fadhlierlandaAvatar border
TS
fadhlierlanda
10 Mitos tentang Mobil Murah
25 September 2013
Kebijakan pemerintah tentang mobil murah dan hemat energi (low cost and green car/ LCGC) menuai kontroversi. Berawal dari penolakan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang menilai mobil murah akan menambah kemacetan ibukota. Penolakan serupa juga diikuti oleh banyak pihak yang menganggap program mobil murah tidak tepat sasaran. Selain harganya yang tidak bisa dibilang murah bagi kantong sebagian besar masyarakat, program ini juga berlawanan dengan kebijakan pemerintah yang ingin menghemat konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Alhasil, akan menambah beban anggaran pemerintah. Lin Che Wei, CFA dalam tulisan ini memaparkan 10 mitos tentang mobil murah. Alih-alih memberikan keuntungan seperti yang dilontarkan pemerintah, kebijakan tersebut justru berpotensi merugikan masyarakat.

Mitos pertama Nilai tambah mobil murah tinggi.
Fakta: Hanya 40 persen dari komponen produk otomotif dibuat secara lokal, sedangkan 60 persen komponen masih diimpor. Artinya, nilai tambah mobil murah lebih tinggi untuk perusahaan asing.

Mitos kedua Mobil murah akan meningkatkan ekspor karena 15-20 persen untuk ekspor.
Fakta: Hanya sekitar 15-20 persen dari mobil murah yang akan diekspor dengan jumlah hanya 19.500-35.000 unit. Sementara 60 persen dari komponen otomotif berasal dari Impor, sehingga mobil murah akan menyebabkan kita mengimpor lebih banyak daripada mengekspor.

Mitos ketiga Pembeli mobil murah tidak akan meningkatkan penggunaan BBM bersubsidi.
Fakta: Peraturan pembelian BBM sekarang adalah untuk pembelian mobil bukan mewah dan cc kecil. Mobil Murah akan menyebabkan peningkatan konsumsi BBM bersubsidi kecuali ada mekanisme pengaturan yang efektif.

Mitos keempat Rakyat Kecil yang diuntungkan adanya mobil murah.
Fakta: Mobil murah akan meningkatkan konsumsi yang tidak perlu dari rakyat kecil. Mereka seharusnya memperoleh transportasi umum yang murah. Mobil murah justru akan menguntungkan pengusaha otomotif dan perusahaan pembiayaan dengan mendorong rakyat kecil menjadi lebih konsumtif.

Mitos kelima Program mobil hemat menguntungkan karena mendatangkan komitmen investasi US$ 3 miliar.
Fakta: Pembebasan pajak yang diberikan pemerintah sangat besar. Hitunglah pajak yang hilang dalam lima tahun. Dengan asumsi penjualan sebesar 700.000 sampai 1.000.000 mobil dalam lima tahun, dan PPnBM 10 persen, katakan nilainya Rp 10 juta per mobil, maka pajak yang hilang adalah Rp 10 Triliun.

Mitos keenam Program mobil murah tidak akan menimbulkan kemacetan.
Fakta: Dengan asumsi mobil 12 juta (@ 4 meter), truk 3 juta (@ 6 meter), bus 5,5 juta (@ 6 meter), dan motor 80 juta (jajar dua @ 1.8 meter), maka panjang kendaraan apabila dijajarkan saat sekarang adalah sepanjang 17.100 km. Panjang jalan nasional saat ini sekitar 33.000 km dan jalan tol 800 km. Dengan penjualan mobil diperkirakan sekitar 1,4 juta per tahun jadi akan menambah sekitar 551 km setiap tahun. Mobil murah jelas akan dengan cepat menambah kemacetan jalan.

Mitos ketujuh Mobil murah akan dijual ke daerah dan tidak di kota besar.
Fakta: Sebagian besar target pasar dari mobil murah adalah rakyat menengah ke bawah yang ulang-alik di kota-kota besar. Data penjualan mobil cc kecil juga menunjukan bahwa penjualan justru sangat kuat di perkotaan dan bukan pedesaan atau daerah.

Mitos kedelapan Mobil murah akan menjadi sarana transfer teknologi ke mobil-mobil nasional.
Fakta: Industri otomotif Indonesia sudah berdiri sejak 1970-an atau lebih dari 40 tahun. Transfer teknologi berjalan sangat lambat dan tidak mungkin hal tersebut dapat terjadi dalam 3-4 tahun ke depan.

Mitos kesembilan Mobil murah diperjuangkan oleh pejabat-pejabat yang mementingkan rakyat kecil.
Fakta: Mobil murah diperjuangkan oleh pejabat-pejabat yang pernah menjadi duta dagang Indonesia (calo). Mereka yang pernah menjadi pengurus industri otomotif, yang keluarganya memegang lisensi penjualan mobil murah di daerah. Pejabat publik yang mencoba memanfaatkan isu mobil murah untuk kegiatan populis.

Mitos kesepuluh Mobil murah akan membawa Indonesia menjadi negara maju (developed country).
Fakta: Menurut walikota Bogota, negara maju bukanlah negara yang golongan menengah ke bawah memiliki mobil, tetapi ketika golongan menengah ke atas memakai transportasi publik. Dalam kebijakan ini Indonesia bukanlah developed country atau developing country (negara sedang membangun). Indonesia adalah decaying country (negara yang membusuk) dalam kebijakan otomotif dan transportasi publik.

http://www.katadata.co.id/1/3/opini/...bil-murah/550/

setuju gw ama artikel ini, klo mau pro rakyat kecil harusnya dibuat transport umum yang terjangkau dan nyaman, bukan dengan mobil murah. klo mobil murah, hanya menguntungkan produsen mobil, kemacetan dari meningkatnya penjualan mobil akan meningkatkan biaya rakyat kecil
0
2.4K
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.