dathukAvatar border
TS
dathuk
Patutkah HDCI "dibantu" ?
Opini - Hari ini Pkl. 00:04 WIB

Harley Davidson dan Walikota Medan

Oleh : Parlindungan Sibuea.

Tertegun mendengar pernyataan bahwa Walikota Medan, Rahudman Harahap, akan menggunakan sebagian dari dana Perubahan APBD 2012 guna membantu Harley Davidson Club Indonesia Sumatera Utara yang menyelenggarakan "Surya Sumatera Bike Week 2012" di Lapangan Benteng Medan akhir September lalu.
Ketua HDCI Sumut, Musa Rajeckshah alias Ijeck, mengungkapkan hal itu pada malam puncak (29/9) sekaligus penutupan event "pesta pora" yang mengumpulkan kalangan berduit pemilik sepeda motor besar atau motor gede (moge) tersebut. Dikatakannya penyelenggara meninggalkan utang karena dana yang diperoleh dari para sponsor tak mampu menutupi seluruh pembiayaan. Kendati di dalamnya termasuk salah satu perusahaan rokok nasional.

Dengan dalih gawean yang diikuti kurang lebih seribu penggila moge dari berbagai kota di Indonesia (seperti Jakarta, Bali, Bandung, Palembang, Riau, Padang dan sebagainya) itu telah menciptakan multi-flyer effect bagi geliat aktivitas bisnis lokal yang ditunjukkan melalui peningkatan tingkat hunian hotel-hotel di Kota Medan selama beberapa hari, maka Ijeck merasa pantas "menagih" Rahudman untuk membantu menyelesaikan utang mereka.

Di hadapan beberapa pejabat penting nasional maupun daerah seperti Komjen Pol Nanan Sukarna yang tak lain adalah Wakil Kapolri sekaligus Ketua HDCI Pusat, Pelaksana Tugas Gubsu Gatot Pujo Nugroho, Pangdam Bukit Barisan Mayjen Lodewijk F. Paulus, Kapolda Sumut Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro, anggota Dewan Perwakilan Daerah Rahmatshah dan lainnya, "tagihan" tersebut disampaikannya.

"Untungnya", seperti kata Ijeck, Rahudman sudah berkomitmen membantu. Dengan dana yang dimiliki Dinas Pariwisata di P-APBD utang HDCI Sumut akan diselesaikan. Kalau komitmen itu benar dijalankan maka lengkaplah kegembiraan orang-orang kaya penunggang moge yang harga termurahnya hampir mencapai Rp 300 juta tersebut.

Abdillah dan Syamsul Arifin

Sungguh miris mencermati sikap Rahudman yang kata Ijek akan mengucurkan dana guna menyelesaikan utang mereka. HDCI bukanlah sekumpulan orang-orang melarat atau kelaparan yang layak mengemis atau mendapat kucuran bantuan APBD. Tapi kaum berduit, pengusaha maupun pejabat, yang hidupnya berkelimpahan. Siapa yang tak mengenal Ijeck putera pengusaha Anifshah yang perkebunan, properti, sarang walet, dan kekayaan-kekayaan lain miliknya bertaburan dimana-mana?

Apalagi hajatan yang mereka selenggarakan hanyalah pesta pora bergelimang kemewahan. Band rock papan atas, MC dan artis dari Jakarta dihadirkan guna meramaikan hura-huranya. Sangat pantas dicurigai kalau kebijakan yang akan ditempuh walikota tersebut merupakan bentuk kesewenang-wenangan dalam penggunaan anggaran. Kalau itu yang terjadi, celakalah warga Medan. Kembali dikhianati pemimpinnya seperti yang pernah terjadi sebelumnya.

Dalam beberapa tahun terakhir terdapat sejumlah pemimpin di Sumatera Utara yang oleh karena kekuasaan yang dipercayakan padanya melakukan tindak kesewenang-wenangan dalam menggunakan duit rakyat. Dua diantaranya yang cukup menggemparkan dan mengundang keprihatinan luas dari masyarakat adalah Abdillah dan Syamsul Arifin.

Abdillah yang menduduki jabatan Walikota Medan di awal-awal isu reformasi berkumandang sempat dipercaya memerintah selama dua periode. Tapi karena penyelewengan penggunaan APBD yang dilakukannya keburu terbongkar oleh aparat hukum, masa sepuluh tahun kekuasaannya tak ditunaikan sampai akhir. Awal Januari 2008 Komisi Pemberantasan Korupsi menjebloskannya ke dalam tahanan dengan tuduhan korupsi.

Penyimpangan dalam penggunaan uang milik rakyat yang dilakukan Abdillah disebutkan KPK dilakukan pada kurun waktu 2002 sampai 2006. Bersama koleganya Ramli yang kala itu menjabat sekretaris daerah dan wakil walikota, keduanya mempraktikkan permufakatan jahat. Akibatnya masyarakat Kota Medan dirugikan sebesar Rp 50,58 miliar.

Di persidangan, Jaksa Penuntut Umum menyatakan mereka secara berturut-turut pada 2002 menyelewengkan dana negara sebesar Rp 2,13 miliar. Berlanjut pada 2003, Rp 12,99 miliar. Disusul kemudian tahun 2004, Rp 19,3 miliar. Masing-masing pada 2005 dan 2006 berjumlah Rp 10 miliar dan Rp 6,15 miliar.

Dengan mudahnya, seperti tengah mengelola kekayaan milik sendiri, baik Abdillah maupun Ramli dituding memanipulasi dana APBD untuk memperkaya diri. Bermacam keperluan pribadi dan bukan urusan dinas pemenuhannya dilakukan secara semena-mena dengan menguras kocek negara. Demi mempererat relasi personal yang tak ada hubungannya dengan penyelenggaraan negara; telepon seluler, lampu kristal, asesoris mobil dan tiket pesawat, dibagi-bagi kepada kerabat yang lagi-lagi pembiayaannya bersumber dari kas pemerintah. Sang istri, Nanan Farach Duna Abdillah, disebut-sebut turut menikmati "keuntungan". Satu ketika untuk bepergian ke Jepang, biaya perjalanannya berasal dari keuangan Pemko Medan.

Kerakusan melahap uang milik rakyat juga dipertontonkan Syamsul Arifin. Selama tujuh tahun di era pemerintahannya sebagai Bupati Langkat (2000-2007), tak henti-hentinya dana APBD diselewengkan. Menurut KPK yang menetapkannya menjadi tersangka pada April 2010, sebesar kurang lebih Rp 90 miliar kerugian yang diderita rakyat akibat tindakan tak terkontrolnya menggerogoti uang negara.

Diawali tahun 2000 atau setahun setelah resmi memangku amanat rakyat Langkat, sebesar Rp 3,2 miliar kas daerah disikatnya. Merasa begitu nikmat, tindakan yang sama diulanginya. Setahun kemudian berlipat ganda menjadi Rp 7,7 miliar. Tahun 2002 lebih gila-gilaan lagi, Rp 13,16 miliar jerih payah masyarakat disalahgunakannya. Lalu pada 2003 sedikit menurun menjadi Rp 10,04 miliar. Setahun berikutnya "hanya" Rp7,8 miliar. Berturut-turut dua tahun berikutnya, 2005 dan 2006, penyelewenangan yang dilakukannya berjumlah Rp 3,9 miliar dan Rp 5 miliar. Sebagai "penutup", pada 2007 berkurang drastis menjadi Rp 6,8 juta.

Ada kesamaan bentuk keserakahan antara Abdillah dan Syamsul Arifin. Yang hendak mereka perkaya melalui penyimpangan penggunaan APBD adalah diri sendiri, keluarga dan para kerabatnya. Sebagaimana Abdillah, temuan KPK menunjukkan bahwa istri (Fatimah Habibi), beberapa anak berikut adiknya ikut mencicipi sikap "murah hati" Syamsul Arifin. Anggota legislatif dan Muspida setempat tak ketinggalan. Organisasi kemasyarakatan dan wartawan juga mendapat kucuran. Bertahun-tahun mereka "berpesta" menghisap keringat rakyat yang patuh membayar pajak. Dengan laporan pertanggungjawaban yang menggunakan data, proposal dan bukti pembayaran yang tak pernah ada (fiktif), kecurangan-kecurangan itu secara leluasa mereka jalankan.

Awasi Rahudman Harahap

Sebuah pelajaran yang sangat mahal harganya harus dipetik dari kesewenang-wenangan yang dilakukan Abdillah dan Syamsul Arifin. Masih banyak rakyat yang hidup sengsara akibat gelimang kemiskinan, pendidikan tak memadai dan kesehatan yang memprihatinkan. Untuk hal-hal mendasar seperti inilah seharusnya anggaran negara yang dihimpun dari dana masyarakat dipergunakan. Bukan untuk berpesta pora memperkaya diri sendiri, keluarga serta kroni-kroninya seperti yang dilakukan Abdillah dan Syamsul Arifin.

Sebagai walikota yang saat ini memimpin Kota Medan, bukan tak mungkin Rahudman Harahap melakukan hal serupa. Bagaimanapun, saat ini kasus korupsi Rp 13,8 miliar yang terjadi beberapa tahun lalu di Pemkab Tapanuli Selatan tengah melilitnya. Sulit untuk tak mengatakan bahwa "dosa" masa lalunya itu tidak sedang menyanderanya.

Terhadap Ijeck dan komunitas Harley Davidson-nya yang "mengemis" agar dikucurkan dana APBD demi melunasi utang penyelenggaraan pesta penuh kemewahan lewat "Surya Sumatera Bike Week 2012", haruskah Rahudman memenuhinya?

Jika tak mau kesalahan yang sama seperti dilakukan Abdillah dan Syamsul Arifin terulang, maka tugas semua pihak mengawasi Rahudman. Seberapa pantas dan mendesak orang-orang kaya yang tergabung di HDCI itu untuk dikucuri dana APBD? Sulit dipahami kalau bukan karena alasan perkoncoan, itulah yang mendasari pemenuhan permintaan mereka. Sebagai Ketua Ikatan Motor Indonesia Sumut, bukan baru kali ini event otomotif diselenggarakan Ijeck bersama Pemko Medan. Sedemikian rupa kedekatan sudah terbangun sehingga tersedia kemudahan untuk "mengutak-atik" anggaran.

Berapa jumlah dana yang dijanjikan walikota untuk membayar utang HDCI Sumut yang akan diambil dari anggaran milik Dinas Pariwisata, apakah dalam kaitan itu dibutuhkan persetujuan lembaga legislatif, kapan akan dikucurkan, apakah akan ada pemberitahuan terbuka kepada masyarakat, dan berbagai pertanyaan lainnya, demikian hal-hal yang harus terungkap.***

Penulis adalah Direktur Eksekutif Sekolah Pendidikan Politik "Politica Institute".


Begitulah kira-kira. Sudah bisa dibayangkan kenapa kita "harus" membayar pajak. Pajak sangat "dibutuhkan" untuk bikin "pesta". Hari gini gak bikin "pesta"? APA KATA DUNIA? emoticon-I Love Indonesia (S)

0
9.6K
137
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.7KThread40.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.