aulia54
TS
aulia54
MENGGUGAT HEMAT ENERGI
Agan-agan, setelah baca tulisan ane ini, yuk divote tulisan ini di link http://writingcontest-total.bisnis.c...t-hemat-energi klik dulu "i,m not robot" / chapta baru "vote" emoticon-Sundul Gan (S)

MENGGUGAT HEMAT ENERGI
Oleh : Aulia Agus Iswar

“Zaman batu berakhir bukan karena kehabisan batu, tapi zaman minyak akan berakhir karena dunia ini kehabisan cadangan minyaknya.”(Syaikh Zaki Yamani, mantan Menteri Perminyakan Arab Saudi)

“Sumber daya yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, tapi tidak untuk keserakahan mereka.” (Mahatma Gandi)



Thomas Maltus (1766-1834) memprediksi pertumbuhan jumlah populasi akan melampaui pasokan makanan yang ada. Laporan Club of Roma pada tahun 1975 berjudul “Limited to Growth” turut meramalkan akan terjadi kelangkaan atau kekurangan pangan dan energi pada tahun 2000 akibat pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.

Sejalan dengan prediksi Maltus dan Club of Roma, Effendi Siradjuddin dalam Nation in Trap (2012) pun memperkirakan energi minyak bumi tidak akan tersedia lagi dalam kurun waktu 5-10 tahun ke depan karena meningkatnya konsumsi energi minyak bumi sekitar 20 % dari 90 juta barel yaitu 18 juta barel, sedangkan produksi menurun 20%, sehingga terjadi kekurangan pasokan dunia sekitar 36 juta barel.

Dari tiga pandangan tadi terdapat satu kesepakatan bahwa akan terjadi kelangkaan atau kekurangan energi yang salah satunya adalah minyak. Minyak diprediksi akan semakin cepat habis. Jika itu terjadi, maka terngianglah di telinga kita pernyataan Syaikh Zaki Yamani (mantan Menteri Perminyakan Arab Saudi) yang mengatakan “Zaman batu berakhir bukan karena kehabisan batu, tapi zaman minyak akan berakhir karena dunia ini kehabisan cadangan minyaknya”.

Potensi kelangkaan energi memang bisa terjadi tanpa memandang batas regional. Di Indonesia saja misalnya dengan pertumbuhan motor 8 juta per tahun dan mobil 800 ribu per tahun, jika disimulasikan 1 mobil memerlukan 10 liter per hari dan motor 2 liter per hari, maka konsumsinya bisa mencapai 200-300 ribu barrel per hari. Tentunya energi minyak akan semakin cepat habis.

Namun, persoalan kelangkaan energi ini perlu disikapi dengan bijak. Keterbatasan energi minyak harusnya tidak lantas menjadikan kita pesimis. Kita sebagai manusia telah dikaruniai akal untuk berpikir. Selama ini, manusia telah menunjukkan eksistensinya yang dengan akalnya mampu menciptakan alat-alat teknologi (homo faber) sehingga peradaban manusia alih-alih punah, justeru malah tumbuh dan berkembang. Lalu pertanyaannya adalah apakah cadangan minyak dunia memang benar-benar akan habis ataukah sebetulnya ada cadangan minyak yang ada di dalam bumi namun belum terjamah oleh teknologi? Ini yang harus segera dijawab.

Barangkali apa yang disampaikan seorang ekonom Paul Zane Pilzer lewat paradigmanya Unlimited Wealth perlu kita cermati. Paul dalam God Wants You to be Rich (2007) mengetengahkan data bahwa pada tahun 1930 terdapat sekitar 30 juta petani di Amerika Serikat yang tidak menghasilkan cukup makanan untuk populasi sebesar sekitar 100 juta orang. Hingga kemudian terobosan-terobosan teknologi di bidang pertanian selama 50 tahun setelahnya membuat pertanian menjadi efisien. Di tahun 1980 dengan jumlah petani yang kira-kira hanya 3 juta orang mampu menghasilkan makanan yang cukup untuk populasi lebih dari 300 juta orang. Ini menunjukkan ada peningkatan produktivitas sebesar 3000%. Maka, dengan teori alchemist of economics termasuk inovasi dan terobosan-terobosan teknologi di dalamnya, sesungguhnya peradaban manusia dapat mencukupi seluruh kebutuhan hidup yang salah satunya kebutuhan energi.

Dengan terobosan-terobosan dan inovasi teknologi, memungkinkan dilakukannya pengurangan materi yang digunakan dalam proses produksi (dematerialisasi). Dematerialisasi ini diungkapkan oleh Oswaldo de Rivero dalam Myth of Development (2001) yang menyampaikan bahwa pada permulaan abad XXI bahan mentah yang diperlukan per unit produksi hanya meliputi 40 % dari jumlah yang diperlukan pada tahun 1930. Jumlah penggunaan bahan logam dan mineral pada tiap unit produksi saat ini mencapai 2/5 dari jumlah yang digunakan pada tahun 1990. Bahan mentah yang digunakan untuk menciptakan suatu microchip semi-konduktor misalnya hanya 1-3% dari total biaya produksi. Pada industri pembuatan mobil, proporsinya telah berkurang hingga 40%, pada peralatan rumah tangga dan peralatan medis sampai 50 %. Jepang contohnya, menggunakan 40% lebih sedikit bahan mentah daripada yang digunakannya pada tahun 1973. Dengan dematerialisasi di dunia industri ini barang-barang yang diproduksi dengan komponen material sangat padat kini kepadatan itu berkurang. Dematerialisasi yang terjadi ini meringankan berat produk yang tentu saja menghemat energi.

Menurut penulis, yang dipaparkan oleh Paul Zane Pilzer dan Oswaldo de Rivero di atas telah mendobrak pandangan pesimis Thomas Maltus yang pada taraf ekstremnya sampai memunculkan pandangan bahwa sumber daya yang ada tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia. Celakanya, ilmu ekonomi lahir dari premis kelangkaan ini. Maka wajar yang terjadi free fight competition, homo homini lupus (yang kuat memangsa yang lemah) dan keserakahan. Akan berbeda jika pandangan dasar yang digunakan adalah bahwa sumber daya di alam semesta ini termasuk energi di dalamnya cukup untuk memenuhi kebutuhan peradaban manusia. Seperti yang dikatakan Mahatma Gandi : “Sumber daya yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, tapi tidak untuk keserakahan mereka.” Tentu tindakan yang diambil manusia akan lebih optimis dan meminimalisasi homo homini lupus serta keserakahan manusia.

Pesimistis pandangan kelangkaan tadi akhirnya melahirkan wacana hemat energi. Karena cadangan minyak dunia menipis dan terancam habis, Amerika lantang meneriakkan slogan hemat energi. Anehnya, mereka sendiri justeru boros energi. Kita tentunya masih ingat dengan masa keberlimpahan minyak (affluent age) di Amerika di mana mereka seolah pesta pora dengan murahnya harga minyak saat itu. Hal ini salah satunya tampak dari mobil-mobil SUV yang diproduksi oleh Amerika Serikat sangat boros bahan bakar karena menggunakan kapasitas mesin yang besar. Berbeda dengan mobil-mobil Asia yang cenderung lebih hemat energi. Amerika Serikat mengimpor minyak sebesar 12 juta barel per hari atau sekitar 60% dari total konsumsinya. Padahal data Departemen Energi Amerika Serikat pada tahun 1970 menunjukkan ketergantungan konsumsi Amerika pada minyak impor hanya 21.5%. Amerika Serikat menjadi negara konsumen minyak nomor satu di dunia karena menghabiskan sekitar 26% pasokan minyak dunia. Dan sekitar 11 % dari produksi minyak dunia dikonsumsi demi pemenuhan kebutuhan bahan bakar mobil dan truk-truk di Amerika. Betapa borosnya.

Karenanyalah kita perlu menggugat pandangan hemat energi yang lahir dari premis pesimis karena adanya kelangkaan tadi. Premis yang tidak tepat akan melahirkan konklusi yang tidak tepat pula. Premis kelangkaan melahirkan konklusi hemat energi. Apakah hanya karena kelangkaan kita berhemat energi? Apakah jika tidak terjadi kelangkaan kita tidak perlu berhemat energi? Seharusnya, hemat energi tetap kita lakukan baik dalam kondisi keberlimpahan atau kelangkaan. Karena dalam kondisi keberlimpahan pun jika kita tidak hemat energi, kelangkaanlah yang akhirnya terjadi.

Maka yang perlu kita lakukan adalah lagi-lagi menggalakkan inovasi teknologi agar dapat menemukan cadangan minyak yang mungkin belum tersentuh dan menerapkan teknologi untuk diversifikasi energi serta melakukan hemat energi apa pun kondisinya, baik dalam kondisi berlimpah maupun kondisi kelangkaan. Penulis agak sejalan dengan semangat Amory Lovins yang mengajukan sebuah program Soft Energy Path (1977) bahwa untuk hemat energi langkah yang perlu diambil adalah dengan melakukan efisiensi penggunaannya.

Di Indonesia sendiri telah dirancang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menetapkan politik bauran energi primer sampai tahun 2025 dan 2050 di mana minyak bumi minimal 25% atau 20% (2050) dan energi terbarukan paling sedikit 23% atau 31% (2050), batu bara minimal 30% atau 25% (2050) dan gas minimal 22% atau 24% (2050). Disamping itu, ada beberapa sumber energi terbarukan potensial yang bisa dimanfaatkan seperti air, panas bumi, tenaga surya, tenaga angin, biomassa, biogas, bahan bakar nabati hingga uranium. Sumber data dari Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2012 mencatat besaran potensi energi terbarukan di Indonesia meliputi tenaga air (75 MW), panas bumi (29 MW), mini/mikrohidro 770 MW, biomassa (50 MW), tenaga surya (4.08 kWh/m2/hari), angin (3-6 m/s), nabati (162 juta SBM), biogas (2.3 juta SBM), limbah kota 1800 MW dan uranium (3000 MW/24.000 ton untuk 11 tahun).

Ada satu potensi energi lagi yang penting untuk dikelola dalam rangka pengembangan potensi energi terbarukan tadi yaitu nano energy. James Canton dalam The Extreme Future (2006) mengungkapkan bahwa nano energy merupakan perpaduan teknologi nano dengan energi. Nano energy dapat mempercepat efektivitas penggunaan energi terbarukan potensial seperti tenaga surya, biofuel, geothermal, atau sumber-sumber hidrogen; mempercepat akses menuju sumber-sumber yang terbarukan; menghasilkan sumber energi yang lebih murah dan hemat energi; dan mempercepat transisi menuju sumber energi yang bersih, berkelanjutan dan terbarukan. Sehingga kita harapkan nantinya dapat menghilangkan ketergantungan kita pada energi berbasis minyak dan gas. Maka, nano energy inilah solusi penghematan energi yang optimis, bukan pesimis, sehingga tak perlu digugat. Semoga.


---------------------------
Yuk divote tulisan ane ini di link http://writingcontest-total.bisnis.c...t-hemat-energi

klik dulu "i'm not robot" lalu klik "vote"... makasih, manteman emoticon-Big Grin emoticon-Big Grin emoticon-Big Grin emoticon-Ngakak (S) emoticon-Ngakak (S)
Diubah oleh aulia54 07-04-2015 01:54
0
4.3K
66
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.