- Beranda
- Stories from the Heart
Keluargaku Tulang Wangi
...
TS
muyasy
Keluargaku Tulang Wangi

Part 1
Aku mengajak Putri, anak pertamaku yang masih berumur tiga tahun beli jajan di rumah tetangga. Rumahnya terletak di belakang menghadap kebun. Kebun yang dulunya angker.
Dulu terdapat pohon Kepoh yang batangnya sangat tinggi dan besar. Banyak burung gagak yang selalu bertengger di ranting. Suaranya cumiakkan telinga dan gemar membuat bising. Terkadang ada aroma dupa yang menusuk hidung. Wanginya menyesakkan dada. Ternyata selain angker, tempat tersebut dijadikan makam para warga yang ada di desa maupun luar desa. Itu sekitar tahun 70-an. Sekarang tidak digunakan lagi karena, tiap dusun sudah mempunyai tempat makam sendiri.
Makin malam, sekitar jam delapan aku mengajak Putri untuk pulang. Kutuntun dia agar tidak terjatuh. Karena, jalan yang kulewati berbatu.
"Ayo, Put. Pulang," ajakku. Setelah aku sadar dengan ajakanku yang salah, aku mengganti ucapanku dengan yang lain. "Eh, salah. Ayo balik!"
Hatiku gelisah. Ucapanku mengajak anak pulang ternyata salah. "Moga nggak terjadi apa-apa."
Malam pun tiba. Putri tidur dengan gelisah. Lalu, menangis sambil meronta.
"Nak, bangun! Ayo buka matamu. Jangan merem. Buka matamu!"
Mas Dul, suamiku jadi bingung sekaligus kesal. "Putri ngelindur ini. Aku ambilkan garam brosok."
"Put, bangun, Nak!"
Pelan-pelan, anak semata wayangku membuka matanya. Aku lega, tetapi ....
"Itu, Bu ... aku takut. Itu .... hwa ...."
Putri malah menangis histeris sambil menutup mata. Dia memelukku erat sambil menunjuk di belakang pintu. Katanya takut. Takut dengan siapa? Tidak ada siapapun di sana.
Jangan-jangan ....
Kulihat Mas Dul membuang garam brosok ke setiap penjuru rumah. Mulutnya komat-kamit seperti baca doa. Entah doa apa itu.
Putri masih menangis. Ibu dan Bapak ikut terbangun.
"Masih jam dua pagi. Wajah anakmu bersihkan dengan air dan baca bismillah," titah Ibuku.
Aku langsung ke kamar mandi sambil berlari. Putri digendong neneknya malah tidak mau. Dia terus berteriak dan terus menunjuk pojokan belakang pintu. Rumah berlantai semen yang kupijak sangat bergerindil karena penuh garam. Seperti kata Mbah Buyut, guna garam brosok untuk mengusir hantu.
"Putri abis main kemana sampe ngelindur begitu," tanya Mas Dul dengan wajah marah. Namun, ekspresinya yang semula tegang terlihat tenang karena di sampingku ada Ibu sekaligus mertuanya.
Aku sedang menyeka wajah Putri dengan sapu tangan yang basah agar dia membuka matanya. Namun, tetap saja dia tidak mau membuka matanya. Tidak mengapa, asalkan anakku sudah tidak menangis lagi. Mungkin doa dan garam brosok yang membuat hantunya sudah pergi.
"Kemarin aku ajak Putri beli jajan di rumah Cak Diono. Saat pulang aku salah ngomong. Harusnya bilang balik, tapi aku bilang pulang," jawabku dengan polosnya.
"Kamu, Dek. Besok jangan beli ke sana lagi!"
"Iya," jawabku singkat.
Baru saja Putri diam, tetiba anakku menangis lagi. Meronta dan memelukku erat seperti tadi.
"Put ... udah, tenang. Ayo tidur lagi. Cup ... cup ...."
Kuelus rambut dan wajahnya. Ibu yang semua di ruang tengah menghampiriku ke kamar.
"Ayo gendong sama nenek, yok!"
"Itu ... itu hantuu ... orangnya gede hitam, matanya merah ... hwa ...."
"Mana, sih, Put. Nggak ada apa-apa di sana," bujukku pada Putri.
Telunjuknya mengarah ke belakang pintu. Aku seperti orang bodoh yang tidak bisa melihat yang tak kasat mata. Memang yang kulihat tidak ada apa-apa, selain beberapa baju tergantung di gantungan yang menempel di tembok.
Aku memeluk anakku karena tidak mau digendong. Dia sesenggukan. Ibu kusuruh tidur lagi. Mas Dul masuk kamar dan duduk menatapku yang memeluk anak perempuannya ini.
Kulihat jam empat pagi. Berarti dua jam Putri menangis. Lambat laun kudengar napasnya taratur menandakan tidurnya nyenyak kembali.
"Mas, sini tidur lagi. Pasti ngantuk."
"Nggak. Hampir subuh."
Kami berbicara berbisik, takutnya menganggu Putri yang baru terlelap.
"Mas liat di pojokan pintu ada hantunya. Kata Putri tadi ada orang gede hitam dan matanya merah. Bukankah itu Genderuwo."
"Nggak ada apa-apa."
Mas Dul rebahan dan menutup matanya. Aku sangat kesal dibuatnya.
"Katanya bisa liat hantu, ditanya malah nggak ada apa-apa," gumamku dengan lirih.
Aku pun menutup mata. Rasa ngantuk mulai datang. Minta satu jam saja untuk tidur sejenak. Nanti azan Subuh pasti dengar karena musala terletak tak jauh dari rumah.
Bersambung
Note:
Garam brosok : garam kasar
Cak : Mas
Sumber gambar : pinterest edit by PicsArt
Diubah oleh muyasy 22-08-2024 18:02
sukhhoi dan 45 lainnya memberi reputasi
46
23K
1K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
muyasy
#57
PART 15
Mas Dul bisa membantu seseorang yang asmaranya diganggu oleh jin, jauh dari jodoh dan bisa mendekatkan agar cepat jodohnya. Namun, itu semua juga ada kendala. Sama seperti Evi. Tentang hati yang tidak mau dipaksakan. Orang yang dibantu Mas Dul pun ada yang gagal untuk menjalin asmara, karena dirinya sendiri tidak berusaha atau masih nyaman dengan kesendiriannya.
Kadang ada tamu yang tidak kuduga untuk minta bantuan Mas Dul. Dari mana beliau tahu kalau Mas Dul bisa bantu soal beginian? Aku bingung menyebutnya bagaimana. Disebut dukun juga bukan. Disebut orang pintar juga ada bodohnya.
Sehabis Magrib, datanglah Cak Sali ke rumah. Kita kaget. Tumben? Ternyata beliau bercerita agar anak pertamanya yang bernama Yoto agar secepatnya menikah. Adiknya saja sudah menikah beberapa bulan yang lalu. Yoto pun seperti tidak ada niatan untuk berumah tangga. Dia sibuk dengan pekerjaannya sebagai tani sayur.
"Dulu Dul, dia kukenalin dengan anaknya Suwarto. Sama-sama suka sebenernya. Tapi, saat mau lamaran kok si perempuan malah nggak mau. Yoto kumarahin, ada apa? Yoto juga nggak tau," ucap Cak Sali.
Mas Dul diam sejenak. Aku tahu apa yang dilakukan. Dia menerawang atau melihat apa yang ada dalam diri Yoto.
"Yoto berulang kali gagal nikah, kan. Tapi, Yoto biasa aja rupanya."
"Makanya itu, Dul. Emaknya di rumah kepikiran terus sampe lambungnya sakit."
"Iya, Cak. Sebentar. Aku ke dalam dulu."
Seperti biasa. Mas Dul ambil wudhu dan solat. Minyak wangi kasturi pun tidak mau ketinggalan. Tidak lama ketinggalan, Mas Dul keluar dari kamar depan dan tangannya membawa secarik kertas.
Mas Dul duduk di kursi semula. Dia berucap, "Yoto disukai jin, Cak. Makanya dia nggak ada usaha apapun saat cintanya putus. Kayak pasrah aja."
"Kok bisa, ya, Dul."
"Bisa aja, Cak. Karena, ini juga bisa pengaruh daei jin tersebut. Nanti suruh Yoto baca ini sebelum tidur. Dan, baca doa yang di bawah ini saat mau mandi. Solat jangan boleh ditinggal," pesan Mas Dul.
"Wah, kalo solat, Yoto nggak pernah absen, Dul. Ya udah, aku pamit dulu. Makasih, ya."
"Sama-sama, Cak."
Beberapa hari kemudian, Cak Sali datang lagi dengan membawa kabar gembira. Katanya, Yoto diperkenalkan seorang wanita yang asalnya dari Jombang. Perkenalan tersebut lumayan singkat, karena keduanya sama-sama setuju untuk kejenjang pernikahan. Kami yang mendengarnya pun ikut bahagia. Sekarang mereka sudah dikarunia anak kembar.
Selain Cak Sali yang sudah bahagia karena Yoto akhirnya menemukan jodoh, beda dengan Cak Ngaderi. Mereka bertetangga.
Cak Ngaderi sedih jika anak pertamanya yang berumur 32 tahun tersebut belum menikah. Anaknya yang bernama Agus tidak pintar bergaul dengan teman sedusunnya. Sepulang kerja, duduk diam di rumah sambil main hape. Keluar rumah pas bekerja saja. Cak Ngaderi mencoba untuk menjodohkan anaknya, tetapi malah laki-laki tersebut yang takut jika Agus tidak cocok.
"Minta tolong, Dul, biar Agus ada rasa suka dengan perempuan. Punya anak nggak pernah nongkrong atau ngopi di warung dengan temennya," ucap Cak Ngaderi.
"Nama lengkap dan tanggal lahirnya apa?" tanya Mas Dul.
Cak Ngaderi menjawab dengan jelas.
"Agus udah punya kenalan, Cak. Kayaknya udah lama mereka kenal, cuma belum beritau ke Cak Ngaderi," jelas Mas Dul.
"Loh, iya, tah? Kok Agus nggak bilang apa pun. Kalo ngomong, kan, aku dan ibunya di rumah nggak sampe kepikiran."
Mas Dul terkekeh. "Kenalannya deket sini aja, Cak. Tinggal nunggu waktu dia ngomong serius."
"Alhamdulillah kalo bener. Jadi lega. Tapi, minta tolong biar Agus jodohnya nggak gagal terus. Biar kenalannya yang ini bener-bener dengan Agus."
"Iya, Cak. Aku usahakan."
Kembali seperti biasa. Mas Dul ambil wudhu dan solat di kamar depan. Bau minyak wangi kasturi tidak pernah ketinggalan. Setelah solat, ternyata Mas Dul membawa air di botol.
"Air ini usahakan diminum Agus, Cak."
"Iya, Dul. Nanti ibunya tak kasih tau. Biar air ini nggak diminum juga."
Cak Ngaderi pamit pulang dan bulan depan kemudian, Cak Ngaderi datang lagi. Beliau memberi kabar bahwa Agus sudah mantap akan menikahi Yani. Ternyata, Yani anak tetangga sebelahku. Wah, kabar yang mengejutkan.
Tidak lama, mereka bertunangan. Bulan November nanti akan digelar pernikahannya.
Kalau mendengar kabar baik, siapa yang tidak senang. Namun, ada kalanya kabar buruk datang.
Mbah Samijan yang masih bersaudara dengan Cak Ngaderi tadi ikut meminta tolong pada Mas Dul. Anak bungsunya yang sudah berumur 36 tahun itu tidak ada niatan untuk menikah lagi.
Anaknya bernama Iman. Laki-laki yang rambutnya sebahu itu nampak seperti preman. Tidak pernah tersenyum atau menyapa saat aku pernah main ke rumah adik ipar. Rumahnya berdempetan dengan Mbah Samijan ini.
Kata adik iparku yang bernama Ika, Iman dulu pernah akan menikah. Gara-gara diselingkuhi, Iman jadi sakit hati sampai sekarang. Mungkin, karena sakit hatinya yang sudah berakar sampai tidak ada gairah untuk jatuh cinta lagi.
Cak Dul dan Mbah Samijan ke rumah Cak Nasroi. Minta bantuan karena usaha Cak Dul saja gagal. Mbah Samijan pun bersikeras agar anaknya berubah.
Dua kali ke rumahku dan dua kali pula ke rumah Cak Nasroi. Sampai pada akhirnya Mbah Samijan marah.
"Percuma minta tolong. Nggak ada perubahan sama sekali. Aku udah abis banyak!"
Cak Dul tahu ungkapan kemarahan itu dari adik kembarannya, Dulatif.
"Iman nggak ada usahanya juga. Dia disuruh ngaji dan baca doa yang dikasih Cak Nas malah nggak mau. Jadi, mesti gimana? Mbah Samijan malah semangatnya membara. Disuruh sabar dikit nggak mau. Ini yang dilakukan juga nggak instan."
Keinginan memang belum tentu terwujud. Karena yang paling utama sabar dan usaha dari salah satu yang mau hidupnya berubah.
Bersambung
Mas Dul bisa membantu seseorang yang asmaranya diganggu oleh jin, jauh dari jodoh dan bisa mendekatkan agar cepat jodohnya. Namun, itu semua juga ada kendala. Sama seperti Evi. Tentang hati yang tidak mau dipaksakan. Orang yang dibantu Mas Dul pun ada yang gagal untuk menjalin asmara, karena dirinya sendiri tidak berusaha atau masih nyaman dengan kesendiriannya.
Kadang ada tamu yang tidak kuduga untuk minta bantuan Mas Dul. Dari mana beliau tahu kalau Mas Dul bisa bantu soal beginian? Aku bingung menyebutnya bagaimana. Disebut dukun juga bukan. Disebut orang pintar juga ada bodohnya.
Sehabis Magrib, datanglah Cak Sali ke rumah. Kita kaget. Tumben? Ternyata beliau bercerita agar anak pertamanya yang bernama Yoto agar secepatnya menikah. Adiknya saja sudah menikah beberapa bulan yang lalu. Yoto pun seperti tidak ada niatan untuk berumah tangga. Dia sibuk dengan pekerjaannya sebagai tani sayur.
"Dulu Dul, dia kukenalin dengan anaknya Suwarto. Sama-sama suka sebenernya. Tapi, saat mau lamaran kok si perempuan malah nggak mau. Yoto kumarahin, ada apa? Yoto juga nggak tau," ucap Cak Sali.
Mas Dul diam sejenak. Aku tahu apa yang dilakukan. Dia menerawang atau melihat apa yang ada dalam diri Yoto.
"Yoto berulang kali gagal nikah, kan. Tapi, Yoto biasa aja rupanya."
"Makanya itu, Dul. Emaknya di rumah kepikiran terus sampe lambungnya sakit."
"Iya, Cak. Sebentar. Aku ke dalam dulu."
Seperti biasa. Mas Dul ambil wudhu dan solat. Minyak wangi kasturi pun tidak mau ketinggalan. Tidak lama ketinggalan, Mas Dul keluar dari kamar depan dan tangannya membawa secarik kertas.
Mas Dul duduk di kursi semula. Dia berucap, "Yoto disukai jin, Cak. Makanya dia nggak ada usaha apapun saat cintanya putus. Kayak pasrah aja."
"Kok bisa, ya, Dul."
"Bisa aja, Cak. Karena, ini juga bisa pengaruh daei jin tersebut. Nanti suruh Yoto baca ini sebelum tidur. Dan, baca doa yang di bawah ini saat mau mandi. Solat jangan boleh ditinggal," pesan Mas Dul.
"Wah, kalo solat, Yoto nggak pernah absen, Dul. Ya udah, aku pamit dulu. Makasih, ya."
"Sama-sama, Cak."
Beberapa hari kemudian, Cak Sali datang lagi dengan membawa kabar gembira. Katanya, Yoto diperkenalkan seorang wanita yang asalnya dari Jombang. Perkenalan tersebut lumayan singkat, karena keduanya sama-sama setuju untuk kejenjang pernikahan. Kami yang mendengarnya pun ikut bahagia. Sekarang mereka sudah dikarunia anak kembar.
Selain Cak Sali yang sudah bahagia karena Yoto akhirnya menemukan jodoh, beda dengan Cak Ngaderi. Mereka bertetangga.
Cak Ngaderi sedih jika anak pertamanya yang berumur 32 tahun tersebut belum menikah. Anaknya yang bernama Agus tidak pintar bergaul dengan teman sedusunnya. Sepulang kerja, duduk diam di rumah sambil main hape. Keluar rumah pas bekerja saja. Cak Ngaderi mencoba untuk menjodohkan anaknya, tetapi malah laki-laki tersebut yang takut jika Agus tidak cocok.
"Minta tolong, Dul, biar Agus ada rasa suka dengan perempuan. Punya anak nggak pernah nongkrong atau ngopi di warung dengan temennya," ucap Cak Ngaderi.
"Nama lengkap dan tanggal lahirnya apa?" tanya Mas Dul.
Cak Ngaderi menjawab dengan jelas.
"Agus udah punya kenalan, Cak. Kayaknya udah lama mereka kenal, cuma belum beritau ke Cak Ngaderi," jelas Mas Dul.
"Loh, iya, tah? Kok Agus nggak bilang apa pun. Kalo ngomong, kan, aku dan ibunya di rumah nggak sampe kepikiran."
Mas Dul terkekeh. "Kenalannya deket sini aja, Cak. Tinggal nunggu waktu dia ngomong serius."
"Alhamdulillah kalo bener. Jadi lega. Tapi, minta tolong biar Agus jodohnya nggak gagal terus. Biar kenalannya yang ini bener-bener dengan Agus."
"Iya, Cak. Aku usahakan."
Kembali seperti biasa. Mas Dul ambil wudhu dan solat di kamar depan. Bau minyak wangi kasturi tidak pernah ketinggalan. Setelah solat, ternyata Mas Dul membawa air di botol.
"Air ini usahakan diminum Agus, Cak."
"Iya, Dul. Nanti ibunya tak kasih tau. Biar air ini nggak diminum juga."
Cak Ngaderi pamit pulang dan bulan depan kemudian, Cak Ngaderi datang lagi. Beliau memberi kabar bahwa Agus sudah mantap akan menikahi Yani. Ternyata, Yani anak tetangga sebelahku. Wah, kabar yang mengejutkan.
Tidak lama, mereka bertunangan. Bulan November nanti akan digelar pernikahannya.
Kalau mendengar kabar baik, siapa yang tidak senang. Namun, ada kalanya kabar buruk datang.
Mbah Samijan yang masih bersaudara dengan Cak Ngaderi tadi ikut meminta tolong pada Mas Dul. Anak bungsunya yang sudah berumur 36 tahun itu tidak ada niatan untuk menikah lagi.
Anaknya bernama Iman. Laki-laki yang rambutnya sebahu itu nampak seperti preman. Tidak pernah tersenyum atau menyapa saat aku pernah main ke rumah adik ipar. Rumahnya berdempetan dengan Mbah Samijan ini.
Kata adik iparku yang bernama Ika, Iman dulu pernah akan menikah. Gara-gara diselingkuhi, Iman jadi sakit hati sampai sekarang. Mungkin, karena sakit hatinya yang sudah berakar sampai tidak ada gairah untuk jatuh cinta lagi.
Cak Dul dan Mbah Samijan ke rumah Cak Nasroi. Minta bantuan karena usaha Cak Dul saja gagal. Mbah Samijan pun bersikeras agar anaknya berubah.
Dua kali ke rumahku dan dua kali pula ke rumah Cak Nasroi. Sampai pada akhirnya Mbah Samijan marah.
"Percuma minta tolong. Nggak ada perubahan sama sekali. Aku udah abis banyak!"
Cak Dul tahu ungkapan kemarahan itu dari adik kembarannya, Dulatif.
"Iman nggak ada usahanya juga. Dia disuruh ngaji dan baca doa yang dikasih Cak Nas malah nggak mau. Jadi, mesti gimana? Mbah Samijan malah semangatnya membara. Disuruh sabar dikit nggak mau. Ini yang dilakukan juga nggak instan."
Keinginan memang belum tentu terwujud. Karena yang paling utama sabar dan usaha dari salah satu yang mau hidupnya berubah.
Bersambung
wakazsurya77 dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Tutup