- Beranda
- Berita dan Politik
GKR Hemas: Kebo Bule Warisan Budaya, Pembunuhnya Harus Ditangkap
...
TS
duta.pertamax
GKR Hemas: Kebo Bule Warisan Budaya, Pembunuhnya Harus Ditangkap
Quote:
Keturunan pusaka Keraton Surakarta Kerbau Kiai Slamet bernama Bagong ditusuk oleh orang tak dikenal di kawasan Solo Baru, Grogol, Sukoharjo, Rabu 15 Oktober. Kerbau ini sudah dioperasi untuk pencabutan beberapa benda tajam dari tubuhnya, tapi akhirnya tewas.
Jakarta -Bagong, Kebo Bule Solo, mati karena ditusuk oleh orang tak dikenal. Ratu Yogyakarta GKR Hemas menyayangkan kejadian tersebut karena itu adalah salah satu kearifan lokal masyarakat Surakarta.
"Gini, ada hal-hal yang kita anggap suatu kepercayaan masyarakat Indonesia asli, tidak boleh diganggu, itu menjadi kepercayaan masyarakat sejak lama. Sebagai warisan budaya dan kekuatan bangsa kan tidak seharusnya seperti itu," ujar GKR Hemas di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2014).
Seringkali sekelompok masyarakat tak menghargai eksistensi budaya di negeri sendiri. Ratu Hemas berpikir bahwa hal tersebut berbahaya bagi jati diri bangsa.
"Sekarang kita mau ambil budaya seperti apa sih? Kalau budaya sendiri tidak dihargai, bagaimana kita mau menghargai yang lain," imbuh Wakil Ketua DPD itu.
Dirinya berharap pelaku pembunuhan Kebo Bule tersebut dapat segera ditangkap. Meski pun ada nilai sosial masyarakat yang belum tentu terbalaskan oleh hukum formal.
"Dengan kelakuan seperti itu harus segera ditangkap karena itu mengganggu kenyamanan masyarakat di daerah," pungkas istri Sri Sultan Hamengkubuwono X ini.
Quote:
KERBAU BULE KERATON DITUSUK: Dokter Kesulitan Menolong
Awan Jakarta -Kerbau Kiai Slamet alias kerbau bule milik Keraton Solo ditusuk di leher dan perut. Penusukan itu terjadi di wilayah Solo Baru, Grogol, Sukoharjo, Rabu (15/10/2014). Pelaku diduga sudah merencanakan penusukan sejak jauh hari. Pihak dokter kesulitan menolong.
Wakil Pengageg Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, K.P. Winarno Kusumo, mengatakan kerbau yang ditusuk itu bernama Bagong, masih keturunan inti dari Kiai Slamet. Namun karena suka bertarung, kerbau tersebut akhirnya dilepas di wilayah Solo Baru, Grogol.
“Kami mengetahui Bagong terkena dua tusukan di bagian perut dan leher dari warga setempat sekitar pukul 07.00 WIB,” ujar Winarno saat ditemui di Solo Baru, Kamis (16/10/2014).
Tusukan di perut tersebut menyebabkan luka sedalam 10 cm, hingga mengenai lambung kerbau. Sedangkan di bagian leher luka sedalam 5 cm, mengenai tulang leher kerbau bagian kanan.
Pelaku penusukan menggunakan pelat besi warna hitam memanjang dan diduga sudah merencanakan penusukan sejak jauh hari.
“Empat dokter mengalami kesulitan mencabut pelat besi yang menancap di perut kerbau karena mengenai lambung. Jika sampai salah mencabut, isi perut bisa ikut keluar,” jelas K.P. Winarno Kusumo.
Dia tak lupa menyampaikan jika dokter terlambat memberikan pertolongan, kerbau tersebut kemungkinan bisa mati. Winarno menduga penusukan dilakukan secara sengaja dan terencana.
Ini dilihat dari bekas luka tusukan di leher kiri kerbau yang mengindikasikan pelaku sempat menusuk kedua sisi leher kerbau. Tetapi karena tebalnya kulit, akhirnya hanya sisi kanan kerbau yang ditusuk. YLWS.
Quote:
Binatang Peliharaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat
http://www.kerajaannusantara.com/id/...rat/peliharaan
http://www.kerajaannusantara.com/id/...rat/peliharaan
Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki koleksi berupa binatang peliharaan, juga jenis satwa milik istana yang disakralkan. Salah satu hewan yang paling terkenal dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah /kebo bule/ alias kerbau albino. /Kebo bule/ yang dipunyai oleh Kasunanan Surakarta Hadiningrat dianggap keramat dan disucikan. Oleh karena itu, /kebo bule/ yang dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis benda pusaka kepunyaan keraton ini juga diberi nama seperti layaknya benda-benda pusaka keraton lainnya. Nama yang diberikan untuk menyebut /kebo bule/ milik keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah Kyai Slamet.
Kerbau ini memang bukan sembarang kerbau. /Kebo bule/ sangat dikeramatkan dan menjadi salah satu pusaka paling penting di Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Menurut kitab /Babad Solo /yang ditulis oleh Raden Mas Said, nenek moyang /kebo bule/ adalah binatang kesayangan /(klangenan) / Sri Susuhunan Pakubuwono II, bahkan sejak masih bertahta di istana Kasunanan Kartasura Hadiningrat, atau sebelum pindah ke Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Solo.
Disebut /kebo bule/ karena warna kulit kerbau ini memang lain daripada yang lain, yakni berwarna putih agak kemerah-merahan, seperti warna kulit orang Eropa atau yang sering disebut dengan istilah /bule/. Oleh karena itu, kerbau ini kemudian disebut sebagai /kebo bule/. Kerbau unik dan langka ini menurut ceritanya adalah hadiah dari Bupati Ponorogo untuk Sri Susuhunan Pakubuwono II bersamaan dengan pemberian hadiah utama yaitu sebuah pusaka yang bernama Kyai Slamet. Disertakannya /kebo bule/ pada awalnya adalah sebagai pengawal atau /cucuk lampah/ bagi pusaka Kyai Slamet. Oleh karena bertugas sebagai pengawal pusaka Kyai Slamet inilah maka kemudian /kebo bule/ pun disebut dengan nama Kyai Slamet.
Masih menurut kisah sejarahnya, /kebo bule/ menjadi hewan kesayangan dan kepercayaan Sri Susuhunan Pakubuwono II. Ketika Sri Susuhunan Pakubuwono II memutuskan untuk mencari lahan baru yang akan dijadikan lokasi pembangunan istana sebagai pengganti Keraton Kasunanan Kartasura Hadiningrat, Sri Susuhunan Pakubuwono II bahkan mempercayakan lokasinya kepada /kebo bule/.
Sejumlah /kebo bule/ dilepaskan ke luar istana dan dibiarkan berjalan, sementara para /abdi dalem/ mengikutinya dari kejauhan. Ketika sekawanan /kebo bule/ itu berhenti cukup lama, di situlah yang kemudian ditetapkan sebagai lokasi yang tepat untuk membangun istana yang kini menjadi lokasi berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Hingga sekarang, keberadaan /kebo bule/ masih menjadi salah satu bagian yang penting dalam kehidupan adat di Kasunanan Surakarta Hadiningrat, terutama ketika pelaksanaan upacara adat pada Malam 1 Suro atau malam tahun baru Hijriah (penanggalan Islam) pada 1 Muharram.
Pada pelaksanaan upacara tahunan ini, kehadiran sekawanan /kebo bule/ ini selalu menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Surakarta dan sekitarnya, seperti Karanganyar, Sragen, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, dan sejumlah daerah lainnya yang masih punya keterikatan secara batin dengan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sebagai pusat pemerintahan di masa lalu.
Waktu pelaksanaan upacara untuk memperingati Malam 1 Suro dilangsungkan pada tengah malam, namun waktu tepatnya disesuaikan dengan “kemauan” /kebo bule/ kapan mau keluar kandang. Terkadang /kebo bule/ baru mau keluar kandang setelah pukul 01.00 dini hari dan itu harus dimaklumi oleh semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan upacara ini. /Kebo bule/ yang dikeramatkan itu biasanya akan berjalan keluar sendiri dari kandang menuju halaman keraton tanpa harus digiring. Oleh karena itu, upacara Malam 1 Suro memang sangat tergantung kepada /kebo bule/ yang menjadi daya tarik tersendiri dalam pelaksanaan upacara ini.
Upacara Malam 1 Suro dilangsungkan dengan prosesi kirab atau arak-arakan. Setelah /kebo bule/ keluar kandang dan bersiap di halaman depan istana, maka kirab sudah siap untuk dimulai. Rombongan /kebo bule/ memimpin arak-arakan di barisan paling depan dengan mengawal pusaka Kyai Slamet yang dibawa oleh para /abdi dalem/ yang terpilih. Di sepanjang perjalanan, arak-arakan ini menyedot perhatian banyak orang yang ingin melihat sekaligus /ngalap berkah /dari /kebo bule/.
Oleh masyarakat Surakarta dan sekitarnya, /kebo bule/ memang sangat dianggap suci dan bisa memberikan berkah. Ketika /kebo bule/ muncul di rombongan terdepan dalam kirab, orang-orang akan mendekat dan berusaha menyentuh tubuh kawanan kerbau keramat itu dengan harapan memperoleh berkah.
Tidak hanya sekadar menyentuh badan /kebo bule/ saja, orang-orang yang percaya bahkan sampai berebut kotoran /kebo bule/ yang jatuh di sepanjang perjalanan kirab. Memang agak aneh dan tidak masuk akal, namun inilah kenyataannya bahwa mereka sangat percaya bahwa /kebo bule/ yang menjadi hewan kesayangan sang Raja itu bisa mendatangkan berkah, keselamatan, rezeki, dan hal-hal baik lainnya, bahkan kotorannya sekalipun.
Kepercayaan mengenai tuah /kebo bule/ ini sebenarnya sudah berakar sejak sebelum berdirinya Kesultanan Mataram Islam yang menjadi cikal bakal kelahiran Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kerbau sudah lama dianggap sebagai simbol keselamatan, begitu pula dengan pusaka Kyai Slamet yang selalu dikawal oleh sekawanan /kebo bule/. Bahkan, pada masa awal Kesultanan Mataram Islam, pusaka Kyai Slamet dan kerbau suci hanya dikeluarkan ketika kondisi dirasa sudah gawat darurat, misalnya ketika terserang wabah penyakit atau terjadi bencana alam.
Kebo bule yang terdapat di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat tidak hanya satu atau dua ekor saja, melainkan cukup banyak spesies /kebo bule/ yang memang dipelihara dan dikembang-biakkan dengan baik di lingkungan keraton. Hingga tahun 2010 yang lalu, jumlah /kebo bule/ yang dimiliki oleh Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebanyak 13 ekor.
Sebenarnya, /kebo bule/ adalah milik bersama trah Mataram di mana selain Kasunanan Surakarta Hadiningrat masih ada Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang sama-sama bagian dari Dinasti Mataram. Akan tetapi, karena Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan keturunan Mataram yang tertua, maka /kebo bule/ pun hanya ditempatkan di Solo kendati tidak menutup kemungkinan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat juga akan diberikan haknya apabila ada permintaan.
Cumawarisan budaya.
Semoga pelakunya tertangkap dan diketahui motifnya
Diubah oleh duta.pertamax 05-11-2014 18:22
0
6.7K
Kutip
25
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
670KThread•40.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru