TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fahri Hamzah tampaknya menyesal ikut memilih Akil Mochtar sebagai hakim konstitusi. Ini menyusul operasi tangkap tangan KPK terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
"Saya ikut memilih beliau (Akil) dan Pak Mahfud MD," kata Fahri dalam Dialektika Demokrasi di gedung DPR RI Jakarta, Kamis (3/10/2013).
Akil Mochtar dan Mahfud MD terpilih jadi hakim MK melalui seleksi di Komisi III DPR RI. Sebelum menjabat hakim konstitusi, Akil dikenal sebagai anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar sementara Mahfud MD adalah politisi PKB.
Fahri Hamzah menceritakan dia punya andil dalam memilih Akil dan Mahfud jadi hakim konstitusi.
"Dua-duanya (Akil dan Mahfud) minta tolong ke saya agar dipilih jadi hakim konstitusi. Katanya karena mereka sudah bosan di partai," kata Fahri.
Akil tetangkap tangan menerima suap sekira Rp2-3 miliar dalam mata uang Dolar Singapura, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di rumah dinasnya Jalan Widya Chandra III, No 7, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Oktober 2013 malam.
Akil diduga menerima suap terkait kasus sengketa Pilkada Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Fahri Hamzah, mengkritik pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait dugaan suap.
"SBY bilang, terima kasih KPK katanya. Bagaimana itu. Tidak boleh lepas tangan begitu dong," kata Fahri dalam "Dialektika Demokrasi" di gedung DPR RI Jakarta, Kamis (3/10/2013).
Menurut Fahri rentetan skandal korupsi terjadi di era pemerintahan SBY. "Ini aneh kalau KPK sukses dipuji dan kalau kena kadernya (Demokrat) KPK dikritik," kata Fahri.
Lanjut Fahri, seharusnya jika sudah tertangkap tangan menerima suap maka Akil Mochtar bisa langsung ditetapkan tersangka.
"Kenapa Akil tidak langsung dijadikan tersangka. Apakah mau menunggu 24 jam gimana," kata Fahri.
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah menilai kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menangani uji materi (judicial review) sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) harus dievaluasi. Menurutnya, kewenangan itu pula yang akhirnya menyeret Ketua MK Akil Mochtar ke dalam dugaan menerima suap atas sengketa pilkada yang ditanganinya. Fahri menuturkan, gugatan pilkada sebaiknya oleh Mahkamah Agung (MA).
Sementara itu, MK sebaiknya hanya menangani uji materi undang-undang atau gugatan pada hasil pemilihan umum presiden. "Jadi judicial review soal pilkada itu MK enggak usah urusi," kata Fahri di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (3/10/2013).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyampaikan, MK seharusnya berada di garda terdepan dalam menjaga konstitusi. Tugas utamanya adalah mengawal undang-undang yang tidak berpihak pada kesejahteraan dan kepentingan rakyat.
KPK menangkap tangan Akil bersama anggota DPR asal Fraksi Golkar Chairun Nisa dan pengusaha Cornelis di kediaman Akil pada Rabu (2/10/2013) malam. Tak lama setelahnya, penyidik KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat.
Bersamaan dengan penangkapan ini, KPK menyita sejumlah uang dollar Singapura dan dollar Amerika yang dalam rupiah senilai Rp 2,5 miliar-Rp 3 miliar. Diduga, Chairun Nisa dan Cornelis akan memberikan uang ini kepada Akil di kediamannya malam itu. Pemberian uang itu diduga terkait dengan kepengurusan perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang diikuti Hambit Bintih selaku calon bupati petahana.
Pemberian uang kepada Akil ini diduga merupakan yang kali pertama. Belum diketahui berapa total komitmen yang dijanjikan untuk Akil.
KPK memantau pergerakan Akil sejak beberapa hari lalu. KPK sebelumnya menerima informasi dari masyarakat yang menyebutkan bahwa ada rencana pemberian uang untuk Akil pada Senin (30/9/2013). Namun, rupanya pemberian uang itu bergeser waktunya menjadi Rabu malam. Kini, KPK masih memeriksa Akil dan empat orang lainnya yang ikut tertangkap tangan. Menurut Johan, KPK juga memeriksa lima orang lainnya, yang di antaranya adalah petugas keamanan. Dalam waktu 1 x 24 jam, KPK akan menentukan status hukum Akil dan empat orang lain yang tertangkap tangan.