Nonton sepakbola yang harusnya hiburan menjadi tragedi kematian, ratusan orang hanya mati sia-sia terinjak-injak karena ketakutan.

Teriakan emosi hanya kalah dalam permainan harus menumbalkan nyawa, tentu ini masalah besar. Satu nyawa hilang itu merupakan tanggung jawab semua pihak. Terutama dari suporter bar-bar yang hanya ingin kemenangan.



Dalam permainan itu hal yang wajar ada kalah dan menang, fanatik boleh, fans militan silahkan tapi ngamuk ketika timnya memang kalah kualitas dalam pertandingan ya harus legowo. Akibat pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya yang berakhir dengan skor 2-3, berujung pada kemarahan dan kerusuhan oleh ulah suporter yang tak terima.

Sudah tahun 2022, kelakuan bukannya semakin dewasa tetapi malah menjadi-jadi. Seperti tua-tua keladi, makin tua makin jadi. Apakah sudah waktunya ada blacklist terhadap suporter yang tidak bisa diajak maju untuk menatap masa depan.



Bayangkan jumlah yang tewas 130 orang! Sedangkan yang kritis 20 orang, selebihnya banyak yang luka-luka. Jumlah ini melebihi tragedi Heysel, dimana 39 penggemar sepakbola meninggal. 400 orang juga terluka. Ketika sudah disanksi, FA Inggris berbenah menertibkan suporter dari para club. Hingga akhirnya mereka sukses mendidik suporter, dan terciptalah stadion tanpa pagar pembatas.

PSSI juga harus tegas membersihkan permainan dari hooliganisme, anarkisme, brutalisme dan sebagainya. Karena yang meninggal bukan hanya suporter yang berbuat rusuh, suporter yang tak tahu apa-apa juga terkena imbasnya.



Bahkan ada dua orang Polisi yang meninggal karena mengamankan laga panas tersebut. Tentu hal ini sangat mencoreng sportivitas olahraga di Indonesia, sepanas-panasnya derby kalah menang itu biasa.

Untuk kedepannya, harus ada scan wajah untuk suporter yang ingin menonton pertandingan sepakbola agar mudah terciduk kalau terjadi kerusuhan.

Tapi, sepertinya pilihan yang pas akan terjadi evaluasi di Kanjuruhan. Karena yang meninggal suporter mereka sendiri, yang kalah di kandang melawan rivalnya Persebaya yang sempat ngamuk juga menuntut manajemen persebaya mundur.



Memang suporter Jatim ini menarik, fans basenya juga besar, bahkan ada beberapa club besar dari wilayah ini. Tapi semoga kedepannya para suporter harus lebih dewasa, jangan bertindak seenak perutnya sendiri. Terlebih lagi Pak Pol yang seenak udelnya mainan gas air mata, lah ini stadion cuk! Kalau pernafasan sesak terus desak-desakan mau keluar keinjak gimana?

SOP pengamananya gimana? Karena FIFA juga melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion. Untuk itu lebih baik banned aja club-club biang rusuh. Biar gak kejadian lagi gas air mata meletus dimana-mana! Coba kalau duduk tertib, respect, tugas pengamanan makin ringan. Paling Pak Pol sibuk mainan HP, update status.

Semoga semua club di Indonesia dapat bermain dengan damai.

Terima kasih yang sudah membaca thread ini sampai akhir, bila ada kritik silahkan disampaikan dan semoga thread ini bermanfaat, tetap sehat dan merdeka. Ane c4punk pamit undur diri, See u next thread.





"Nikmati Membaca Dengan Santuy"


Tulisan : c4punk@2022
referensi : 1,2
Pic : google