AdanWAvatar border
TS
AdanW
Densus 88 Salah Tangkap, Memalukan
JAKARTA Terjadinya kembali kesalahan penangkapan oleh tim Densus 88 Anti Teror Polri saat mencari terduga teroris dinilai sebagai insiden yang memalukan. Kejadian itu menunjukkan adanya kerjasama yang tidak solid antara Densus dengan intelijen.

"Salah tangkap dan penyiksaan sudah beberapa kali terjadi dalam penangkapan terduga teroris. Terulangnya kasus-kasus seperti ini tentu sangat memalukan," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane, hari ini.

Sebagaimana diberitakan, Densus 88 Anti Teror Polri menangkap Dul Rahman, 20 tahun, di depan Solo Square, Griyan, Laweyan Solo Jawa Tengah pada 22 September 2012. Setelah diperiksa hampir sepuluh jam, korban akhirnya dilepaskan begitu saja tanpa penjelasan apa-apa termasuk permintaan maaf.

Menurut Neta, seharusnya hal itu tidak terjadi lagi. Apalagi, belakangan ini masyarakat telah memberi apresiasi terhadap kinerja Polri dalam hal pemberantasan teroris. Sangat disayangkan jika prestasi tersebut masih dikotori dengan salah tangkap, disertai penyiksaan terhadap orang yang tidak bersalah tentu sangat disayangkan.

"Dalam kasus salah tangkap dan penyiksaan terhadap orang tak bersalah ini seharusnya Kapolri minta maaf, dan mengingatkan jajarannya agar bersikap profesional," jelas Neta.

Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Solo mendesak Kapolri meminta maaf kepada Dul Rahman, 20, terkait peristiwa salah tangkap oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror terhadap yang bersangkutan, Sabtu (22/9) pagi lalu. JAT menilai apa yang dilakukan Densus 88 tidak profesional dan proporsional.

Dul Rahman adalah anggota JAT asal Sudimoro RT 002/RW 010, Parangjoro, Grogol, Sukoharjo, yang turut ditangkap aparat Densus 88 saat pasukan elit polisi tersebut menangkap terduga teroris di Griyan, Pajang, Laweyan, Solo. Ia dibawa polisi menggunakan mobil dan diinterogasi polisi di Mapolresta Solo. Namun, lantaran polisi tidak bisa membuktikan bahwa Dul Rahman terkait jaringan teroris, ia dilepaskan pukul 19.30 WIB.

Dul Rahman didampingi Amir JAT Mudiriyah Solo, Muh Sholeh Ibrahim, saat menggelar jumpa pers di Masjid Baitussalam, Tipes, Solo, Minggu (23/9) kemarin telah menyampaikan, Dul Rahman ditangkap polisi berpakaian preman saat ada penjagaan ketat di sekitar Solo Square (SS) karena sedang ada penangkapan terduga teroris di Griyan sekitar pukul 10.30 WIB. Ketika itu ia baru saja keluar dari SS lalu melihat ada banyak polisi di sekitar 100 meter dari SS. Karena penasaran ia berusaha mendekat ingin mengabadikan peristiwa tersebut dengan kamera. Tetapi, sebelumnya ia mengecek kamere digital yang dibawanya.

Pas saya cek ternyata kamera saya rusak. Tiba-tiba ada beberapa polisi bersenjata menghampiri saya meminta kamera. Setelah mengetahui kamera saya rusak polisi itu meminta ponsel dan mengecek isi pesan singkat, urai Dul Rahman.

Polisi langsung curiga setelah tahu SMS di ponsel Dul Rahman berasal dari nama-nama ustad. Lalu polisi membuka bajunya. Tahu ia mengenakan baju koko polisi langsung membawa Dul Rahman ke mobil secara paksa. Saya teriak minta tolong, tapi polisi menindih saya. Saya salah apa kok ditangkap? Apa semua yang berbaju koko teroris? Saya bilang seperti itu tapi enggak digubris, imbuh Dul Rahman.

Saat diinterogasi Dul mengaku ditanya soal identitas dan keperluannya. Ia juga mengaku sebelum sempat menjawab apa yang ditanyakan polisi ia ditampar polisi beberapa kali di muka. Akibatnya, mulut di bagian dalamnya berdarah dan terasa sangat sakit. Ketika meludah air liurnya keluar bercampur darah cukup banyak. Interogasi menurut Dul dilakukan polisi hingga pukul 15.30 WIB. Setelah itu ia dibiarkan saja hingga akhirnya barang-barangnya dikembalikan dan dilepaskan pukul 19.30 WIB.

Atas tindakan itu, sambung Sholeh, JAT mendesak Kapolri meminta maaf kepada Dul Rahman dan mengembalikan nama baiknya. JAT juga meminta Provos Mabes Polri pro aktif mengusut para pelaku penganiayaan.

Kepada Presidan RI, Susilo Bambang Yudhoyono, agar mengevaluasi keberadaan Densus 88 Antiteror karena sudah tak independen, sering menembak mati korban, menganiaya, tidak ada kebebasan menentukan penasihat hukum dan kerap salah tangkap, ulas Sholeh kepada wartawan. Ia meminta pula Komnas HAM menyeret dan mengadili oknum Densus 88 yang terlibat dalam pelanggaran HAM.

sumber : IYAA.com
______
Densus budaknya siapa sih gan emoticon-Malu (S)
0
3.2K
55
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.