berat di Paniai mengakibatkan sejumlah mama-mama (Sebutan khusus bagi ibu-ibu Papua) memiliki tangan yang berlubang akibat ditembaki peluru oleh aparat keamanan.
Para mama tersebut melindungi anak-anak mereka saat para tentara memberondong mereka dengan peluru.
"Tidak ada usaha pengungkapan dari pemerintah. Banyak mama yang tangannya bolong," ujarnya.
Ada pula peristiwa sadis di Biak, Papua pada tahun 1998. Menurut Veronica, peristiwa itu tak kalah mengerikan dari peristiwa 1965, di mana para perempuan Papua dirudapaksa secara bergilir dan organ-organ vitalnya dipotong.
"Tapi luput dari media. Saya juga bingung kenapa," ungkapnya.
Perempuan Papua, lanjut dia, juga sering ditelantarkan dalam keadaan hamil. Berdasarkan analisanya, ada dua hal yang melatari hal tersebut.
Pertama, karena mereka dirayu para tentara di perbatasan kemudian ditinggal saat hamil karena mereka harus berpindah tugas atau pergi ke pulau lain.
Kedua, karena pola pikir pemerintah Indonesia yang menganggap masyarakat Papua bodoh, terbelakang, primitif, bahkan kanibal. Sehingga untuk menyelematkan Papua, genetik mereka harus diubah. Misalnya dengan cara mencampur genetik mereka dengan ras Jawa.
"Melalui nasihat itu tubuh perempuan jadi korbannya. Kayak dirudapaksa dengan segala mindset untuk mengubah genetika Papua itu," ujar Veronica.
Mereka juga dianggap telah dimarjinalkan secara ekonomi.
Veronica menyebutkan, Presiden Joko Widodo pada 2014 lalu menjanjikan mama-mama untuk dibangunkan sebuah pasar bernama Pasar Mama. Alasannya, banyak pendatang di daerah mereka. Sehingga mereka harus berjualan di pinggir-pinggir jalan, sedangkan para pendatang di pasar.
Namun, hingga saat ini janji tersebut belum terealisasikan. Memang, negara tak selalu menjadi aktor aktif dalam kasus-kasus kekerasan tersebut.
Akan tetapi, dengan melakukan pembiaran, kata Veronica, sesungguhnya pemerintah juga bisa dianggap sebagai pelaku kejahatan.
"Kalau di KUHP, pembiaran ada pasal kejahatannya. Jadi, pemerintah kalau melakukan pembiaran itu juga adalah pelaku kejahatan," ungkap Veronica.
Selengkapnya di Harian Papua
Quote:
Follow HarianPapua.com di
Twitter : @Harian_Papua
Facebook : @MediaHarianPapua
Twitter : @Harian_Papua
Facebook : @MediaHarianPapua
0
3.2K
Kutip
28
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
669.9KThread•40.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru