yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
Selamat Datang di Trit Kami

私のスレッドへようこそ




TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI TIGA TRIT GUE DAN EMI SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT INI, KAMI DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK (LAGI) DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DI SINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR!


Quote:


Spoiler for MUARA SEBUAH PENCARIAN (TAMAT):


Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (ONGOING):


Spoiler for PERATURAN:


Spoiler for FAQ, INDEX, MULUSTRASI, TEASER:



HAPPY READING! emoticon-Cendol Gan


Quote:
Diubah oleh yanagi92055 01-10-2020 14:23
sotokoyaaa
santet72
al.galauwi
al.galauwi dan 90 lainnya memberi reputasi
81
174.1K
3K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#489
Jelang Final_Part 8
Hari berikutnya, gue dan Emi memutuskan untuk merancang resepsi kami. Mulai dari pengaturan strategi apa saja yang harus dibookingdulu serta bagaimana mekanisme resepsi nanti yang sebenarnya ragu-ragu dapat gue laksanakan dengan baik. Lagi-lagi semuanya harus dipaksakan terjadi atas keinginan keluarga Emi yang tidak banyak memberikan kontribusi tersebut. Jika mau membandingkan, Bang Ozy saja yang statusnya sepupu gue, memberikan sejumlah materi yang cukup besar. Tetapi gue tidak mau membandingkan seperti itu, karena hanya akan membuat pikiran gue makin antipati terhadap keluarga Emi nantinya. Kasarnya, gue tidak mau berpikiran, “Udah, mending lo diem aja. Nyumbang kagak, pake banyak request lagi. Nyusahin terus kerjaannya.”

“Jadi kita mau ke tempat WO dulu kali ya. Survey WO palingan pas weekend. Kalo misal lo nggak ikut juga nggak apa-apa, gue aja sendiri bisa.” kata gue.

“Yah, kan gue juga mau ngeliat penawaran mereka, harganya berapa.” ujar Emi, sedikit kecewa.

“Tapi kan lo kerja, Mi. Kalo lo libur mah enak. Soalnya kalo hari minggu nggak mungkin. Mereka kan kerjanya malah hari minggu. Mungkin aja malah sabtu juga. Sebenernya yang bener itu kalo mau survey kitanya mesti cuti sehari dulu. Cuma kayaknya nggak mungkin juga dikasih cuti dalam waktu dekat. Apalagi kantor lo. Susah banget cutinya kan.”

“Iya gue juga mikirnya kayak gitu. Tapi susah Zy. Kantor gue ketat banget. Maklum namanya juga perusahaan multinasional. Kalo lo nggak perform, banyakan alasan dan segala macam, banyak yang siap untuk gantiin lo.”

“Justru itu. Makanya kita mesti ngakalin waktu. Pinter-pinter ngaturnya, Mi. Coba kita nikahnya disini. Nggak akan deh ribet kayak gini.”

“Udah deh, Zy. Kita itu ribut gara-gara urusan kayak gini terus. Udah kenapa. Kalo emang kamu nggak siap, kenapa maksain?”

“Heh. Gue itu mau nikahin lo. Bukan mau mengakomodir keluarga lo yang nggak modal. Inget itu, Mi.”

“Kok urusannya jadi duit lagi sih. Emang keluarga lo bantuin?”

“Iya, jumlah puluhan, nggak sekedar satu atu dua nominalnya. Puas lo?”

“Ya udah kalo gitu mending keluarga lo aja yang bikin hajatannya.”

“Emang bapak lo mau? Bukannya dia juga people pleaser sama kayak lo? Pokoknya menyenangkan orang lain mau itu nanti efeknya babak belur di diri sendiri, adalah yang utama. Gitu kan? Makanya lo selalu kalah argumen sama bapak lo.”

“Kok gitu sih mikirnya, Zy?”

“Lah, gue itu kenal lo nggak satu atau dua hari Mi. Gue kenal lo bertahun-tahun. Gue tau lo itu gimana tipenya. Dulu aja waktu ada perkara sama temen-temen lo yang toksik, udah gue bilangin kayak apapun tetep aja lo mikirin teman-teman lo itu kan? Padahal jelas-jelas toksik. Mantan lo aja bilang kayak gitu juga. Tapi sampai lo ketemu dan jadian sama gue, lo masih juga belain teman-teman lo kan? Apa namanya kalo nggak people pleaser? Sama, bapak lo juga kayak gitu. Sayangnya, pleaser-nya ke keluarganya sendiri, nggak mikirin keluarga besar gue.”

“STOP ZY! GUE CAPEK DEBAT KAYAK GINI TERUS SAMA LO. APALAGI SOAL DANA!” Emi mendadak berteriak menghardik.

“YA UDAH LO DO SOMETHING DONG! JANGAN JADI PEOPLE PLEASER, LAH! UDAH GUE KASIH TAU CARA NGOMONGNYA GIMANA, MASIH AJA KALAH. TAKUT KUALAT LO? MENDING LO KUALAT DIKIT, DARIPADA HIDUP LO SETELAH MENIKAH KESEOK-KESEOK. BAHAYA SOAL DANA ITU NYATA MI DI DUNIA PERNIKAHAN, LO NGERTI NGGAK?! LO BISA LEBIH BANYAK KUALAT LAGI. DAN YANG NANGGUNG DOSA LO SIAPA? GUE!!!” Gue menjawab Emi dengan lantang, karena ini penting. Efeknya tidak di keluarga Emi, tapi gue dan Emi sendiri yang akan merasakannya setelah menikah. Menanggung utang yang angsurannya berjalan selama bertahun-tahun untuk sekedar menyenangkan orang yang hanya beberapa jam saja demi terlihat bagus dan terhormat, belum lagi di omongin sana sini kalo resepsinya tidak sesuai bayangan orang-orang, dan lain-lainnya, itu adalah sebuah kebodohan besar yang akan gue jalani sebentar lagi.

“Iya pokoknya gue coba dulu ngomong lagi sama Papa.”

“Percuma kan? Ini diomongin udah berulang kali. Terus kalo nggak ada solusi gini gimana? Itu baru penentuan tempat buat ijab aja nggak selesai. Apalagi ini nanti kita mau ngerancang ini itu, malah nggak disetujuin, terus main ganti-ganti aja rencananya. Gue ngomong sombong aja sekalian deh. Ini duitnya itu duit kita. Kita yang jungkir balik nyari. Nggak ada yang bantuin. Ngasih solusi juga nggak. Tapi maunya banyak banget. Kenapa nggak kita yang take over? Sesuai dengan rencana kita dari awal banget kalo kita bakalan ngurusin ini sendiri karena funding-nya juga kita sendiri yang usahain.”

“Iya gue juga maunya gitu, Zy. Tapi tuntutan dari keluarga gue itu banyak. Alasannya karena keluarga perempuan itu yang punya hajat. Nanti jadinya harus maksimal tampilannya.”

“Yang dipikirin polesan luaaaar aja terus. Bukannya perbaikan dalamnya dulu. Maunya di mata orang lain terus bagusnya, gimana proses usahanya nggak diliat. Mau gue ntar sampe pendarahan di otak saking stresnya mikirin ini juga nggak dipikirin. Yang penting semua keliatan bagus dan sesuai sama bayangan orang-orang tentang resepsi pernikahan di Indonesia. Apa perlu gue bilang sekarang juga, kalo aslinya duitnya nggak ada buat resepsi yang sebenernya nggak penting itu, gimana?”

“Ya jangan dulu lah, Zy. Kita kan masih nunggu hasil refinancing mobil. Kali aja dapatnya lumayan kan sesuai sama harapan kita.”

“Ilustrasinya aja itu dapetnya cuma sekitar 70% dari total nilai mobil gue Mi. Belum lagi yang ada kewajiban untuk asuransi yang nggak bisa di tolak. Makin dikit adanya kita dapetnya. Bisa-bisa malah cuma separuh nilai mobil gue dapetnya. Susah kalo kita mutusin buat minjem sama rentenir legal. Prinsipnya tetap rentenir.”

“Iya gue ngerti kok. Kan semua dokumen udah gue baca semua. Tapi ya berharap aja dulu ya, Zy. Mudah-mudahan kita bisa atur semuanya, biar muat. Ya udah. Sekarang kita balik lagi rancang perencanaan nikah kita ya. Pertama itu kita urusin buat katering, dekor sama baju mantennya. Gue udah ada beberapa tempat di kota ini yang bisa menyediakan itu dalam satu paket. Ada 3 WO. Nih, coba lo liat-liat dulu.”

Gue melihat-lihat profil yang semuanya link dari internet. Untuk lebih lengkapnya, gue memutuskan untuk datang langsung saja ke tempat mereka. Alamat juga sudah dicantumkan di situsnya.

“Gue tertarik sama yang ini nih. Harganya juga masih masuk di budget kita, Mi. Menurut lo gimana? Sama pilihan kedua yang ini” gue menunjuk dua WO yang kira-kira cukup oke review-nya di internet, banyak penilaian positif, “Sama mungkin nanti gue bisa langsung datengin yang ini ya. Ternyata lokasinya nggak jauh dari rumah lo, nih.”

“Iya boleh. Gue malah nggak tau ini ternyata deket. Hehe. Telepon dulu aja, Zy, kalo mau dateng kesana. Syukur-syukur bisa ketemu sama owner-nya langsung. Kayaknya ini sih masih pada muda-muda ya. Soalnya gue liatnya mereka ini kok kekinian banget mengorganisir wedding-nya. Tampilan web sama medsosnya juga enak diliat. Menarik jadinya. Cuma nggak tau nih deal-dealan harganya. Banyak yang bilang termasuk murah. Tapi standar murah atau mahal tiap orang kan beda-beda.”

“Hooh bener. Kalo murah yang bilang anak konglomerat terkaya di negeri ini sih bisa-bisa satu miliar standarnya. Hahaha. Ya udah. Ini coba gue telpon dulu ya, Mi.” Gue mengeluarkan HP dan mulai menekan beberapa tombol angka yang tampil di layar HP gue.

Setelah sekitar 10 menitan gue menelepon WO yang ditunjukkan, gue juga sudah merencanakan untuk ketemu dan ngobrol. Salah satunya bahkan mengundang gue untuk datang ke resepsi pernikahan orang lain yang akan dilangsungkan di salah satu gedung paling prestisius di kota ini. Boleh sekalian tester makanannya juga. Gue dan Emi tentu saja senang sekali dengan undangan ini. WO yang satu lagi juga mengundang kami datang ke salah satu resepsi orang yang mereka Kelola. Untuk WO terakhir, kebetulan tidak sedang ada acara, jadi gue diundang untuk langsung bertemu di kantornya, yang mana dekat dari rumah Emi.

--

Sabtu, acara resepsi berlangsung malam hari. Hal ini tentunya menjadi berkah, karena Emi dapat ikut menyaksikan bagaimana WO yang menjadi pilihan, atau setidaknya akan menjadi opsi pilihan kami, mengelola sebuah acara pernikahan. Katering, dekorasi pelaminan, tata letak ruangan dan segala macamnya diatur semua oleh WO. WO ini membebaskan calon pengantin untuk memilih mengatur sendiri atau terima beres acara resepsinya. Tentunya ini adalah kabar baik bagi kami. Gue dan Emi sudah merancang resepsi yang menurut kami bisa sesuai dengan budget kami yang tidak seberapa itu.

“Kalo kayak gini mahal pasti, Zy.” Emi setengah berbisik.

“Iya gue juga yakin mahal ini. Semuanya diatur sama WO-nya katanya tadi pas gue tanya.” Gue membalas perkataan Emi.

“Terus kita mau sama mereka aja apa gimana?”

“Ya nanti kan mau liat WO yang lainnya tuh. Kalo misalnya mereka lebih murah tapi kualitasnya kayak gini sih, oke banget. hehehe.”

“Haha. Nggak mungkin banget, Zy. Sekarang ini mana ada yang mewah begini mau dikasih murah.”

“Namanya juga usaha kan, mana tau bisa di nego.”

“Mudah-mudahan aja. Ini juga kamu mau nego apa gimana?”

“Kayaknya aku mundur aja deh kalo sama WO yang ini. Kelewat bagus.”

Gue memilih untuk mundur dari rencana kerja sama dengan WO rekomendasi pertama ini. Bagaimana tidak, dekorasinya luar biasa cantik dan rapi. Penataan ruangannya juga strategis yang membuat banyak tamu yang datang tidak saling berdesakan atau bertabrakan karena selisih jalan. Pengaturan letak gubukan dan prasmanan juga memikat hati siapapun yang melihatnya. Tetapi, sebagai konsekuensinya, ada harga yang tidak murah. Sepertinya juga gue tidak perlu lagi bertanya tentang pricelist, karena setelah gue mencoba makanan ringan sampai berat serta makanan-makanan yang ada di gubukan, semuanya enak. Sesuai selera gue banget. Pas. Sudah pasti ini akan memakan biaya yang mahal, dan tidak sesuai budget. Lebih tepatnya, tidak sesuai prinsip gue yang buat apa bermewah-mewahan hanya beberapa jam, memberi makan orang yang tidak kita kenal, lalu kemudian menderita bertahun-tahun lamanya karena tidak ada bantuan dari siapapun kecuali gue dan Emi sendiri yang mengusahakannya.

Esok harinya, gue sudah janjian dengan WO yang berikutnya. Mereka juga sedang ada acara resepsi. Tapi di tempat yang lebih kecil dan biaya sewa gedungnya juga lebih murah. Kualitas gedungnya pun sangat jauh berbeda dengan WO yang kemarin. Uang memang bisa membedakan satu keadaan dengan keadaan lainnya, walaupun pada hakikatnya itu adalah hal yang sama, sama-sama resepsi.

Gue dan Emi melihat-lihat keadaan, dan utamanya adalah bagaimana WO ini menangani segala macam kendala dan lain sebagainya terkait dengan kelancaran acara resepsi. WO ini walaupun lebih murah tetapi tidak kalah gesit dengan WO yang kemarin. Pada divisi kateringnya sendiri pun variasi makanannya beragam. Pilihan yang mereka ajukan ke gue dan Emi ketika mendatangi kantornya pun sangat beragam dan unik. Mereka menawarkan berbagai jenis gubukan yang tidak umum. Umum dalam artian ada siomay, Zuppa Soup atau kambing guling dan sejenisnya yang lumrah kita temui dalam resepsi pernikahan di Indonesia. Gue dan Emi memang diawal ingin merancang gubukan kami sendiri, salah satunya adalah mendatangkan pedagang baso colok alias baslok, salah satu jajanan SD kesenangan Emi. Mereka juga bilang tidak ada masalah jika memang nantinya akan di kombinasikan dengan pedagang yang diluar langganan WO ini. Fleksibel sekali.

“Kayaknya aku fix sama yang ini, deh.” Ujar Emi setengah berbisik disela riuhnya orang di sekitaran kami.

“Iya, aku juga kayaknya oke sama yang ini. Mereka emang lebih murah, tapi dari dekorasi, rasa makanan, dan tampilan tim mereka yang berkostum rapi ya nggak kelihatan murahan juga.” Gue membalasnya dengan suara yang lebih keras.

“Kamu jangan kenceng-kenceng ngomongnya, nggak enak kalo di denger.”

“Lah, ini tuh lagi rame, Mi. Ngapain aku mesti ngomong pelan-pelan. Lagian orang-orang di sekitaran sini juga pada sibuk ngobrol atau makan. Nggak akan ada juga yang merhatiin kita ngomong kali. Kita bukan selebritis. Haha.”

“T*i lo Zy. Seriusan aku, jangan ngomong kenceng-kenceng. Mana tau ada salah satu krunya WO ini yang nggak kita tau kan.”

“Ya kalaupun tau juga kan nggak kenapa-kenapa. Toh juga kita kan nggak jelek-jelekin mereka. Tapi malah muji kerjaan mereka.”

Emi akhirnya membalas dengan satu anggukan setuju. Kami kemudian berkeliling kembali untuk mencicipi beberapa menu yang tidak banyak disediakan di resepsi-resepsi pada umumnya. Emi mengambil nasi kebuli, sementara gue mengambil Burger Vegan, alias burger isi sayuran, tanpa daging. Menurut kami ini cukup unik dan berani untuk ditampilkan di sebuah resepsi. Gue dari kejauhan mengkode Emi dengan acungan jempol yang menandakan kalau burger yang gue makan enak, dan sesuai dengan selera gue. Emi juga membalas dengan gestur yang sama, menandakan makanannya punya rasa yang oke.

Long story short, akhirnya gue dan Emi menjatuhkan pilihan pada WO yang terakhir kami lihat performanya di sebuah resepsi pernikahan. Kami juga sudah deal dengan pihak WO di kantor mereka, sekaligus mencoba beberapa gaun pengantin untuk perempuan serta pakaian pengantin laki-laki, dan juga mencoba makanan yang disajikan untuk tester. Selain gue dan Emi, Mama dan Dania ikut mendampingi. Mereka sangat setuju dengan WO ini.

Pertanyaannya sekarang adalah, uang sisanya belum kelihatan sama sekali. Sementara uang yang gue harapkan dari refinancing mobil gue belum kunjung cair juga. Agak bingung awalnya, tetapi gue memutuskan untuk jalan terus saja dulu, mengikuti perkembangan yang terjadi.

((NOTIFIKASI HP BERDERING))

Quote:


Another problem is comin’.


---
Diubah oleh yanagi92055 02-08-2022 04:16
lumut66
JabLai cOY
khodzimzz
khodzimzz dan 13 lainnya memberi reputasi
14
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.