Quote:
Jakarta - Praktek prostitusi belakangan ini makin terbuka dengan segala modusnya. Mulai dari transaksi di media sosial via akun alter, hingga terungkapnya prostitusi kelas kakap yang melibatkan artis. Masalah penegakan hukum di bisnis esek-esek ini pun dianggap belum maksimal.
Anggota komisi III DPR Arsul Sani, menuturkan salahsatu upaya pengetatan hukum bisnis prostitusi itu dilakukan melalui revisi UU KUHP yang akan dibahas DPR. Salahsatunya dengan peluasaan konsep zina untuk menjerat pelaku pramuriaan atau prostitusi.
"Dalam KUHP saat ini, pengertian zina itu hanya dibatasi pada persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan yang salah satu atau keduanya terikat dalam perkimpoian, kemudian isteri atau suami salah satu dari pelaku mengadu kepada polisi," kata Arsul Sani memulai penjelasannya kepada detikcom, Senin (11/5/2015).
"Jadi kalau kedua pelaku perzinahan itu tidak dalam perkimpoian, baik sebagai perjaka/duda dan gadis/janda, maka secara hukum pidana saat ini tidak dianggap sebagai zina ketika mereka melakukan hubungan seksual," imbuhnya.
Nah, dalam RUU KUHP yang akan dibahas DPR dan Pemerintah pada masa sidang yang akan datang memperluas cakupan tentang apa yang disebut sebagai zina itu. Tidak hanya bisa dikenakan pada mereka yang terikat dalam perkimpoian saja, tapi Pasal 484 ayat 1 RUU KUHP mencakup perzinahan antara laki-laki dengan perempuan yang keduanya tak terikat perkimpoian.
"Memang dalam RUU KUHP soal zina ini masih merupakan delik aduan. Namun kalau KUHP saat ini yang bisa mengadukan hanya si suami atau isteri dari masing-masing pelaku, maka dalam RUU KUHP diperluas yang bisa jadi pengadu adalah pihak ketiga yang tercemar,"papar Arsul.
"Jadi bisa saja anggota keluarga atau bahkan jika perzinahan itu mengakibatkan tercemarnya sebuah perusahaan atau lingkungan, maka pimpinan perusahaan atau RT/RW setempat bisa menjadi pengadu," lanjut mantan pengacara senior itu
Konsep perzinahan baru ini walaupun belum secara ketat mengancam praktek-praktek prostitusi, tapi akan membatasi ruang gerak prostitusi. Arsul mencontohkan, terungkapnya kasus praktek prostitusi di apartemen kalibata.
"Maka bukan saja keluarga, isteri/suami yang terlibat saja, tetapi juga perhimpunan warga atau RT setempat sebagai pihak ketiga yang tercemar lingkungannya (bisa melaporkan)," ujarnya.
Lebih jauh, RUU KUHP ini juga mengancam pidana penjara selama 1 tahun pasangan kumpul kebo yang diatur dalam Pasal 488 RUU KUHP. Juga mereka yang biasa mangkal di mal-mal atau tempat-tempat umum untuk menawarkan jasa prostitusi diancam pidana denda yang cukup tinggi.
"Ini diatur di Pasal 489 RUU KUHP. Begitu prostitusinya terjadi, maka bisa dijatuhi pidana penjara," tegas politisi PPP itu.
Arsul juga menambahkan, dalam konteks KUHP yang baru ini, lokalisasi pramuriaan seperti yang digagas Ahok bisa digilas menggunakan ketentuan KUHP. Sebagai sebuah RUU, bukan tidak mungkin ketentuan tentang perzinahan ini akan tambah ketat ketika pembahasan RUU KUHP ini dilakukan.
"Karena pasti elemen-elemen masyarakat muslim akan meminta DPR untuk mencegah meluasnya perzinahan melalui ancaman pidana dalam KUHP baru," pungkasnya.
Super sekali DPR narkoba dan korupsi belum selesai sudah begitu keras gigi mu terhadap prostitusi.
Mari kita lihat potensi aturan hukum yang baru ini jadi sebelumnya hanya istri ente yang bisa melaporkan ente zina tapi sekarang [b] pihak ketiga yang TIDAK JELAS bisa ikut2an memperkarakan ente ke pengadilan.
Kemudian ada hubungan apa juga dengan si ahok pasal perzinaan ini ? sakit hati ya karena haji lulung sudah di ambang status tersangka ?
Quote:
"Jadi bisa saja anggota keluarga , pimpinan perusahaan, RT/RW setempat bisa menjadi pengadu,"
Bisa saja mantan pacar ente sakit hati ngaduin ente zina dengan pacar baru....
Bisa saja mantan suami/istri ente sakit hati ngaduin ente zina dengan pasangan baru...
Bisa saja bos ente ngaduin ente zina agar bisa pecat ente dengan tidak hormat...
Mari kita gali potensi "penzholiman" apa lagi yang bisa digunakan oleh pihak ketiga TIDAK JELAS untuk memeras anda ?
LAWAN!!!!