Story
Pencarian Tidak Ditemukan
KOMUNITAS
link has been copied
228
KASKUS
51
244
https://www.kaskus.co.id/thread/000000000000000010276655/kereta-terakhir-ke-kamar-kita
Ketukan pintu terdengar tiga kali “Seville, buka pintunya dong? Ibu bawa makan siang buat kamu.” “Iya bu, sebentar,” Seville menjawab dari dalam kamar. Rantai diturunkan dan kunci diputar. Ibu Seville masuk dan meletakkan nampan makanan yang dibawanya diatas meja. Aroma dupa yang dipasang Seville sangat menusuk. Sejenak ia melihat ke sekeliling kamar putrinya tersebut. Seluruh dinding kama
Lapor Hansip
25-08-2011 05:06

KERETA TERAKHIR KE KAMAR KITA

Quote:
SELAMAT DATANG DI THREAD KUMPULAN CERITA RAHAN KASKUS


INDEX CERITA


1. KERETA TERAKHIR KE KAMAR KITA
01
02
03
04
05
06
END

2. DI LUAR PINTU
01
02
03
04
05
END

3. DI BAWAH BULAN PINGGIR TAMAN
ONE SHOT

4. GOSIP
01
02
END

5. MIMPI-MIMPI HUJAN
01
02
03
04
05
06
07
08
09
END

6. RAHAN DAN BARMA
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
END

7. PERCAKAPAN DUA PRIA DAN SEORANG HANTU (PDPDSH)
01
END

8. KEMBARA HATI
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
END

9. SARI
ONE SHOT

10. FATE, STAY HERE
INTRO
EP. 01 - LEGENDA POMPADOURI
EP.02 - DONGENG NEGERI ZARATROID
EP.03 - ALBETISTRA: BILIK INDONESIA DAY 1
EP.04 - ALBETISTRA: BILIK INDONESIA DAY 2
lanjutan EP.04 -
EP.05 - ALBETISTRA: BILIK INDONESIA DAY 3
EP.06 - KEGADUHAN DI PASAR ALBETISTRA
EP.07 - GADIS GIPSI DAN SI PENYAMUN
EP.08 - LULLABY FOR ANNABELLE
EP.09 - RAMALAN RAYA PART 1
EP.10 - RAMALAN RAYA PART 2
EP.11 - OPHELIA PART 1
EP.12 - GOOD BYE ALBETISTRA

11. WHAT IF THERE IS NO WAY TO LOVE YOU (WITNWTLY) - COMING SOON

12. KUTUKAN TIGA BELAS - COMING SOON

Diubah oleh rahan
profile-picture
memberi reputasi
1
Masuk untuk memberikan balasan
stories-from-the-heart
Stories from the Heart
27.4K Anggota • 30K Threads
Halaman 1 dari 12
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:08
23 Agustus 2006
Ketukan pintu terdengar tiga kali “Seville, buka pintunya dong? Ibu bawa makan siang buat kamu.”

“Iya bu, sebentar,” Seville menjawab dari dalam kamar.

Rantai diturunkan dan kunci diputar. Ibu Seville masuk dan meletakkan nampan makanan yang dibawanya diatas meja. Aroma dupa yang dipasang Seville sangat menusuk. Sejenak ia melihat ke sekeliling kamar putrinya tersebut. Seluruh dinding kamar dipenuhi dengan lukisan buatan Seville sendiri. Semua lukisan itu berbeda tapi hanya menggambarkan satu objek saja. Seorang gadis kecil yang sepi.

Wajah gadis kecil di lukisan tersebut sangatlah murung. Seakan-akan kehidupan tidak menawarkan sedikit pun kebahagiaan. Lukisan gadis itu ada yang menggambarkan sedang duduk sendiri di ayunan sebuah taman. Ada pula gadis kecil bersama seekor kucing. Gadis kecil bergantungan di atas kaki burung raksasa. Gadis kecil duduk berpangku tangan di atas bulan yang bopeng. Lukisan-lukisan tersebut bisa membuat orang yang melihatnya merasa kesepian yang sama. Menghisap gairah hidup hingga habis tak bersisa sedikit pun. Tapi tak ada orang lain yang pernah melihat lukisan-lukisan tersebut. Hanya ibu Seville saja.

Seville mulai melukis gambar-gambar tersebut semenjak ia menginjak usia 15 tahun. Setiap hari ia melukis satu buah. Lalu satu buah lukisan lagi keesokannya. Lalu satu lagi. Dan begitu terus hingga sekarang ia hampir memasuki usia 18 tahun. Ibu Seville, Maria, adalah seorang yang religius. Ia menyayangi putri satu-satunya itu sedemikian rupa. Ia meyakini putrinya sedang mengalami sesuatu yang istimewa. Dan setelah satu bulan Seville melukis tanpa henti, Maria meminta Seville melukis di kamar, dan membuat perjanjian agar Seville tidak melukai dirinya sendiri. Seville tidak gila. Ia hanya ingin melukis. Ia benar-benar hanya ingin melukis.

--//--


28 Agustus 2006

Seville menatap ke luar jendela. Ia sedang beristirahat sebentar dari kegiatan melukisnya. Hujan turun dengan derasnya di luar sana. Seville membuka jendela, membiarkan udara basah dan percikan air menerpa wajahnya. Angin bertiup kencang membuat tirai sesekali terangkat ke atas.

Seville bersenandung lemah …
Kau Putri Arakan.. membawa derita.. membawa derita
Aku bersamamu .. Aku bersamamu .. Kau Putri .. ..


Perlahan-lahan suara Seville menghilang. Air matanya menetes. .

“Siapa pria ini?” tanya Seville dalam hati.

Ia baru saja bangun dari tidurnya, jendelanya masih terbuka. Sesosok pria muda lagi tampan berdiri di dalam kamarnya. Rambutnya berwarna cokelat. Badannya tegap. Mengenakan kaus, cardigan, dan celana jeans kusam.

Seville perlahan duduk, badannya mundur hingga punggungnya menyentuh sandaran tempat tidur, kakinya menekuk. Ditariknya selimut hingga menyentuh dagunya. Seville sedikit gemetar.

Pria itu tersenyum. Senyumnya ramah. Senyum itu membuat Seville lebih tenang dan ia pun memberanikan diri untuk bertanya. “Kau siapa?” nada suaranya masih bergetar.

“Hai Seville, namaku Baan” pria itu menjawab sambil mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman.

Sedikit ragu-ragu, tetapi akhirnya Seville pun mengulurkan tangannya juga menyambut jabatan itu. “Kau kenal aku? Bagaimana kau bisa masuk ke sini?” tanya Seville lagi.

“Aku .. aku penjemput,” jawab Baan pelan.

“Oh …” hanya itu yang keluar dari bibir Seville.

“Aku datang untuk menjemput dia.” ucap Baan lagi seraya menunjuk lukisan gadis kecil yang dibuat Seville.

Sejak kedatangan Baan, Seville terus melukis dengan serius. Ibu Seville semakin cemas. Kini putrinya kembali bercakap-cakap sendiri. Ia mendengarkan dari ruang sebelah. Maria kadang sengaja masuk saat Seville sedang berbicara, tetapi ia tak pernah melihat lawan bicara Seville. Maria sudah diberitahu oleh Seville bahwa Baan, penjemput Putri Arakan, datang dan menemaninya. Itu membuat Maria sedih.

Maria duduk di kamarnya yang hanya diterangi sebatang lilin saja. Ia masih ingat saat-saat Seville menjadi berubah. Malam hari, sekitar jam sepuluh, Maria dan Seville sedang berjalan di dekat rumah sepulangnya dari rumah kerabat jauh mereka. Saat itu bulan Oktober tahun 2003. Ada seorang gadis kecil di seberang jalan melihat ke arah mereka. Seville berhenti, ia memegang tangan ibunya agar tidak terus berjalan.

“Ibu, siapa ya anak itu?” tanya Seville pelan.

“Ibu tidak pernah lihat anak itu.” jawab Maria.

Tiba-tiba anak kecil itu tersenyum manis sekali pada Seville. Ia berlari kecil hendak menyebrang jalan dan memanggil ke arah Seville, “Kakak”, tetapi sebuah mobil truk melaju dengan begitu kencangnya dari arah berlawanan.

Seville melepaskan tangan ibunya, dan berlari ke arah jalan sambil berteriak “Jangaaannn!!”

Suara benturan keras pun terdengar, truk itu terus melaju tanpa sedikit pun mencoba berhenti. Si gadis kecil bersimbah darah dan tewas seketika dengan tubuh remuk. Seville berlari memeluknya dan menjerit sangat keras hingga terdengar seperti lolongan yang sangat mengerikan. Seville menangis sejadinya. Orang-orang pun keluar dari rumah. Mereka yang berkumpul melihatnya tak berani mendekat. Pemandangan itu sangat tragis, mengerikan, dan memilukan. Maria ingat ia hanya bisa berdiri menatap. Di tempat ia berdiri, Maria menggigit bibir hingga berdarah.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:11

4 September 2006

Malam hari, Seville dengan dibalut piyama dan kaos kaki serta boneka beruang besar di sisi tempat tidurnya sudah siap-siap akan tidur. Baan sedang melihat satu persatu lukisan di dinding kamar Seville sambil memakan apel. Tangannya sebelah kiri dimasukkan ke kantung belakang jeansnya.

“Baan, kamu bilang kamu adalah penjemput?” tanya Seville .

“Ya.”

“Boleh aku tanya satu hal?” ucap Seville pelan.

“Silahkan”

“Mengapa, malam itu, Putri Arakan memanggil aku ‘Kakak’?”

Yang ditanya menoleh sejenak, menghabiskan apel lalu melemparkannya ke tempat sampah. Baan menarik kursi kayu dan duduk menghadap ke arah Seville.

“Kau tidak tahu mengapa ia memanggilmu kakak?”

Seville hanya menggeleng.

“Arakan menginginkan seorang kakak perempuan.”

Seville mencoba mencerna jawaban Baan sejenak dan bertanya, “Lalu, mengapa aku?”

“Entahlah, mungkin Arakan menyukai engkau? Ayolah Sev, aku hanya seorang penjemput. Aku tidak tahu ‘semua’ yang terjadi atau akan terjadi”

Seville semakin tampak murung.

“Hei, yang aku tahu, Arakan meninggalkan dunia dengan hati yang sedih. Engkau adalah orang yang paling mengerti dirinya saat itu. Jadi, bila hal-hal seperti ini terjadi, adalah tugas seorang penjemput, seperti aku, untuk menjemput mereka yang pergi dengan hati yang sedih.”

Seville bergumam pelan, “Jadi maksudmu …?”

“Arakan berpindah ke dirimu, kesedihannya tertanam begitu dalam di hatimu. Selama engkau tidak bisa merasakan bahagia, aku takkan bisa menjemputnya. Kau harus bisa merasakan bahagia Seville. Agar aku bisa menjemput Arakan. Agar ibumu bisa tenang. Agar engkau kembali menyukai dunia ini.”

Seville mengeluh, “Tapi aku tidak bisa.”

“Kau belum berusaha benar untuk bahagia. Kau pasti bisa. Ya sudahlah, sekarang ini kau membutuhkan istirahatmu. Besok aku akan datang lagi. Oke.”

Baan pun bangkit dan mengembalikan kursi itu ke tempatnya semula. Dihidupkannya lampu tidur dan ia mematikan lampu kamar sehingga suasana kamar Seville menjadi remang.

“Selamat malam Seville,” ucapnya pelan sebelum menutup pintu kamar.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:13

6 September 2006

Pukul 5 pagi. Seville keluar dari kamar. Ia bersiap hendak lari pagi. Maria yang sedang menyiapkan sarapan di bawah terkejut bukan main.

“Seville? Kau … kau mau kemana, nak?” Maria bertanya dengan pelan.

“Cuma lari pagi ibu,” jawab Seville seadanya.

“Kau .. tidak ingin melukis lagi?”

“Arakan sudah dijemput. Aku tidak perlu melukis lagi. Aku hanya perlu merasakan bahagia, lagi pula putri ibu ini sudah terlalu lama di kamar bukan?” jawab Seville tersenyum seraya mengecup kening ibunya.

Maria hanya terdiam melihat Seville keluar rumah, air matanya menetes perlahan.

Maria masuk ke kamar Seville. Lukisan-lukisan itu sudah tidak lagi menempel di dinding kamar. Semua lukisan ditumpuk di atas mejanya. Ia melihat satu persatu lukisan itu. Maria ingat benar setelah tragedi kecelakaan itu, seminggu setelah pemakaman gadis malang tak dikenal itu, Seville mulai berbicara sendiri. Seville bilang pada dirinya, bahwa yang ia ajak bicara itu adalah gadis malang tersebut. Maria panik. Ia ketakutan saat itu.

“Jangan seperti itu nak?! Dia sudah pergi. Tidak ada siapa-siapa di kamar ini hanya kau dan ibu.”

“Aku tahu ibu, aku tahu gadis itu sudah pergi. Tapi sekarang dia datang lagi dan ingin bersamaku,” jawab Seville tenang tanpa ekspresi.

“Ya ampun, anakku sayang, kamu anakku satu-satunya, Ya ampun,” Maria menangis dan berlari keluar dari kamar Seville. Malam itu Maria tidak henti-hentinya berdoa memohon kepada Tuhan agar anaknya tidak menjadi gila.

Itu tiga tahun yang lalu. Setelah itu Seville berhenti berbicara sendiri. Ia bilang Putri Arakan sudah pergi. Sejak saat itu Seville mulai melukis ribuan gambar Putri Arakan. Satu buah lukisan setiap hari. Seville tidak pernah keluar rumah dan kegiatannya hanya melukis saja. Para tetangga bersimpati kepada Maria atas apa yang terjadi pada Seville. Mereka hanya punya satu sebutan untuk orang yang tidak pernah keluar rumah, meninggalkan kehidupan, dan mengerjakan satu hal saja. Sebutan itu adalah ‘gila’.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:16

7 September & 18 Sept 2006

7 September 2006

Malam sudah larut. Seville sedang berdiri menatap bintang-bintang. Jendela kamar ia buka lebar-lebar. Kamarnya gelap hanya cahaya dari lampu tidur yang bersinar. Ia mendengar pintu dibuka.

“Kau masih belum bisa menjemputnya?” ucap Seville.

“Apa kau sudah bahagia?” Baan balik bertanya.

Hening sesaat di antara mereka.

“Aku tidak tahu,” lirih Seville menjawab.

“Aku ingin menunjukkan suatu rahasia padamu. Kau mau ikut denganku?” tanya Baan lagi.

Seville membalikkan tubuhnya. Kini mereka berhadap-hadapan.

“Aku ikut.”

“Pejamkan matamu,” pinta Baan.

Seville menurut ia memejamkan matanya. Ia pasrah dengan apapun yang akan terjadi. Apapun bisa terjadi sekarang ini.

“Bukalah, kau lihat apa yang ada di luar?”

“Apa itu Baan?” Seville melihat satu gerbong kereta yang sangat indah melayang di udara. “Kereta?” tanya Seville tak percaya.

Baan mengangguk seraya tersenyum. “Itu kereta yang kugunakan. Kami, para penjemput, menggunakan kereta ini untuk pergi ke tempat-tempat yang jauh, menjemput mereka yang hidupnya berakhir dengan kesedihan. Jiwa-jiwa itu masih ingin bersembunyi di dunia, karena mereka mengira bahwa langit juga penuh dengan kesedihan. Mereka tidak tahu bahwa langit hanya berisi kebahagiaan.”

“Benarkah itu?” Seville nampak ragu.

“Begini sajalah, bagaimana bila kau ikut dan melihatku bekerja?”

“Untuk apa?”

Catatan Harian Sev, 18 Sept 2006
“SANG PENJEMPUT”

Aku ‘bermimpi’ lagi. Aku bersama Baan, sang penjemput, menaiki keretanya ke tempat-tempat yang jauh. Sudah satu minggu lebih aku mengamati sang penjemput bekerja. Keretanya melaju dengan kencang, kami melintasi awan. Orang-orang di seluruh dunia menghilangkan kesedihan dengan kebahagiaan yang tulus. Menolong orang, memberikan harapan, bayi-bayi lahir, orang tua bergembira, janji terpenuhi, kebencian terhapuskan, perpisahan dengan tulus, perjumpaan yang penuh makna, pemberian maaf, dan terlalu banyak kebahagiaan yang menghapuskan kesedihan. Terlalu banyak.

Aku mendapat banyak pelajaran. Baan berkata padaku suatu ketika, “Kebahagiaan kita menghilangkan kesedihan orang lain yang tanpa kita sadari masuk dalam diri kita.” Tapi, bagaimana cara menemukan kebahagiaan? Baan tidak bisa memberiku jawaban akan hal itu. Arakan masih berada dalam diriku. Aku sudah tidak melukis lagi. Tapi aku belum bahagia.


Maria mendapati Seville tengah melamun. “Sepertinya ada yang memberatkan pikiranmu Nak? Kau nampak resah” tanya Maria.

“Tidak Ibu, hanya saja ada satu pertanyaan yang sedang kupikirkan.”

Maria menunggu lanjutan kalimat putrinya.

“Mengapa Baan baru datang setelah Arakan tiga tahun berada dalam diriku?” ucap Seville.

Maria tak tahu harus menjawab apa. Ia selama ini percaya seutuhnya bahwa anaknya ‘terganggu’. Seville berada dalam dunianya sendiri, dan ia selalu berdoa agar Seville bahkan di dalam ‘kegilaannya’ pun tidak bersedih hatinya. Baan dan Arakan di mata Maria hanyalah sebuah rekaan. Rekaan dari anaknya yang sudah melewati batas tipis antara apa yang waras dan yang tidak. Tapi tak urung juga ia harus memberi sebuah jawaban. Sebagai orang tua ia memiliki tanggung jawab itu. Ia sudah lama tak pernah berbicara serius dengan putri semata wayangnya itu. Maria menghela nafas dan ia pun memulai.

“Seville sayangku, engkau bisa mendapatkan apapun yang kau inginkan di atas dunia ini. Semuanya bisa engkau raih dan pahami. Kecuali satu hal. Maksud sang waktu.”

“Aku tak betul-betul mengerti, apa yang ibu maksud,” Seville menggeleng.

“Engkau bisa terbang di atas langit, mendaki gunung, menyelami lautan, melintasi padang pasir, tetapi engkau tidak bisa memutar sang waktu. Waktu bekerja dengan sendirinya. Tidak masalah satu, dua, sepuluh hari, minggu, bulan ataupun sepuluh tahun. Itu adalah rahasia waktu. Engkau hanya cukup menjalaninya dan tidak perlu mengkhawatirkan cara bekerjanya. Semua di dunia ini, berjalan tepat pada waktunya.” Maria menjelaskan jawabannya.

Dan Seville pun mulai menangis, Maria mendekapnya perlahan. Ia tak mengerti mengapa Seville menangis.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:17

28 September 2006

Baan dan Seville baru saja kembali dari perjalanan jauh. “Aku tak habis pikir, sudah beberapa kali kau ikut denganku, kau telah melihat banyak kesedihan terbebas oleh kebahagiaan, kau telah melihat semuanya, tapi kau masih tetap belum bisa merasakan bahagia?” Baan menyatakan keresahannya.

Seville hanya diam.

“Kesedihanmu atas kepergian Putri Arakan terlalu besar. Aku paham kau menyayanginya, tapi kau tak bisa terus seperti ini, kau layak menikmati hidupmu,” ucap sang Penjemput.

Seville tetap diam.

“Mengapa kau malah diam saja sekarang? Kereta besok akan pergi lebih jauh lagi, bagaimana menurutmu?” ucap Baan.

“Tidak perlu,” Seville terisak menahan airmatanya.

“Kau menangis,” Baan menjadi heran atas perubahan sikap Seville.

“Ini kereta terakhir ke kamar kita,…”

“Maksudmu, Putri Arakan …?” Baan tak mengerti.

“Baan, Seville sayang kamu..”

Sejenak Baan terdiam. Apa? Ternyata kebahagiaan Seville adalah dirinya. Tempat-tempat yang mereka kunjungi selama ini bukanlah apa yang Seville cari dalam hidupnya. Kebahagiaan Seville adalah kehadiran dirinya, sang Penjemput. Dan ia pun mengerti beban yang ditanggung Seville. Baan terdiam kaku. Ia tak bisa menghibur Seville, lidahnya terasa kelu.
Perlahan-lahan tubuh Seville mengeluarkan cahaya terang. Gadis kecil yang bernama Putri Arakan melangkah keluar dari tubuh Seville dan berdiri di sisi Baan sekarang. Gadis kecil itu berbalik arah dan berhadap-hadapan dengan Seville. Ia menatap Seville yang masih beruraikan air mata. “Terima kasih, Kakak.”

“Seville, kau …, aku …” Baan masih belum bisa berkata jelas.

“Aku tidak apa-apa Baan, aku bahagia sekarang,” ucap Seville terbata.

Untuk beberapa saat mereka hanya saling menatap.

“Boleh aku minta sesuatu padamu, sang Penjemput?”

“Apapun Seville.”

“Bila nanti, aku terjebak menjadi kesedihan dalam kehidupan seseorang, dapatkah engkau yang menjemputku?” pinta Seville.

“Aku akan menjemputmu. Tapi aku juga berharap engkau tidak akan menjadi kesedihan dalam kehidupan seseorang.”

Hening lagi.

“Aku akan sangat kehilanganmu, Baan.”

“Tetap bahagia ya.”

“Akan kucoba.”

“Aku pergi, Sev”

Baan menggandeng tangan kecil Putri Arakan ke kereta. Dalam sekejap mereka berdua menghilang meninggalkan kamar Seville. Seville masih menitikkan air mata dan melambaikan tangannya. Ia merasakan kebahagiaan tersebut menguasai dirinya. Ketenangan. Ketenangan yang abadi.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:19

EPILOG: 23 Agustus 2008

Seville dan ibunya, Maria, pindah ke daerah lain. Disana tidak ada orang yang mengetahui cerita tentang Seville. Maria membuka usaha menjahit. Seville kembali melukis, tetapi bukan tentang putri Arakan. Galerinya terbuka untuk umum dan banyak juga pencari lukisan yang menghargai tinggi karya Seville. Dan suatu hari, semua terjadi begitu saja.

“Permisi, saya mencari Nona Seville, pemilik galeri ini?” ucap seseorang dengan wajah yang sangat familiar.

“Saya sendiri, anda siapa ya?” Seville balik bertanya.

“Oh, saya penggemar lukisan karya anda, perkenalkan nama saya Baan Shanze,” ucap pria itu seraya mengulurkan tangan.

Seville melambung di awan. Hmm, Seville Shanze. Tidak terlalu buruk.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:44
nice story, alur cerita bagus,mendetail...kompleks..pengembangan tokoh yg pelan tp pasti... Lanjut
Kereta terakhir ke kamar kita
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:47

DI LUAR PINTU

Panggil aku Dina. Saat ini aku dalam perjalanan menuju kantor pos untuk mengirimkan paket yang ditunggu Kyan tapi tiba-tiba saja aku merasa agak pusing. Matahari sedang terik-teriknya di atas sana, mungkin ia sedang bermain-main dengan kita penghuni bumi ini. Atau bisa saja ternyata pernah ada seorang anak bodoh yang mencoba menyiksa seekor semut dengan kaca pembesar.

Mengumpulkan titik panas di kepala semut itu. Mencoba melihat apakah semut itu akan meregang nyawa, dan dengan sembunyi-sembunyi menikmatinya. Dan mungkin ada sebagian dari anak itu yang merasuk pada kita semua. Lalu sang semut yang telah tewas itu mempunyai permintaan terakhir yang nampaknya dikabulkan Yang Kuasa. Panas matahari itu kini menyengat kepala kita semua.

Kyan bodoh. Dia pernah datang ke rumahku untuk menawarkan kue buatannya. Hatinya memang baik. Tapi sayang dia bodoh. Aku tak pernah menyukainya hanya karena ia pandai memasak kue. Meskipun hampir seluruh peralatan dan genteng yang rusak sudah menerima sentuhan ajaibnya, Kyan tetap Kyan. Ia bodoh karena entah mengapa aku tak pernah bisa mencintainya.

Kue itu misalnya. Entah apa yang telah diperbuat Kyan pada kue itu. Ia yang membikinnya jadi separuh jalan mungkin bisa juga kalau disebut ia Ayah dari kue itu.

“Dimakan dong Na,” pintanya

“Ngga mau, kuenya kebagusan … Mendingan Na jadiin pajangan aja,” jawabku serius.

Kue ulang tahunku itu berakhir di tong sampah setelah menjamur dan bentuknya pun tak indah lagi.

Zap! Entah mengapa peristiwa itu terlintas kembali di benakku. Aku juga heran mengapa begini. Persis di saat aku harus mengirimkan paket penting ini. Uuh … kepalaku semakin pusing. Aku merasa gugup saat tanganku mengeluarkan sesuatu dari kantong blazerku. Oh, ternyata sebuah telpon genggam. Lalu tanpa menunggu lebih lama jemariku memencet nomor telpon Kyan dan menempelkan telpon tersebut erat-erat di telinga kananku. Dari dalam kantong kertas yang kupegang dengan tangan kiriku terdengar dering telpon. Bahu kananku refleks bekerja sama dengan leher yang merapat. Menjaga agar telpon di telinga tak jatuh. Tangan kananku merogoh kantong kertas dengan gerak terbatas, benar-benar bukan suatu pemandangan yang anggun. Tapi pemandangan aneh itu tidak bertahan lama. Aku sekarang dihinggapi keheranan. Mengapa telpon genggam milik Kyan ada di kantong kertas ku? Matahari semakin terik dan aku semakin merasa pusing.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:50
Langkahku kupercepat. Aku sudah tak tahan lagi. Panas ini tak lagi dapat ditolerir. Ingin rasanya aku melepas semua busanaku dan mencebur ke kolam renang. Uuh … disaat seperti ini pasti akan terasa nikmat sekali. Tiba – tiba saja kakiku berhenti dan menghentikan juga angan-angan aneh tentang berenang bugil.

Aku menengok ke sebelah kiri. Lima buah anak tangga kecil akan mengarahkanku persis di hadapan sebuah pintu besar berwarna cokelat dengan tulisan berukir di atas pintu tersebut. GALERI MATAHARI. Papan penjelas di kaki anak tangga bertuliskan “Pameran GALERI MATAHARI hari ini menampilkan karya dengan tema APAKAH HATI HARUS PUTIH?. Buka setiap hari mulai pukul 08.00 – 14.00.” Hmm … sudah lama sekali aku ingin masuk ke tempat konyol seperti ini. Dan jika mungkin dilanjutkan dengan melecehkan penjaga lukisan saat ia sibuk sok menjelaskan arti sebuah lukisan. Kupikir sebuah rabaan halus di selangkangannya akan membuyarkan penjelasannya. Dan ia akan sulit berkata-kata, menatapku dengan pandangan setengah tak percaya. Mungkin ia akan mengira aku seorang maniak, atau mungkin juga ia akan menatap pengunjung lain di belakangnya (yang bisa kita pahami sebagai ketakutan pada istrinya). Bikin bingung saja. Mengapa kita harus patuh pada aturan-aturan tertentu? Suami harus setia pada istri misalnya. Bodoh sekali. Lagipula jika memang ada istri yang selalu mengawasi di balik punggungnya, semestinya aku yang takut kena gampar, bukan dia yang semestinya menikmati saja posisinya sebagai korban. Ah, aku segera masuk ke dalam Galeri Matahari. Tak sabar ingin melihat tampang korban khayalanku.

Begitu masuk dalam ruangan pertama, aku terhenyak. Ruangan dalam Galeri Matahari ternyata sangat luas dan langit-langitnya tinggi sekali. Pilar-pilar putih menjulang menopang kokoh bangunan tersebut. Udara sejuk serta wangi aneh terpancar di seluruh ruangan. Cahaya remang-remang minimalis menyinari dari atas tiap lukisan yang disajikan. Nikmat sekali rasanya berada di ruangan itu. Tiba-tiba saja korban khayalan tersebut tersingkir dari harapanku yang begitu kuat dari detik sebelumnya. Aku tak ingin ada figur sebodoh itu di tempat seindah ini. Aku tak percaya manusia itu lemah. Yang aku tahu manusia bisa memilih untuk menjadi manusia. Atau sekedar untuk menjadi bodoh. Manusia yang mendesain bangunan ini pasti tidak memilih pilihan yang kedua.

Wah … lihat di ruangan ini juga ada kupu-kupu dan kunang-kunang. Mereka nampak mondar-mandir kebingungan. Jumlahnya ratusan dan ada juga yang terduduk lesu di pojokan. Terdiam hampa di lantai marmar, di bingkai lukisan. Indah memang jika dilihat sekilas. Tapi ini terlalu berlebihan, setidaknya perasaanku mengatakan demikian. Seperti melihat keindahan artifisial dan keindahan natural saling berbenturan dan akhirnya justru membunuh semuanya. Segala sesuatu yang berlebihan memang sukar untuk dinikmati.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:51
Kyan bodoh itu misalnya. Ia pernah mengecupku di kening dan menyelimutiku. Saat itu aku pulang dalam keadaan mabuk usai bercinta dengan Digo. Digo bahkan langsung tancap gas usai aku membanting pintu Corolla-nya. Kyan sebaliknya bangkit dari duduknya di tangga beranda depan. Entah sudah berapa lama ia duduk di situ. Kyan memapahku dengan sangat lembut sekaligus terasa amat jantan dalam waktu bersamaan. Ia melakukan ritual “menyambut wanita pulang mabuk” dengan sangat sempurna. Pure Excellent. Tapi ia melakukannya dengan berlebihan, pada akhirnya. Setelah melepaskan kompres di keningku, Ia mengecup indah di kening, membenarkan letak selimut dan berkata, “Aku sayang kamu Na.” (Aaargh … dasar bodoh. Pipiku bersemu merah. Mengapa sih Kyan? Kamu tuh udah sempurna. Mengapa harus berlebihan? Mengapa harus mengucap sayang? Aku tuh udah tau Kyan, udah ngerti banget. Memangnya mentang-mentang aku dulu agak tomboy kamu kira aku ngga punya perasaan apa? Sekarang kan aku susah jadinya. Mana mungkin aku bisa tidur sekarang. Aku tuh suka banget ama ‘semua tentang kita’ selama ini. Kita bisa saling sayang tanpa harus bilang. Tanpa harus terjebak dalam formalitas, ritual, tetek bengek percintaan yang akhirnya cuma bakal bikin sayang kamu ke aku jadi aneh.)… dan sesudah itu Kyan mematikan lampu terang dan menyalakan lampu tidur. Pintu tertutup. Aku takut banget. Aku takut aku ngga bakal pernah bisa bilang sayang ama dia.

Aduh, kenangan Kyan lagi yang membersit tanpa sopan santun. Setelah itu, aku berjalan semakin dalam, memperhatikan lukisan demi lukisan. Ada lukisan anjing tertawa, lukisan buah penuh ulat, lukisan awan yang indah sekali dengan petir yang tampak nyata.. aku bergerak ke lukisan di sebelahnya. Aaargh … Bodoh!! Mengapa bisa ada lukisan wajah aku disini? Judul di sebelah kiri lukisan itu “Dina Raina Kyan at 65”.

Gila. Siapa yang telah mencipta gambar ini? Pasti ia datang dari Masa Depan. Dan ini lagi, bikin tambah bingung saja. Namaku kan hanya Dina Raina. Mengapa di sini tertera Dina Raina Kyan? Sosokku di lukisan itu sudah penuh keriput. Aku berhadapan dengan kue persis seperti kue ulang tahun yang pernah masuk tong sampah. Hohoho.. setelah kuperhatikan lebih seksama, nampaknya selera humor si pelukis boleh juga. Mata si nenek (yang kata si pelukis adalah aku di usia 65) dilukis buta. Mau mencoba mengutuk dan menakut-nakuti ku di saat yang bersamaan ya …, pikiran nakalku kembali keluar. Sosok korban khayalan yang tadi telah kusingkirkan kembali muncul, tapi kali ini nyata. Aku harus mengorek informasi tentang siapa yang telah melukis lukisan bodoh tentangku ini. Aku dekati si penjaga galeri dengan langkah pasti dan tekad bulat.

“Maaf Pak, saya ingin tahu, siapa ya pelukis lukisan yang ini,” ucapku seraya menunjuk gambar bodoh itu.

“Oh, ini buatan Bapak Kyan Dinata, bu” jawab si korban khayalan.
(Keganjilan ini seakan hendak melumatku. Pelukisnya Kyan!)

“Terus, apa bapak tahu, nenek ini … siapa ya?” aku mencoba agar terdengar natural.

“Nenek ini …, katanya sih istrinya Pak Kyan. Istrinya ini meninggal dua tahun yang lalu,” jawabnya pelan.

(Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kalau ini memang cuma mimpi, sebaiknya seseorang segera bangunkan aku. Mimpi ini mulai terasa tidak menyenangkan)

“Oh begitu, lantas apa ada karya Bapak Kyan yang lain? Saya sangat tertarik untuk membelinya,” nada suaraku mulai terdengar aneh dan tidak simpatik.

“Oh, ini pameran tunggal bu. Semua karya lukisan yang ada di sini adalah karya Pak Kyan. Tetapi putranya lah, Pak Rava yang mengorganisir event Pak Kyan di Galeri ini.” Si korban khayalan menjelaskan singkat.

“Ya … terimakasih Pak,” jawabku sebelum beranjak pergi.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:53
Kini aku terduduk lemah di pojokan Galeri Matahari. Lemas. Aneh sekali galeri ini. Mana mungkin aku disebut-sebut meninggal dua tahun yang lalu? Kyan Dinata seorang pelukis? Bodohnya lagi, Rava adalah nama calon anakku yang tersembunyi rahasianya erat-erat dalam diary. Hmm … aku baru tersadar akan satu hal. Wangi aneh ini adalah aroma parfum Kyan yang selalu kuledek sebagai ‘selera feminim yang ganjil’. Semakin aku menyadari bahwa keganjilan ini berkaitan satu sama lain semakin bergidik aku membayangkannya. Ingin rasanya sekarang aku berteriak sekuat tenaga. Tapi, aku malah limbung. Aku tergeletak lemas di lantai. Pandanganku berkunang-kunang. Oh Tuhan, apa aku benar-benar sudah mati? Memoriku berkelebat dengan cepat. Aku ingat sekarang … anjing tertawa yang terdapat pada lukisan pertama tadi adalah anjing Kyan yang mati. Aku dan Kyan memberi upacara penguburan sebagai penghormatan terakhir untuk anjing tersebut. Waktu itu aku berusia 7 tahun dan Kyan 10 tahun. Dan dia mulai menangis …

“Na, Kiel pasti bahagia kan ya? Biar gak sama Kyan lagi Kiel pasti bahagia kan ya?” serunya dalam isak tangis sendu.

“ … Iya Kiel pasti ngga pa apa koq, Kyan jangan nangis dong?” jawabku..

“Kiel masih bisa ketawa kan ya? Dia ngga pa apa kan ya Na?” ulangnya lagi.

“Iya Kyan …,” jawabku lirih.

Kami tak bicara lagi hingga pemakaman itu selesai. Dan lukisan buah penuh ulat adalah caranya menyepakati pemikiranku. Aku sedang cemburu pada Digo saat itu. Aku curiga Digo selingkuh dengan wanita lain. Aku pernah bilang pada Kyan kalo pengkhianatan itu serupa dengan buah penuh ulat, terlihat indah dari luar namun di dalamnya penuh kebusukan. Kyan diam saja waktu itu. Tapi beberapa bulan kemudian ia menghadiahiku lukisan tersebut, yang lalu kubiarkan tak terawat di gudang. Uuh … apakah aku benar-benar sudah mati dua tahun yang lalu? Aku takut, Kyan.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:55
Nampaknya aku jatuh tertidur di ruangan itu. Saat aku bangun ruangan itu gelap gulita. Leherku pegal sekali. Aku mencoba berdiri tegak dan meregangkan tubuhku yang kaku. Ternyata aku, Dina Raina, masih hidup sehat walafiat tak kurang suatu apapun. Tapi keganjilan seakan masih belum hendak berhenti menyerangku. Ruangan gelap itu tiba-tiba penuh dengan gemerlap ratusan mungkin ribuan kunang-kunang yang datang entah darimana asalnya. Mereka seakan menuntunku mengikuti mereka. Aku berjalan melewati lukisan demi lukisan hingga akhirnya kunang-kunang itu berhenti di sebuah lukisan dan menerangi lukisan tersebut.


(DIARY NA RAINA 11-10-2006 )
Setengah sebelas malem

Dear Diary,
Seneng banget deh, hari ini Na bisa jalan bareng Digo. Kita jalan-jalan sampe capek, having fun, mabuk, pokoknya Na ngerasa sexy abis deh kalo lagi bareng Digo. Tapi ya, ada satu hal yang bener-bener bikin Na bingung.
…
Kyan.

Iya Kyan bodoh itu. Kenapa sih diary? Kenapa Kyan mesti nungguin Na pulang? Sejak mama ama papa meninggal, kenapa sih Kyan mesti ngurusin Na? Lagian dia kan bukan siapa-siapanya Na.. Tapi dia slalu baek buat Na, slalu ada buat Na..

Malam ini, Kyan bilang ‘sayang’ ke Na… Diary, jangan ceritain ke Kyan ya .. Kalo Na sebenarnya ga mungkin ada hati buat Kyan. Na, sayang banget ama Digo.. Aduh … kalo Na sampe bikin Kyan sedih malem ini … aku ga tau deh…


Lukisan itu hanya berupa gambar hati biasa saja. Sekilas tidak ada yang istimewa. Tapi kunang-kunang yang sekarang sudah seolah menjadi lampu halogen tak beranjak dari sana. Aku menunggu, sambil mencoba mengingat-ingat, tapi lukisan hati ini rasanya tak pernah ada dalam kenanganku. Waw! Lukisan hati tersebut perlahan-lahan bersinar putih terang. Aku menatapnya dengan rasa tidak percaya. Dan jika keajaiban memang harus terjadi hari ini, sekaranglah saatnya, pikirku. Seluruh tubuhku seperti terangkat ke atas oleh tenaga tak terlihat. Perlahan kakiku melayang dan tak lagi menginjak lantai marmar. Lalu kepalaku tersedot masuk ke dalam sinar putih hati tersebut diikuti seluruh tubuhku dan aku pun menghilang.

Aku melayang. Aku berada di kamarku. Aku menatap diriku sedang menulis diary. Aku ingat betul ini adalah malam saat Kyan mengucap ‘sayang’ padaku. Saat itu, untuk pertama dan terakhir aku menulis aku sayang Digo dalam diary. Aaargh! … Dina yang naif. Mau sampai kapan kamu percaya kalau Digo itu lelaki yang tepat buat kamu? Dia itu manfaatin kamu. Aku sibuk mengutuki betapa naifnya ‘diriku’ saat itu. Sulit dipercaya rasanya, cahaya hati di Galeri Matahari itu melemparkanku ke titik ini. Apa yang bisa kulakukan atau tepatnya apa yang harus kulakukan sekarang? Kyan! Aku harus melihat Kyan!

Kyan ternyata tak pernah pergi jauh dariku malam itu. Ia ada di sana. Di luar pintu. Ia terduduk dan menangis di depan pintu kamarku. Kyan yang selama ini aku kenal sebagai figur ‘pria yang bisa diandalkan’ ternyata tak pernah kuasa melawan beban hatinya. Aku tau aku bodoh karena telah menghancurkan hati seorang pria. Tapi aku senang, aku tahu dengan demikian aku selalu hidup di hatinya. Dan aku bahagia karena aku tau jawabannya.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 05:57
Bandung, Kompas 12 Desember
Seorang mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta bernama Dina Raina meninggal kemarin siang (11/12) di depan Galeri Matahari di jalan Gatot Subroto. Hasil autopsi menyatakan adanya kelainan jantung yang telah lama diderita. Menurut keterangan saksi mata, mahasiswi tersebut pingsan begitu saja dibawah terik matahari …
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 06:03
oh no
ooh noo
trit ini dari awal uda bisa bikin gw pelan2 baca nya, gw menikmati alur dan gaya cerita

2 jempol bwt Ts
MANTAB!!!
bookmark dl d opmin gw.

jgn lupa bikin index nya gan
Kereta terakhir ke kamar kita
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 06:03
yaaaapp.... Oh my... Part 1-4 greatt...tp pas ending ane confuse gan... Ane pikir terakhinya tokoh ceweknya mati gan... Aduhh ane missunderstood ma ceritanya
Ini cerita sbenarnya cocok bget masuk forum fanstuff..knp ga masukin di sana gan?gaya penulisan,dialog pun rada2 ke fanstuff...
Tapi ane suka dgn alur yg mendetail,keren..cuma endingnya aja ga ngerti.bagusan klw tokoh utamanya meninggal,dan sang penjmput itu malaikat maut
Kereta terakhir ke kamar kita
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 06:11
Quote:Original Posted By encusss
oh no
ooh noo
trit ini dari awal uda bisa bikin gw pelan2 baca nya, gw menikmati alur dan gaya cerita

2 jempol bwt Ts
MANTAB!!!
bookmark dl d opmin gw.

jgn lupa bikin index nya gan
Kereta terakhir ke kamar kita


siap .. ini masih belajar bikin index gan ... thanks emoticon-Angkat Beer

Quote:Original Posted By ladyruru
yaaaapp.... Oh my... Part 1-4 greatt...tp pas ending ane confuse gan... Ane pikir terakhinya tokoh ceweknya mati gan... Aduhh ane missunderstood ma ceritanya
Ini cerita sbenarnya cocok bget masuk forum fanstuff..knp ga masukin di sana gan?gaya penulisan,dialog pun rada2 ke fanstuff...
Tapi ane suka dgn alur yg mendetail,keren..cuma endingnya aja ga ngerti.bagusan klw tokoh utamanya meninggal,dan sang penjmput itu malaikat maut
Kereta terakhir ke kamar kita


Oke bos ladyruru .. thanks a lot, ane ga tau itu fan stuff dimana ngekliknya? ane baru liat liat heart to heart blum ngerti ... biasa mangkal di English Forum .. tapi nanggung kayanya kalo mesti mindahin thread ... emoticon-Frown akhirnya dibikin happy ending, meskipun tetap open interpretation ... ane liat City of Angels Nicolas Cage idenya .. disitu penjemputnya datang .. eh cewenya mati .. kalo disini cewenya idup dan udah gak 'gila' lg ... terus keajaiban .. malaikatnya datang lagi dalam wujud manusia ...emoticon-Shakehand2
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 06:15

DIBAWAH BULAN PINGGIR TAMAN

You could be happy and I won’t know
But you weren’t happy the day I watched you go
And all of the things that I wish I hadn’t said
You could be happy I hope you are


Lagu itu masih mendengung …

Udara dingin masih menemaniku. Memelukku dengan erat setelah lelah berpacu dengan tubuh indah yang gelisah. Udara tak berbicara. Hening. Asap rokokku seakan tak kuasa menghangatkan rongga dada. Masih dingin hingga ke sumsum. Keringatku tak hendak membeku. Sementara itu cengkraman awan pada bulan jingga nampak perlahan mulai terlepas. Kembali ke tanda tanya dalam benakku.

“Kuharap kamu tahu siapa aku .. setidaknya kamu bukan pria yang sedang mabuk dan saat bangun pagi nanti .. kamu sudah tak tau dimana kamu sekarang.” Wanita itu terus menatap ke langit-langit sembari aku bekerja di dadanya. Suaranya sedikit gemetar, parau, dan tak bertenaga. Aku tahu dia pasrah. Tangannya meraih rambut di kepalaku, menariknya ke atas dengan sentakan seakan ia ingin mencerabut akarnya. Aku tak perduli. Kuturunkan sedikit tanganku untuk lebih merendah dan agak ke belakang, agar berat tubuhnya dapat tertopang, karena aku tau persis tak lama lagi kakinya akan enggan berpijak.

“Singgahi aku disana Kar, aku tahu kau tak ingin menunggu lebih lama lagi.” Suaranya semakin pelan. Tapi gerakan tubuhnya semakin sulit diterka. Menggeliat kesana kemari seperti hendak melepaskan keangkuhan dan keanggunan yang menjadi satu dalam jalinan syarafnya.

You made me happier than I’'d been by far
Somehow everything I own smells of you
And for all tiniest moment it’s all not true
Just do the thing that you always want to
Without me there to hold you back don’t think just do


Matanya mendelik ke atas, lalu menatapku dengan pandangan tak percaya. Padahal aku tak berbuat apa-apa. Aku hanya sedang bekerja di bawahnya. Bekerja dengan perasaan ragu dan bimbang. Tak yakin terhadap diriku sendiri. Perasaan naif yang sama seperti yang selalu hinggap. Yang selalu hinggap saat usai meletakkan sejumlah receh di tangan pengamen. Apakah ketulusan, ataukah gestur imbal-balik, mungkin takut akan karma, bisa jadi karna tatapan lawan jenis yang mencoba memberiku penilaian. Aku adalah pihak yang gagal dalam kehidupan sosial. Dan perasaan yang itu-itu juga kian meraja. Membuatku enggan meneruskan cerita indah ini. Kukecup keindahan itu. Hening sesaat lagi antara kami. Hening yang sesak. Karena kata-kata dalam benak tak lagi mampu bergerak lewat bibir kami.

And for all tiniest moment it’s all not true
Just do the thing that you always want to
Without me there to hold you back don’t think just do
More than anything I want to see you girl
Take a glorious bite out of the whole world


Semuanya berawal dari senja itu, senja pulang kuliah. Saat aku sedang melepaskan kunci pengaman motor, dibelakangku seorang gadis manis berdiri. Keanggunan yang tak pernah kulihat selama hampir 5 tahun aku di kampus ini. Aku mengenalinya. Dia baru masuk semester ini. Saat Ospek kemarin, ia dan teman-temannya nampak sibuk ‘mengganggu’ kakak tingkat.

“Kamu siapa, mau apa?” ucapku sembari mengangkat kaca helmku agar dapat melihatnya lebih jelas.

“Antarkan aku pulang ya Karra? Supirku mengantar Papa dan Mama ke Jogja. Arman sedang naik gunung.” Matanya terangkat ke atas menantikan gestur kesetujuanku.

“Mestinya pasang iklan mbak kalau mau cari supir baru.” Aku tak perduli.

Kunci pengaman motor kutaruh di dalam tas pinggangku. Kaca helm kututup. Aku mulai menghidupkan mesin motor. Tapi tiba-tiba gadis itu duduk di bangku belakang. Aku menoleh kaget, karena entah kapan dia sudah mengenakan helmnya. Ia menunjukkan layar handphonenya padaku. Di layar itu tertulis, KARRA, AKU SAYANG KAMU. Yang kulihat saat itu di wajahnya adalah senyum terindah yang pernah aku lihat. Dan motorku pun melaju kencang menembus senja. Senja pulang kuliah.

Aku berdiri dari posisiku sebelumnya. Kuambil bathrobe yang terserak di lantai. Kupakaikan perlahan dari tangan kiri dan barulah tangan kanannya. Kini bathrobe itu kembali berfungsi sebagai busana. Menutup indah bentuk tubuh yang hatinya sedang rapuh itu. Kukecup keningnya dan turun ke matanya. Lalu aku bawa ia ke atas ranjang dengan anggun pula. Kuletakkan ia perlahan hingga ia terbaring sempurna. Aku mencari celana panjangku yang terjatuh dekat pintu kamar mandi. Mengenakannya. Rokok di atas meja kunyalakan, kuhisap dalam-dalam. Dan aku melangkah keluar melalui pintu samping. Menuju taman.

“Kenapa sih Kar?! Apa aku kurang cantik buat kamu? Apa yang ..?!”

Kata-katanya terhenti. Tercekat oleh isak tangis yang lepas seketika. Ia tersedu-sedu di atas kasurnya. Sementara aku terus melangkah hingga akhirnya aku terduduk.

Di bawah bulan pinggir taman. Aku ingin pulang.

Ia terlalu indah.


You should be happy no matter what …

Lagu itu masih mendengung …


(in memoriam of my smoking habit)

Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 06:20

ga bisa sekali baca

gw baca dina n kyan 2x br paham emoticon-Mewek
ente dpt inspirasi drmn tuh emoticon-Malu

-karra-
berarti itu intinya 'g jadi gt' kan? duh, lemot d otak gw, hbs mlototin html trus pndh kmari
haft. Hahah
Kereta terakhir ke kamar kita
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 06:26

GOSIP

Aku terbangun dengan setengah gelagapan. Mimpi itu aneh sekali. Ini sudah yang ketiga kalinya dalam minggu ini aku memimpikan Widya. Aku duduk sejenak lalu mengambil gelas di sisi tempat tidurku. Aku buka tutupnya lalu meminumnya dan kembali mencoba tidur. Aku masih bertanya-tanya, adakah ini suatu pertanda.

…sembilan tahun yang lalu
Widya namanya. Di usia 25 dia sudah menjabat sebagai sekretaris pribadi direktur sebuah bank ternama milik pemerintah. Sebagai wanita karir dia boleh dibilang cukup sukses meskipun banyak pula orang lain yang mungkin sirik dan lalu mencemoohnya. Nada-nada sumbang bilang bahwa dia diangkat sebagai sekretaris pribadi murni hanya karena melihat kecantikannya.

Dengan senyuman yang begitu manis, hidung mancung, tubuh yang langsing dan tinggi semampai, Widya memiliki semua yang bisa didambakan seorang wanita. Prestasi akademiknya memang tidak terlalu cemerlang seperti jenius kebanyakan. Tetapi ia memiliki skill komunikasi yang sangat diatas rata-rata. Kebanyakan pria akan sangat terpesona saat berkenalan dengannya. Widya tidak mendominasi pembicaraan melainkan berusaha untuk ikut bergabung dan terlibat dalam percakapan itu. Hal inilah yang menjadi alasan utama dia diangkat sebagai sekretaris pribadi. Nampaknya Bapak Direktur memang benar-benar kepincut dengan gerak-gerik Widya. Tetapi tetap saja anjing-anjing menggonggong dan Widya sebagai kafilah benar-benar tetap berlalu.

…delapan tahun yang lalu
Banyak yang mengatakan pula bahwa Widya sudah menjalin hubungan dengan Bapak Direktur. Hubungan mereka sudah beranjak lepas dari tadinya bersifat hubungan kerja kini sudah mulai mengarah ke hal-hal yang lebih pribadi. Bisa dibilang pula mereka sudah bak sepasang kekasih yang kemanapun pergi akan selalu beriringan. Tiap rapat usai Widya akan tetap menemani Bapak Direktur. Tak jarang didapati oleh karyawan lain Widya menggelendot manja di bahu Bapak Direktur. Ini tentunya jelas membuat orang lain curiga dan berpikiran bahwa hubungan mereka mulai ada apa-apanya. Kalau tadinya Widya dan Bapak Direktur sering berada di tempat yang terpisah kini bahkan datang ke kantor pun mereka bersama-sama. Padahal semua karyawan tahu Bapak Direktur sudah memiliki seorang istri yang sah. Bagaimana mungkin seorang Widya dapat berada dalam mobil yang sama dengan Bapak Direktur setiap paginya? Orang- orang hanya bisa melihat dan memilih untuk diam.

… tujuh tahun yang lalu
Kini semua orang sudah benar-benar tahu. Tidak ada lagi rahasia yang tersimpan di kantor itu. Bahkan kurasa seluruh dunia juga tahu. Sejak Bapak Direktur menceraikan istri sahnya, orang-orang mulai menatap Widya dengan sinis. Ia dianggap sebagai biang keladi dari pecahnya bahtera rumah tangga Bapak Direktur. Semua mahluk hidup di kantor itu beranggapan demikian. Termasuk cicak yang ada di dekat lampu di langit-langit ruangan kerja Bapak Direktur, dan juga tak terkecuali kucing malas yang sering bersender dekat keset ‘welcome’. Widya dijadikan terdakwa oleh banyak pihak di ruangan itu. Jika tadinya ia memerankan tokoh protagonis sebagai karyawan baru. Kini dengan cap yang terstigma di dirinya ia sudah jatuh pada peran antagonis. Dunia ini memang hanya panggung sandiwara. Dan semuanya kini nampak kian terbukti, dengan kian memendeknya rok yang biasa ia pakai masuk kerja. Orang menyebutnya rok mini. Benda yang sangat berguna untuk mengundang perhatian laki-laki, dan rasa jijik dari kaum wanita lain, yang melihatnya.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Kereta terakhir ke kamar kita
25-08-2011 06:28
…enam tahun yang lalu
Kini Widya sudah tidak kerja lagi di kantor itu. Ia sudah menerima jabatan baru sebagai istri Bapak Direktur. Ia menjadi ibu tiri yang baik bagi anak-anak yang telah ditinggalkan oleh Ibu Direktur sebelumnya. Widya mencoba sepenuhnya berperan sebagai ibu rumah tangga. Alih profesi tentunya bukan suatu hal yang dapat dilakukan dengan mudah. Dengan hati-hati di setiap pagi ia mengoleskan selai nanas atau selai kacang ke atas roti dan membuat roti-roti itu melipat dan menutup sempurna. Sesekali ia belajar untuk memanggang roti dengan toaster. Itu semua dilakukan Widya demi prestasi yang baik dalam jenjang karirnya yang baru Istri Bapak Direktur. Di sela-sela waktu ia ikut arisan di kompleks perumahan itu. Tentunya bersama dengan ibu-ibu bergelang emas dan berpakaian ekstra glamor. Jumlah hadiah kocokan mereka pun tak tanggung-tanggung. 50 juta rupiah akan dibawa pulang jika mendapat giliran tarik arisan. Dan itu memang benar-benar suatu jumlah yang sangat besar di saat kurs satu dollar masih setara 2200 rupiah. Widya toh dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan barunya. Sebagai konsekuensi dari memperistri Widya, Bapak Direktur terpaksa mencari sekretaris baru.

…lima tahun yang lalu
Widya melahirkan seorang bayi. Aha, andai saja Widya tahu apa yang dilakukan Bapak Direktur di saat persalinannya. Tentu semangat hidupnya tidak akan sebegitu besar dalam konteks untuk melahirkan bayi itu. Bapak Direktur telah melakukan suatu pengkhianatan. Hal yang tak aneh lagi sebenarnya. Sudah sangat dapat diperkirakan mengingat sebelumnya sudah pernah terjadi. Bapak Direktur yang semestinya menunggu dengan gelisah di sekitar ruang bersalin malah melakukan hal yang sangat bertentangan. Ia melampiaskan hasrat birahinya kepada sekretaris barunya di kamar mandi rumah sakit bersalin tersebut. Barulah setelah ia selesai bercinta, mereka berdua (Bapak Direktur dan sekretaris barunya) dengan tampang tak bersalah masuk dan menjenguk Widya dan bayinya. Sungguh malang bayi itu. Kelahirannya di dunia disambut dengan pengkhianatan yang begitu nista. Akan halnya Widya tentu tak terlalu menderita. Ada ajaran yang menyebut itu sebagai karma.

…empat tahun yang lalu
Kelahiran bayi itu membuat Widya tidak terlalu memperhatikan suaminya. Mungkin memang bukan maksudnya mengabaikan kebutuhan suaminya. Widya sering terlalu lelah mengurusi bayi malang nan mungil itu. Widya tidak curiga jika suaminya pulang agak malam dengan alasan sekretarisnya yang baru tidak handal mengerjakan tugasnya, sehingga itu membuat ia terpaksa lembur di kantor. Jika Widya sebelumnya sering menunggui suaminya pulang, maka kini ia sering tidur agak cepat. Sebagai wanita yang tergolong cerdas, Widya bisa dikatakan kurang tanggap. Apa boleh buat, ada pendapat yang mengatakan di atas segala-galanya, anak harus tetap di nomor satukan. Seandainya saja waktu itu Widya tahu. Ada bahaya dalam rumah tangganya. Api yang siap membakar hingga semua luluh jadi debu. Sudah ada asap, tapi Widya tak menciumnya, dan tak melihatnya.

… tiga tahun yang lalu
Anda yang pernah melihat sebuah lift yang tidak rusak pasti tahu, bahwa lift itu bergerak naik lalu turun, dan begitulah berulang-ulang. Begitu pula halnya kehidupan. Selalu naik dan turun berulang-ulang. Widya sudah sering naik lift, tetapi dia tidak tahu analogi barusan. Mungkin ia berasumsi bahwa ia adalah Yudhistira dari keluarga Pandawa yang sedang berusaha menaiki gunung yang sangat tinggi. Tak ada kata turun saat perjalanan sudah dimulai. Tapi sebaliknya, lift yang ia naiki sedang turun, dan takdir memang tak berpihak padanya. Ia mulai mencium aroma yang tidak enak. Aroma parfum wanita di baju suaminya. Yang jelas Widya tidak merasa memiliki bau parfum seperti itu. Widya mulai kalap dan menuduh suaminya. Bapak Direktur tidak berusaha mengelak. Ia katakan dengan jelas kepada Widya, kenyataan dari apa yang dituduhkannya. "Ya saya memang berselingkuh jadi kamu mau apa?!"” bentak Bapak Direktur. Tangisan bayi mereka memecah pertengkaran Widya dan Bapak Direktur. Bapak Direktur keluar sambil membanting pintu. Dan di kamar itu, tidak hanya satu orang yang menangis.
Diubah oleh rahan
0 0
0
Halaman 1 dari 12
icon-hot-thread
Hot Threads
B-Log Personal
B-Log Personal
taman-hati
Copyright © 2023, Kaskus Networks, PT Darta Media Indonesia