rm057
TS
rm057
Mengerikan Pemerintah AS Culik Siksa Ribuan Anak Pribumi, Jumlah Kematian 40 Ribu



Laporan Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat (AS) mengungkapkan sedikitnya 500 anak penduduk asli Amerika, penduduk asli Alaska, dan penduduk asli Hawaii meninggal saat menghadiri sekolah asrama India yang dikelola atau didukung oleh pemerintah AS.
Laporan tersebut mengidentifikasi lebih dari 400 sekolah dan lebih dari 50 kuburan seraya mengatakan lebih banyak kuburan kemungkinan akan ditemukan. Tak hanya itu, laporan sekaligus menandakan sedikit pencerahan baru tentang kekerasan fisik dan seksual yang dialami oleh generasi anak-anak Pribumi di sekolah-sekolah, yang dibuka selama lebih dari 150 tahun.
Dimulai pada awal 1800-an, NBC NEWS menuturkan pemerintah AS mencuri anak-anak asli Amerika dari komunitas mereka dan memaksa mereka untuk menghadiri sekolah asrama India, di mana mereka dilucuti dari bahasa dan tradisi mereka, diberi nama Inggris dan dilatih untuk melakukan latihan militer.
Laporan tersebut menemukan 408 sekolah di 37 negara bagian yang didirikan dari tahun 1801 hingga 1969 dan menerima dana atau bentuk dukungan lain dari pemerintah federal. Banyak lembaga keagamaan juga dibayar oleh pemerintah untuk setiap anak Pribumi yang mereka tempatkan di sistem asrama.
Parahnya, laporan tersebut menemukan bahwa pemerintah AS dengan sengaja "menargetkan" anak-anak Pribumi sebagai bagian dari upayanya untuk mengasimilasi mereka dan merampas tanah negara suku mereka, sebuah metode yang dikembangkan oleh Thomas Jefferson.

Sementara laporan itu mengakui era kekerasan yang dilakukan pada anak-anak penduduk asli Amerika, laporan itu tidak memastikan bahwa pemerintah akan mengambil langkah segera untuk mengatasi kehancuran yang ditinggalkan oleh kebijakannya.
Laporan tersebut mencatat bahwa pemerintah federal tidak pernah menyediakan forum bagi para penyintas atau keturunan mereka untuk secara sukarela merinci pengalaman mereka.
NBC News menuturkan laporan dan rilis berita mengenai kengerian tersebut juga tidak disertai dengan permintaan maaf dari pemerintah federal, yang telah diminta oleh para pemimpin suku selama beberapa dekade.
Sekretaris Dalam Negeri Deb Haaland menuturkan laporan itu adalah langkah pertama untuk memahami bantuan apa yang dibutuhkan para korban untuk mengatasi trauma itu, termasuk layanan kesehatan mental dan revitalisasi bahasa karena anak-anak dilecehkan dan dilarang berbicara bahasa ibu mereka di sekolah.
"Banyak anak seperti mereka tidak pernah kembali ke rumah mereka. Masing-masing dari anak-anak itu adalah anggota keluarga yang hilang, seseorang yang tidak dapat menjalani tujuan mereka di Bumi ini karena mereka kehilangan nyawa sebagai bagian dari sistem yang mengerikan ini," kata Haaland seperti dikutip dari NBC News.
McBride telah menemukan lebih dari 1.000 kematian siswa di empat bekas sekolah asrama yang dia pelajari dan memperkirakan jumlah keseluruhan kematian bisa mencapai 40.000.

Berdasarkan tinjauannya terhadap catatan sejarah, termasuk surat yang ditulis oleh siswa, orang tua, dan administrator, McBride menuturkan kematian itu adalah akibat dari segala hal mulai dari penyakit hingga pelecehan. Mengetahui jumlah korban tewas yang sebenarnya akan membutuhkan banyak waktu dan penelitian.
"Saya pikir perjalanan kita masih panjang," ujar McBride.


https://koran-jakarta.com/mengerikan...-ribu?page=all


Diubah oleh rm057 18-05-2022 01:30
0
684
15
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita Luar Negeri
Berita Luar Negeri
icon
78.7KThread10.3KAnggota
Tampilkan semua post
therminust
therminust
#11
Andai saja Native Amerika dibawah pemerintahan China

nasibnya sekarang bakal makmur kayak di Xinjiang, Tibet, Yunnan

ketiganya dapat privilage daerah otonomi, pemerintahan daerah adalah orang2 native lokal semua sangat kaya dengan budaya, arsitektur adat, baju adat, agama lokal bahkan tradisi shamanisme tetap lestari








rm057
rm057 memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.