metalbeeAvatar border
TS
metalbee
Mengapa Film Gatotkaca Gagal?


Satria Dewa : Gatotkaca harusnya perlu 3 Juta penonton untuk balik modal!

Satria Dewa : Gatotkaca (2022) mulanya merupakan proyek ambisius. Bukan hanya pihak studio tapi juga mayoritas pecinta film, khususnya penggemar wayang dan superhero nerds.

Film ini tayang pada tanggal 9 Juni kemarin. Namun sayangnya hingga saat ini pula, mereka belum mampu menembus 200 ribu penonton dari hari pertama perilisannya. Sangat disayangkan dan tidak tertebak sama sekali. Padahal film ini digadang-gadang mampu mendapatkan 1 juta penonton selama penayangannya. Itu didukung dari visual apik dan pembangunan dunia paling imajinatif sejauh ini untuk film Indonesia yang pernah saya lihat.

Alhasil Satria Dewa diperkirakan merugi. Dari jumlah penonton yang didapat, mereka kemungkinan besar hanya meraup 3,4miliar saja. Sangat jauh dari budget awal mereka yang mencapai 24 miliar! Dengan demikian, film ini dirasa gagal memenuhi ekspetasi publik dalam segi pendapatan.

Sebenarnya apa yang salah? Ada beberapa alasan yang saya rasa menjadi penyebab film ini babak belur di bioskop.

Kurangnya Marketing



Entah mengapa saya melihat strategi yang gunakan Satria Dewa tidak cukup menarik. Mereka sebelumnya gemar menyebarkan cuplikan behind the scenemelalui akun Instagramnya. Beberapa cuplikan saya rasa cukup krusial untuk memberikan efek kejut. Baru-baru ini juga Satria Dewa dengan santainya merilis cuplikan penting yang tidak ada di dalam trailer di Instagram mereka. Pertarungan antara Beceng dan Yuda alias Gatotkaca. Yang harusnya dikeluarkan saat filmnya telah turun layar. Lihat.

Lanjut lagi mereka hanya mengandalkan satu platform saja. Bukan salah mereka sepenuhnya, tapi memanfaatkan jaringan dari platformlain itu penting.


Khususnya Twitter. Alih-alih membuat gaduh semua platform, Satria Dewa hanya men-tweettautan postingan Instagram mereka ke Twitter ketimbang membangun interaksi. Tentu kita tahu bersama kemudahan interaksi di Twitter. Atau bahkan juga ikut bergabung di Facebook yang sama meriahnya. Namun mereka baru melakukannya beberapa bulan sebelum filmnya rilis. Seperti enggan merangkul komunitas untuk berkontribusi bersama.

Hal ini membuat mereka seakan jauh dari penggemar. Sejatinya mereka mampu membangun pengemar yang solid (Baca :[url=https://ibalpradana.S E N S O Rsatria-dewa-memajukan-konsep-melupakan-penggemar-194bbef9c6c1] [i]Satria Dewa, Memajukan Konsep Melupakan Penggemar[/i][/url]). Pembaca wayang lama akan sangat senang mengedukasi dan juga pasti mampu menarik penggemar baru dari kalangan anak muda untuk mulai mencintai wayang. Dari sini pulalah muncul kolaborasi antara superhero nerds dan penyuka pewayangan. Kombo yang sangat apik menurut saya pribadi.


Dalam acara-acara menjelang perilisannya pun mereka belum terlihat mampu menaikan atensi publik. Lagi-lagi dengan berat hati semua ini akan selalu dibandingkan dengan pencapaian Gundala (2019).

BLUNDER FATAL!



Salah satu bagian yang menurut saya kurang bijak ialah merilis terlebih dahulu filmnya sebelum tanggal resmi untuk beberapa kota. Sebelumnya mereka — kalau tidak salah — tanggal 6 Juni melakukanpress screening untuk teman-teman media dan kritikus film. Namun pada tanggal 7 Juni mereka berani membuka layar pertama teruntuk beberapa kota dengan kuota terbatas diikuti harga miring yaitu Rp20.000,- saja untuk umum.


Bagi saya tentu ini berbahaya. Ulasan publik yang beraneka ragam yang mana dalam pengalaman kita semua, kebanyakan dari mereka akan memakai Marvel dan DC sebagai standar mereka. Kala ekspetasi ini tidak terpenuhi, ulasan jelek akan meluap dan memengaruhi orang lain yang belum sempat menonton. Kelebihan teman-teman media dan kritikus film adalah mereka objektif dengan ulasannya. Poin positif dan negatif dirangkul dengan bobot yang sama. Memberikan keleluasaan publik untuk memilih menonton filmnya atau tidak. Juga sekaligus membuat publik penasaran pastinya.

Ini tentu saja tidak dimiliki oleh sebagian orang yang masih menjadikan film Barat sebagai patokannya. Dan, ya, ada pada tanggal 9 Juni penonton pertama tidak menyentuh angka 100.000. Akibatnya? Ya, karena target penonton Satria Dewa, dalam hal ini anak muda, sudah terlebih dahulu disuapkan spoiler oleh sebagian pihak dan ulasan negatif yang pasti tidak menyertakan poin plus minusnya.

Ini berbeda untuk generasi milenial yang sedari dulu hidup dengan cerita legenda-legenda tersebut. Menyaksikan Gatotkaca merupakan cara mereka utnuk membayar rasa penasaran mereka sewaktu muda dan sekaligus membeli masa lalunya untuk sekadar nostalgia. Sekali lagi ini tidak dimiliki oleh mayoritas Gen Z. Sejatinya Gen Z menonton karena rasa penasaran dan keingin tahuan mereka. Dampaknya akan ada rasa bangga setelah menyaksikan film tersebut.

Tapi akibat penayangan ini muncul rasa skeptis dan pesimistis karena ulasan liar yang tidak seimbang.

Juga diperparah temuan-temuan sebagian pihak yang beranggapan pihak Satria Dewa Studio menggunakan jasa buzzer untuk menaikan popularitas mereka. Seakan-akan filmnya seramai itu. Benar atau tidaknya isu ini tidak menutup fakta bahwa film ini gagal memenuhi target mereka.

Diluar daripada itu film ini sejatinya tampil baik. Untuk ulasannya diserahkan pada setiap orang yang telah menonton filmnya. Bagus jeleknya merupakan penilaian pribadi yang harus dihormati bersama. Dan analisa saya di atas bukan menjadi salah satu faktor utama atau bahkan bukan penyebab film ini flop di bioskop. Mungkin kamu ada teori lain?


Jangan lupa follow IG @Jagatverse gan untuk info seputar komik dan superhero lokal



Diubah oleh metalbee 24-06-2022 05:01
bam09
KiuDhe
arafiq.tekaje
arafiq.tekaje dan 15 lainnya memberi reputasi
16
23.6K
233
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Movies
Movies
19.9KThread17.4KAnggota
Tampilkan semua post
Apollo_13Avatar border
Apollo_13
#18
Disadari atau tidak, begitu mendengar kata film superhero, orang2 bakal langsung membandingkannya dengan Marvel atau DC.
Kalau udah begitu, pihak pembuat film harus mempertimbangkan kekuatan dari sisi lain. Dari sisi cerita, misalnya.

Menurut ane, Gundala, secara tekhnik CGI sangat rendah, tapi jalan ceritanya bagus banget. Pembuat skenarionya pinter banget menyatukan hal2 yang terjadi di awal film, yang sebelumnya terlihat aneh atau gak jelas, menjadi clear di akhir film.
Ane sampe kaget, ternyata semua yang dilakukan pihak antagonis ternyata berkaitan. Mulus banget.
Ane takjub dengan kemampuan mereka membuat skenario.
hctr
hctr memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.