linidepanAvatar border
TS
linidepan
Lima Kandidat Jaksa Agung: dari Jaksa Karier hingga Militer
Berita Jadul
Rabu, 01 Agustus 2001

Sudah hampir seminggu Presiden Megawati menyusun kabinet, tetapi sampai saat ini kabinet belum juga diumumkan. Dugaan yang muncul, Mega kesulitan dengan upayanya untuk mengakomodasi keinginan semua pihak. Lima kandidat santer disebut-sebut sebagai calon jaksa agung yang diusulkan kepada Megawati.
Nay/Tri/AWi/APr
Dibaca: 4200 Tanggapan: 0

Bambang Widjoyanto, Ketua Dewan Pembina YLBHI, pernah mengatakan bahwa ada tiga prasyarat figur jaksa agung yang mampu mengembalikan citra Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai aparat penegak hukum.

Pertama, figur jaksa agung harus memiliki visi yang jelas tentang proses penegakan hukum yang diperlukan hari ini dan ke depan. Kedua, figur jaksa agung harus memiliki nilai-nilai moral yang harus dijaga dalam rangka proses penegakan hukum.

Dan ketiga, figur jaksa agung harus mampu mengembalikan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, khususnya Kejaksaan Agung yang sampai pada titik nadir.

Selain ketiga prasyarat tersebut, siapapun yang akan menjadi jaksa agung menggantikan Jaksa Agung demisioner Marsillam Simanjuntak, akan selalu dibayangi nama besar almarhum Baharuddin Lopa. Lopa dianggap sebagai jaksa agung yang memiliki integritas dan moral yang tinggi, selain memiliki kemampuan ilmu hukum.

Kemampuan plus

Selain itu, seorang figur jaksa agung juga harus mampu memahami persolan hukum masa depan, seperti kejahatan-kejahatan kerah putih (white colour crime), skandal (gate), money laundering, dan international traffic banking, serta kejahatan-kejahatan di bidang HAM, sehingga tidak akan dibohongi anak buahnya.

Jaksa agung juga harus mau lebih memberdayakan Kejaksaan Agung. Caranya, dengan membentuk lembaga ombudsman di Kejagung. Nantinya, lembaga tersebut akan mengawasi Kejagung dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. "Hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan publik," cetus Bambang.

Lembaga ombudsman di Kejagung, nantinya membentuk taks force yang terdiri dari orang tertentu di Kejagung. Anggotanya, dipilih dengan mekanisme yang diketahui publik dan nantinya bertugas menangani persoalan khusus, sehingga Kejagung bisa mengembalikan kepercayaan publik.

Sebagai tambahan, Kejagung juga sebaiknya memiliki mekanisme public complain service. Dengan pelayanan pengaduan untuk umum ini, masyarakat bisa mengadukan persoalan hukum yang terjadi langsung kepada Kejagung.

Karena begitu besarnya tanggung jawab seorang figur jaksa agung, banyak pihak yang berharap agar jaksa agung adalah seorang yang memiliki integritas tinggi, capable, profesional dan non partisan.

Daniel S. Lev, pengamat politik dan hukum dari Washington University mengatakan bahwa sebaiknya, Jaksa Agung ataupun jabatan-jabatan yang berkenaan penegakan hukum tidak diduduki oleh orang-orang dari partai-partai politik. "Orang tersebut harus memiliki rencana dan strategi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada saat ini," ujat Lev kepada hukumonline.

Lima kandidat kuat

Pasca pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, seluruh jabatan menteri dan jaksa agung didemisionerkan oleh Presiden terpilih Megawati Sukarnoputri. Saat ini, seluruh parpol yang berhasil menyukseskan Megawati menjadi Presiden telah mengajukan nama-nama kadernya untuk menduduki jabatan menteri.

Sementara untuk jabatan jaksa agung, yang saat ini masih dijabat jaksa agung demisioner Marsilam Simanjuntak, telah beredar nama-nama kandidat kuat yang digolkan untuk menggantikannya. Kandidat itu adalah: J.E Sahetapy, A.M Hendropriyono, Todung Mulya Lubis, Muhyar Yara, dan Wakil Jaksa Agung Suparman.

Di luar lima kandidat itu, mungkin saja muncul nama baru yang tidak diduga sebelumnya. Partai Keadilan, misalnya, mengajukan nama Soeripto (mantan Sekjen Dephutbun) dan Artidjo Alkostar (hakim agung) sebagai kandidat Jaksa Agung. Siapa tahu, ternyata Megawati memilih nama yang sudah beredar.

Dari lima kandidat kuat, hukumonline melacak track record-nya. Profil sekilas ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk mengetahui sosok kandidat Jaksa Agung. Profil kandidat ini juga ditampilkan karena bursa calon Jaksa agung agaknya yang paling meriah.

1. J.E Sahetapy

Pencalonan J.E Sahetapy saat ini telah terang-terangan didukung oleh Teten Masduki, Koordinator Indonesia Coruption Watch (ICW) untuk menduduki posisi jaksa agung. Sahetapy dikenal sebagai figur yang keras terhadap prinsip yang ia yakini. Dan ia dikenal sebagai profesor yang "galak".

Teten Masduki menilai, Sahetapy sebagai figur memiliki sifat keberanian, kejujuran, kesederhanaan, dan juga ahli hukum seperti Lopa. Sahetapy juga memiliki dukungan politik yang besar karena berasal dari partai yang besar, yaitu PDI-P.

Sahetapy pernah mendesak Benyamin Mangkoedilaga dengan nada yang tinggi saat fit and proper test hakim agung untuk menjawab pertanyaan, apakah hadiah rumah yang diterima dari orang yang perkaranya pernah ditanganinya termaksud conflict of interest. Pasalnya, jawaban Benyamin muter-muter, yang akhirnya dijawab tidak ada conflict of interest oleh Benyamin.

Sahetapy juga dikenal sebagai figur yang tidak ragu-ragu dalam menilai seseorang tentang kekonsistenannya. Pernah dalam suatu diskusi di Hotel Grand Melia Jakarta, Sahetapy menilai Adi Andojo, mantan Ketua TGPTPK, sebagai orang yang tidak konsisten dalam bersikap.

Sahetapy meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Airlangga (Unair) dan meraih gelar master di bidang hukum dari University of Utah. Ia juga pernah menjabat sebagai dekan Fakultas Hukum Unair.

Sebagai dosen yang juga bapak dari tiga orang anak dan satu anak angkat, Sahetapy pernah menjadi birokrat ketika menjabat Asisten Gubernur Jawa Timur, Mohammad Noor. Pada akhirnya, Sahetapy bergabung dengan PDIP. Pada saat ini, selain aktif pada komisi II DPR yang menangani masalah hukum, Sahetapy juga adalah Ketua Komisi Hukum Nasional (KHN).

Sahetapy sepertinya mengetahui bahwa dirinya dijagokan banyak pihak untuk mengisi jabatan Jaksa Agung yang akan ditinggalkan oleh Jaksa Agung demisioner Marsillam Simanjuntak.

"Anda tahu kodok tidak berbulu. Itulah saya, yang tidak akan pandang bulu terhadap para koruptor atau siapa saja yang melanggar hukum," ucap JE Sahetapy ketika diminta komentarnya terhadap apa yang harus dilakukan oleh jaksa agung yang baru.

Walaupun dari segi integritas Sahetapy banyak dipuji, ada juga yang meragukan kemampuannya untuk membenahi Kejaksaan Agung. Pasalnya, sampai saat ini sedikit sekali usaha yang telah dilakukan oleh KHN untuk melakukan reformasi hukum.

Kondisi Sahetapy sebagai anggota dewan dari PDIP juga berpotensi menimbulkan masalah. Akan sulit bagi Sahetapy untuk tidak berpihak pada PDIP. Apalagi Arifin Panigoro, pentolan PDIP, tengah diperiksa kejaksaan. Pengalaman Marzuki Darusman sebagai jaksa agung telah mengajarkan untuk tidak memilih jaksa agung dari parpol.

Akhir-akhir ini, mungkin karena usia semakin tua sementara beban pekerjaan semakin berat, Sahetapy tampak memiliki masalah kepribadian. Hal ini beberapa kali tampak terlihat seperti ketika ia bertengkar dengan anggota dewan lainnya dalam suatu sidang hanya karena ia tidak menyetujui pendapat anggota itu.

2. AM Hendropriyono

Jika Hendropriyono terpilih menjadi jaksa agung, sejarah akan kembali terulang. Setelah kejaksaan sempat dipimpin oleh orang sipil beberapa waktu belakangan, kejaksaan akan kembali dipimpin oleh militer seperti pada masa Orba.

Hendro memang dikenal sebagai lulusan AMN 1967 yang cukup cemerlang. Jenderal bintang ini pun dikenal menguasai beberapa bidang pengetahunan di luar kemiliteran yang dikuasainya. Ia rupanya "hobi" sekolah, sehingga gelarnya berederet-deret.

Jenderal bintang tiga dengan NRP (Nomor Registrasi Prajurit) 21209 ini banyak lulus dari sekolah kemiliteran seperti Susbang Infanteri tahun 1968, Suslapa tahun 1975, Seskoad tahun 1980, dan Sesko ABRI tahun 1985. Laki-laki berperawakan sedang dengan penampilan necis kelahiran Yogyakarta, 7 Mei 1945, ini juga dikenal sebagai prajurit yang tangguh. Setidaknya selama 15 tahun, dia bergabung di pasukan komando AD, Kopassus.

Kariernya di militer mulai dari Dan Ton Puspasus tahun 1968, Dan Prayudha tahun 1970, Dan Yon Para Komando tahun 1980, Wakil Asisten Personil Danjen Kopassus tahun 1981, sampai terakhir sebagai Asisten Pengamanan Danjen Kopassus tahun 1983.

Selepas dari pasukan elite AD tersebut, Hendro lalu ditempatkan sebagai Asisten Intelijen di Kodam Jaya pada 1985. Dari Jakarta, kemudian dirinya ditarik ke salah satu daerah rawan konflik di Lampung sebagai Komandan Korem 043/Garuda Hitam pada tahun 1987.

Ada catatan yang cukup fenomenal saat Hendro memimpin Korem Garuda Hitam, salah satunya terkenal dengan Kasus Talangsari atau Kasus Warsidi. Beberapa LSM dan pers asing menyakini operasi militer tahun 1989 itu telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan pelanggaran hak-hak hukum civil (rakyat).

Operasi militer yang dilakukan pada 7-8 Februari 1989 ditujukan pada tempat pengajian kelompok Warsidi di Dukuh Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara (Lampung Tengah). Militer saat itu mensinyalir, kelompok ini merupakan gerakan pengacau keamanan. Dalam operasi militer tersebut dilaporkan 31 orang tewas, tapi Smalam menemukan bukti adanya 246 orang meninggal dalam peristiwa itu.

Dari Lampung, Hendro lalu ditarik kembali ke Jakarta, tepatnya sebagai Direktur D BAIS (Badan Intelijen Strastegis) pada 1990 yang kemudian dilanjutkan sebagai Direktur A pada institusi yang sama pada 1992. Dari BAIS, Hendro langsung dipercaya memegang posisi penting di ibukota DKI Jakarta, sebagai Panglima Kodam Jaya pada 1993-1994.

Sayang, dari posisi cukup strategis tersebut, Hendro malah tersingkir. Pada 1995 hingga 1996, ia ditempatkan sebagai Komandan Kodiklat dengan pangkat terakhir Letnan Jendral. Selain dinas kemiliteran, Hendropriyono juga dikenal menguasai beberapa bidang ilmu pengetahuan seperti Sosial Politik jurusan Administrasi yang diselesaikannya pada tahun 1985. Hendro juga pernah menjabat Menteri Transmigrasi pada pemerintahan B.J. Habibie.

Selain itu, Hendro menguasai ilmu manajemen yang diperolehnya dari The University of The City of Manila pada 1994 dengan gelar MBA. Pada tahun yang sama, Hendro juga dinyatakan lulus dari perguruan tinggi Hukum Militer dengan gelar sarjana hukum.

Jadi tidak perlu heran jika dirinya sekarang memimpin sebuah kantor hukum, Hendropriyono Law Office di kawasan Jakarta Selatan. Selain itu, saat ini Hendro menjadi Komisaris KIA untuk wilayah Asia.

3. Todung Mulya Lubis

Selama ini setiap ada pergantian Menkeh atau Jaksa Agung, nama Todung selalu disebut-sebut. Namun, sayangnya tidak pernah menjadi kenyataan. Ketika Marzuki Darusman di-lengser-kan sebagai Jaksa Agung, nama Todung juga mencuat. Namun, akhirnya Gus Dur memilih Baharuddin Lopa.

Kali ini, kabarnya Todung telah berhasil memperoleh dukungan dari sebagian anggota PDIP, sehingga kansnya lebih besar dari waktu lalu. Pasalnya, tanpa dukungan dari partai besar, sulit bagi kandidat untuk jadi Jaksa Agung. Namun, tentunya, Todung harus bersaing dengan Sahetapy yang menjadi kader PDIP.

Walaupun dikenal sebagai pengacara yang mendirikan kantor Lubis, Santosa Maulana yang berkantor di gedung pencakar langit Jakarta, Todung juga dikenal senang mendirikan LSM. LSM paling mutakhir yang didirikannya adalah Judicial Watch dan Transparency Internasional cabang Indonesia. Sebelumnya, ia pernah ikut mendirikan Cetro dan ICW.

Hobi mendirikan LSM ini mungkin muncul akibat latar belakangnya sebagai mantan direktur YLBHI. Pria kelahiran Muara Butong, Tapanuli Utara, pada 1949 ini lulus fakultas hukum UI pada tahun 1974. Ia mengambil LLM dua kali di Universitas Berkeley pada 1978 dan Harvard Law School pada 1988. Ia juga meraih gelar Phd dari Berkeley.

Walau sebagai pengacara, Todung pernah menangani kasus kontroversial seperti Sofyan Wanandi. Todung termasuk di antara sedikit pengacara yang jujur. Menurut salah seorang anak buahnya, Todung menerapkan kebijakan yang melarang seluruh anak buahnya untuk memberi uang atau hadiah kepada hakim. Padahal di antara pengacara litigasi, menyuap hakim sudah menjadi hal yang jamak.

Todung juga sempat menjadi Wakil Ketua Panwaslu pada pemilu 1999 lalu. Sayangnya, seperti mengemuka lagi dalam sidang gugatan terhadap partai Golkar, Panwaslu tidak berhasil mengungkap kecurangan-kecurangan yang terjadi pada pemilu yang lalu.

Todung juga pernah terlibat sebagai domestic consultant pada audit kejaksaan agung yang dilakukan oleh ADB bekerja sama dengan Price Waterhouse dan Kejaksaan Agung.

Namanya makin melambung ketika memenangkan perkara Time versus Soeharto yang dianggapnya sebagai tonggak kemerdekaan pers. Saat menjadi penasehat hukum Time itulah, kantornya sempat diacak-acak tamu tidak diundang. Todung pernah dipromosikan oleh seniornya, Prof. Ismail Sunny menjadi profesor di Fakultas Hukum UI, tempat almamaternya.

4. Muchyar Yara

Dibandingkan dengan kandidat lainnya, nama Muchyar Yara mungkin termasuk yang paling tidak dikenal. Namun menurut sumber hukumonline yang terlibat dalam pencalonan nama-nama untuk duduk dalam kabinet, nama Yara diusulkan oleh Partai Golkar. Golkar memang mengaku mengusulkan nama untuk duduk sebagai jaksa agung.

Muhyar Yara merupakan mantan aktivis GMNI, sehingga dinilai akan bisa bekerja sama dan diterima oleh kalangan PDIP. Yara merupakan Wakil Sekretaris Jendral DPP Partai Golongan Karya. Ia juga memimpin kantor konsultan hukum Muhyar Yara & Assosiate. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai ketua Departemen Hukum Partai Golkar.

Nama Muhyar Yara mulai dikenal publik setelah membela secara "mati-matian" kliennya Ginandjar Kartasasmita dalam kasus dugaan mark-up proyek TAC antara Pertamina dengan Ustraindo Petro Gas (UPG). Bahkan, Yara sampai menginap di rutan Kejagung untuk menuntut pembebasan kliennya.

Yara lulus Fakultas Hukum UI pada 1980 dan telah menamatkan program magister hukum di FH UI. Saat ini, ia tengah menyelesaikan disertasinya di UI. Skripsi dan tesisnya telah dijadikan buku dan banyak digunakan sebagai referensi.

Namun, agaknya tidak gampang bagi Yara untuk menduduki posisi Jaksa Agung. Buktinya, Marzuki Darusman yang petinggi Golkar dinilai tidak becus memimpin Kejagung. Dengan posisi Yara yang merupakan orang Golkar, tentu akan mempersulit pemberantasan kasus-kasus KKN yang ada. Belum lagi jika kita berbicara mengenai citra kejaksaan di mata masyarakat.

Apalagi sekarang ini, kader Golkar seperti Nurdin Khalid, Rahardi Ramelan, dan Ginandjar Kartasasmita sendiri sedang menghadapi proses hukum atas dugaan korupsi yang dilakukannya pada masa rezim Orde Baru yang dikenal totaliter dan korup.

Apakah nama Muhyar Yara yang disodorkan Partai Golkar untuk merebut kursi Jaksa Agung sebagai bagian dari kompromi politik untuk melindungi orang-orang Golkar? Kalau ternyata ini benar, tentu kabinet Mega-Hamzah tidak ada bedanya dengan kabinet pemerintah sebelumnya yang penuh dengan KKN.

5. Suparman

Dari seluruh nama kandidat, Suparman lah satu-satunya yang merupakan jaksa karier. Dalam situsi normal, hal ini seharusnya menguntungkan karena berarti ia sudah berpengalaman dan tidak perlu penyesuaian.

Namun dalam keadaan seperti sekarang ketika kejaksaan dipandang tidak bersih dan tidak mampu menyelesaikan kasus-kasus yang ditanganinya, kepercayaan masyarakat terhadap kejaksaan sangatlah rendah.

Wakil jaksa agung ini disebut-sebut sebagai calon alternatif apabila Megawati tidak berhasil memilih salah satu calon yang diusulkan oleh partai politik (parpol) tanpa mendapat reaksi keras dari calon lainnya. Maklumlah, kursi jaksa agung termasuk kursi yang menjadi "rebutan" parpol.

Di samping adanya resistensi dari Kejagung sendiri terhadap calon dari luar, Suparman juga merupakan pilihan yang aman bagi Megawati. Suparman merupakan sosok jaksa karier yang memulai kariernya sebagai wartawan sebelum menjadi jaksa.

Jebolan Fakultas Hukum UGM ini dikenal sebagai orang yang tekun dan mau banyak belajar, sehingga berhasil menyelesaikan program doktornya (S-3) di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan tesis mengenai tindak pidana di bidang perpajakan.

Sebelum menjabat sebagai Wakil Jaksa Agung, Suparman sempat menjabat Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan dan telah menertibkan jajaran kejaksaan yang terindikasi melakukakan KKN atau tindak pidana. Namun sayangnya, sampai saat ini jaksa-jaksa yang telah dikenakan sanksi dipecat ternyata belum juga dipecat.

Suparman ketika menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Yogyakarta, sempat menjadi sorotan pers ketikan kasus pembunuhan Udin, Wartawan Bernas, mencuat. Namun sampai ia dipindahkan kembali ke Kejaksaan Agung, belum jelas keberhasilan jajaran kejaksaan mengungkapkan kasus tersebut. Pada saat menjabat Kajati Yogyakarta, Suparman masih menyempatkan diri untuk mengajar di Fakultas Hukum UGM, di sela-sela kesibukannya.

Ketika Baharuddin Lopa meninggal dunia, Suparman ditunjuk sebagai pejabat pelaksana tugas (PLT) jaksa agung menggantikan Baharuddin Lopa. Banyak pihak meragukan kemampuan Suparman untuk melakukan pembersihan terhadap jajaran internal kejaksaan. Pasalnya, ia termasuk orang internal yang resisten terhadap perubahan pihak kejaksaan.

Ada pula pihak-pihak yang optimistis terhadap Suparman. Antara lain disebabkan karena pada saat ini, ia merupakan Ketua Tim Reformasi Kejaksaan. Ketika menjabat sebagai PLT Jaksa Agung, Suparman telah membentuk tim khusus yang akan menyeret pulang Prajogo Pangestu dan Sjamsul Nursalim.

Selain itu, Suparman menyiapkan langkah-langkah untuk melanjutkan amanat Baharuddin Lopa atas kasus pencurian ikan dan pengerusakan terumbu karang di perairan Indonesia. Namun, banyak pihak menilai Suparman tidak tegas dan kurang komunikatif. Karena itu, jangan terlalu berharap banyak adanya gebrakan kalau Suparman menjadi Jaksa Agung.

Spoiler for saus:


Spoiler for mirip:


0
1.6K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.8KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.