trifatoyahAvatar border
TS
trifatoyah
Silakan Saja Kamu Selingkuh [COC- SFTH 2022] Cinta Lama Bersemi Kembali


Bukan aku yang meminta perpisahan ini, tapi kamu, kamu yang tak punya rasa tanggungjawab atas cinta yang pernah terucap, walaupun aku tahu, mencintaiku adalah kesalahan bagimu.

Aku memang bukanlah istri impianmu, yang harus tersenyum saat hatiku sakit, yang harus pandai mengurus rumah, menghidangkan makanan yang enak, memuaskanmu di ranjang, sangat amat jauh dari sempurna. Akupun tahu, aku bukanlah paket komplit. Makanya tak pernah sekalipun kamu menghargai semua usahaku. Walaupun seribu kali aku mencoba maka seribu kali juga kamu akan mementahkan usahaku.

"Huaaaah, teh apa ini rasanya seperti air comberan!" katamu menyentak, sambil menyemburkan teh yang aku hidangan menemani sore-mu, saat kamu baru pulang dari kantor.

"Itu teh melati, bukannya air comberan, emang Mas Dida pernah minum air comberan ya?" tanyaku datar apa adanya, sambil membawa cangkir itu masuk ke rumah. Masih kudengar omelannya, yang panjangnya melebihi rel kereta api, seandainya saja ada orang yang tidak punya kerjaan mengukurnya

Itu baru teh, pernah dia bilang masakanku rasanya seperti kolak basi, katanya kemanisan, berulangkali dia menghinaku, belum tahu saja dia makan sambil memandangku jadi terasa lebih manis, memangnya menghidangkan makanan di meja itu tidak memerlukan tenaga dan waktu? Dasar suami tak ada akhlak, maunya enak sendiri, mending kalau dia mau membantu pekerjaan rumah, ini sama sekali tidak! Ingin rasanya mengambil karung terus memasukan dan membuangnya ke laut biar jadi santapan ikan hiu, tapi sayang ... dia ganteng banget, walaupun mulutnya tajam melebihi pisau pelakor, belum siap aku kehilangannya.

"Gimana kabar suami gantengmu itu?" tanya Dova setengah mengejek. Dova adalah sahabatku, walaupun kedatangannya layak disebut jaelangkung tapi aku bersyukur masih memiliki sahabat, walaupun kadang kata-kata yang diucapkan nggak disaring dulu.

"Ya ... masih ganteng lah," jawabku santai.

"Chika ... Chika ... mau sampai kapan kamu di rendahkan seperti ini."

"Sampai aku bosan," jawabku enteng.

"Aku tuh heran, terbuat dari apa sih hatimu, dikasarin, dicaci maki, gak dihargain, masih tetap bertahan."

"Habis gimana lagi, kalau minta cerai, ntar jadi janda, aku takut kehidupan keluarga jadi susah, aku ingin membuat mereka bahagia."

"Belum jadi janda, hidupmu juga sudah susah tau!"

"Iya sih."

"Nah itu tahu."

"Habisnya aku tuh cinta sama Mas Dida, aku nggak mau kehilangan dia, gimana dong."

"Emang kamu bakalan kenyang makan cinta?"

"Ya ... enggak sih."

"Kenapa kamu masih tetap bertahan."

"Karena aku sudah janji juga sama Mami, kalau aku akan selalu mencintai dan menyayangi anaknya, seperti permintaan Mami."

Mami adalah ibu mertuaku, orang tua dari Mas Dida. Wanita yang sangat baik padaku. Walaupun mulut Mas Dida pedasnya melebihi cabe setan tapi berbanding terbalik dengan Mami.
Aku juga bertahan karena Mami, dia yang telah membiayai sekolahku, sekolah adik-adikku, setelah Ayahku meninggal. Keluargaku bisa hidup jauh dari kemiskinan juga berkat keluarga Mas Dida.

"Ya udah Dov, aku pulang dulu bentar lagi suami tercintaku pulang."

"Hueeeek!"

"Dih, bye ... bye ..."

***
"Dari mana? Istri itu kalau suami pulang kerja itu disambut, bukan malah keluyuran!" suara baritonnya seketika meruntuhkan belanjaan yang aku bawa.

Ya iyalah suami pulang harusnya disambut, siapa juga yang mau nyambit, eh! Situ punya mata nggak digunakan apa, segala keperluan dapur, keperluan mandi, keperluan perut sudah habis, ya aku belanja lah. Tapi semua itu nggak keluar dari bibir ini, kelu rasanya. Hanya lengkungan senyum terpaksa yang tergambar.

"Dari mana! Bukannya jawab malah senyum-senyum, udah mulai gila ya?"

"Astaghfirullah, Nggak elok Mas, nyumpahin istrinya gitu. Bisa nggak sih kalau ngomong nggak usah pakai tasdid?" tanyaku sambil memunguti belanjaan yang berserakan di lantai.

"Maksud kamu apa?"

"Ya sekali-kali pakai fatah kasroh, apa fatah tanwin gitu."

"Dasar gak waras."

"Dih siapa juga yang nggak waras."

"Ya kamu lah."

"Harusnya omongan itu ditujukan pada diri sendiri."

"Berani ngebantah!"

"Nggak!"

"Itu apa namanya kalau nggak ngebantah."

"Mas Dida yang gantengnya gak ketulungan, yang gantengnya sampai langit ke tujuh, nggak lihat istri tercantikmu ini bawa belanjaan, yang namanya bawa belanjaan ya pasti habis belanja, bukan habis ngebajak sawah, udah gitu aja, gak usah pakai nyolot."

Hari-hari rumah tanggaku bukannya semakin adem, romantis, tapi semakin panas, dari pertengkaran kecil sampai pertengkaran besar sering terjadi. Ya Allah aku pengen menyerah dengan ini semua, kenapa mencintai bisa sesakit ini? Benar kata Dova kalau membina rumah tangga itu lebih baik dicintai, bukan mencintai duluan.

"Chika!"

"Iya, Mas."

"Siapin baju, aku mau ke pesta resepsi nikahan teman kantor, cepet!"

"Iya, baik. Sama aku 'kan perginya?"

"Nggak usah ge-er, siapa juga yang mau ngajak istri culun macam kamu!"

"Ya Allah Mas, Istighfar. Culun gini juga kata-kata Ibu dan teman-teman aku mirip Shireen Sungkar."

"Woy, bangun ... Ngimpi aja, lap tuh iler!"

Terpaksa kusiapkan baju untuk dia pergi kondangan. Nasib ...Nasib ... Apa iya aku emang nggak pantas dibawa ke kondangan. Di depan cermin kuamati wajah yang masih terlihat imut, bibir yang masih ranum, dan pipi cuby dikit, masak iya seperti ini kurang cantik?

***

"Dov, Mas Dida emang keterlaluan. Masak dia ngehina aku, katanya aku gak layak diajak ke kondangan."

"Sabar Chik ..., Orang sabar pantatnya lebar eh, maaf. Orang sabar di sayang Tuhan."

"Dov, ngebakso yuk, aku yang bayarin."

"Maaf Chika, aku lagi ada acara."

"Dih sombongnya, acara apa sih?"

"Rahasia dong."

Suami sudah nyebelin, eh punya sahabat juga nyebelin. Komplit banget penderitaanku ini.

***

"Chika, temenin Mami yuk, ke nikahan anak teman Mami."

"Iya, Mi. Aku ijin Mas Dida dulu ya?"

"Ckckck, emang menantu Mami ini istri yang Sholehah."

"Terima kasih, Mi."

Buru-buru kuambil benda pipih yang tergeletak di nakas, kucari nomor Mas Dida, nggak sampai nunggu lama, langsung ada jawaban.

"Ya, da apa?"

"Salam dulu napa? Ulangi!"

"Assalamualaikum, Chika, Ada apa?"

"Mas, aku ijin nemenin Mami ke nikahan anak sahabatnya ya?"

"Ya."

Ijin dari Mas Dida sudah kukantongi, tanpa menunggu waktu lama aku pun berganti pakaian, dengan gaun warna ungu muda dengan jilbab pasmina warna sedikit tua. Mengoleskan bedak, lipstik tipis. Siap deh berangkat.

Perjalanan menuju ke tempat pesta pernikahan tak henti-hentinya Mami memuji kecantikanku, sesuatu yang tak pernah anaknya lakukan. Biarlah, kata Mami, witing tresno jalaran soko kulina. Cinta akan datang seiring berjalannya waktu.

Baru saja aku memasuki gedung, jantungku berdetak kencang, mataku disuguhi pemandangan yang sangat membuat perih. Napasku memburu terangkai dengan kebencian, dua orang yang sangat kukenal duduk dengan tangan saling menggenggam mesra.
Tega sekali dia, sahabat macam apa dia? Darahku rasanya mendidih seketika. Berulangkali aku beristighfar, melantunkan berbagai macam doa, bahkan saking emosinya doa mau makan pun sempat terucap.
Tidak, aku tidak boleh mempermalukan diriku sendiri. Ingat Ckika, seorang pengkhianat, cocok dengan pengkhianat juga. Aku tidak boleh menangis, kering sudah air mata ini, telah kututup mata airnya.

"Permisi, numpang lewat." Aku benar-benar melewati dua makhluk tidak tahu diri itu, dengan senyuman yang sengaja kuuikir seindah mungkin. Tiba-tiba terdengar suara,

"Plak!"

"Plak!"

Tidak hanya satu kali, tapi dua kali. Tamparan telapak tangan Mami, medarat sempurna pada dua orang lucknut itu.

"Chika, maafkan aku," ucap Dova disela isak tangisnya.

"Ckika, " panggil Dida.

"Diam!"

"Chika, aku tidak bermaksud,"

"Aku bilang diam! Ckckck betapa bodohnya diriku, ke mana waktu pembagian otak waktu itu, sampai aku bisa sebodoh ini, mencintai laki-laki bajingan seperti kamu!"

Usai sudah semuanya, orang yang tadinya tampak begitu ganteng di pelupuk mata, tampak seperti drakula sekarang. Semuanya telah berakhir, pergilah, silakan saja kamu selingkuh, aku tak peduli.


Quote:


Lima tahun telah berlalu, semua cinta yang membuatku gila, sirna seketika. Bahkan untuk sekedar menyebut namanya aku ogah. Tapi mengapa dia bisa menampakkan wujudnya tepat di depanku, dalam lift yang hanya kita berdua isinya, mana lifnya mogok lagi.

"Chika, lima tahun aku merindukanmu, aku menyesal."

"Apa?"

"Chika, aku minta maaf. Dova selalu mencekoki aku, tentang keburukanmu."

"Apa?"

"Maafkan aku Chika, kembalilah padaku, akan kujadikan kamu ratuku."

"Apa?"

"Chika, I love you ."

"Apa?"

"Chika, aku serius."

"Aku lebih serius, di antara kita sudah End."


End

Sumber gambar klik
Diubah oleh trifatoyah 08-07-2022 12:01
bukhorigan
bukhorigan memberi reputasi
16
2K
117
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.5KAnggota
Tampilkan semua post
indrag057Avatar border
indrag057
#8
Ceritanya sedih yak, tentang perselingkuhan. Tapi entah kenapa ane ga bisa brenti ngakak bacanya.

Bagian dialognya, ck ck ck, mbak TS bakat ngelawak juga ternyataemoticon-Big Grin
bonita71
bonita71 memberi reputasi
2
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.