Benny-K
TS
Benny-K
Tak Ada Perampok yang Selicin Slamet Gundul


Gambar illustrasi

Slamet Gundul dianggap sebagai legenda perampok di Pulau Jawa pada 1980-1990. Spesialis perampok nasabah bank ini licin bak belut.


Quote:


Saat itu jarang sekali Mabes Polri mengeluarkan perintah yang begitu keras untuk menangkap seorang buron. Bahkan perintah itu masih berlanjut dua tahun kemudian, ketika Irsan menjabat Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur pada 1989. Kisah perintah penangkapan Slamet Gundul hidup atau mati itu dituangkan di dalam buku Kriminologi Suatu Pengantar karya Nursarini Simatupang dan Faisal terbitan 2017.

Siapa Slamet Gundul? Pria kelahiran Malang, Jawa Timur, itu memiliki nama asli Supriadi. Namun namanya sering berubah-ubah. Kadang Slamet Santoso, lain waktu Samsul Gunawan. Tapi yang terkenal adalah Slamet Gundul. Ia memiliki ciri fisik pipi tembam, hidung yang lebar, dan tanpa lipatan kelopak mata. Wajahnya polos, tak sangar seperti kebanyakan bromocorah. Ia selalu tersenyum. 

Dia merupakan bos kawanan garong nasabah bank bersenjata api pada 1980-an hingga 1991. Setiap aksi yang dilakukannya selalu membuat geger di berbagai kota besar di Pulau Jawa. Menariknya, dari setiap aksi perampokan yang dilakukannya, tak satu pun korban dilukainya. Polisi begitu mati-matian mengejarnya. Tapi Slamet Gundul selalu berhasil lolos, licin bak belut.

Di kalangan teman-temannya, Slamet kerap disapa ‘Nyo’ atau ‘Gundul’, karena sering memotong rambutnya hingga kepalanya plontos. Ia mengawali perjalanan di dunia kriminalitas sejak usia remaja. Beberapa di antaranya dilakukan di wilayah Jakarta. Ia pernah ditahan satu bulan di Polres Jakarta Utara, delapan bulan di Polres Jakarta Selatan, dan empat bulan di Polda Metro Jaya.



Slamet Gundul di sel tahanan polisi pada 1991  -  Foto: Rini/Tempo

Keluar-masuk sel tahanan polisi tak membuat Slamet Gundul jera. Ia malah meningkatkan modus dan jenis kejahatannya, merampok. Dari catatan yang ada, ia sebelas kali membegal di Jakarta. Hal itu membuat polisi Polda Metro Jaya geram. Pada Januari 1987, polisi mengendus keberadaan Slamet Gundul di rumah kontrakan di kawasan Pondok Kopi, Jakarta Timur. Puluhan polisi mengepung rumah tersebut. Begitu pintu diketuk polisi, yang keluar hanya istrinya.

Slamet Gundul, yang menggenggam dua pistol revolver Colt kaliber 32 dan 38, melompati tembok setinggi 2 meter yang membatasi kamar mandi dengan dapur tetangga. Dua polisi yang sudah menunggu di rumah tetangga pun ia kelabui. Karena kalah cepat, polisi dan Slamet Gundul beradu tembak.

Slamet Gundul menembaki polisi dengan membabi buta dan berhasil meloloskan diri dari pagar betis polisi. Ia berhasil menyambar dan membawa Metromini yang tengah dicuci dan kabur. Tapi, tak lama, pada awal 1987 itu pula, Slamet Gundul bersama dua rekannya, Jarot dan Sahut, sempat tertangkap.

Ketiganya diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Hakim memvonis masing-masing tiga tahun penjara. Slamet, Jarot, dan Sahut dimasukkan ke mobil tahanan di parkiran halaman pengadilan. Saat itu, ketiganya berhasil mendorong petugas pengawal hingga terjatuh. Slamet dan Jarot berhasil kabur dengan menumpang sepeda motor. Sementara itu, Sahut bisa diringkus kembali.

Dalam pelariannya, Slamet dan Jarot pindah ke Kota Semarang, Jawa Tengah. Di kota itu, mereka tinggal di kawasan Barutikung, Semarang Utara, yang dikenal sebagai sarang preman. Ia memulai babak baru mengumpulkan semua temannya untuk meningkatkan aksi kejahatannya. Merampok bank, nasabah bank, dan sejumlah orang kaya di Jawa Tengah.


Sepanjang 1989, total hasil rampokannya mencapai Rp 159,5 juta atau setara dengan puluhan miliar bila dikurskan dengan nilai rupiah saat ini. Dari jumlah itu, di antaranya hasil merampok juragan tembakau di Kendal senilai Rp 23 juta, juragan ikan Rp 40 juta, menggondol uang milik Universitas Islam Sultan Agung (Unisula) Semarang Rp 34 juta, nasabah Bank BCA Peterongan senilai Rp 28,5 juta, dan Rp 34 juta dari karyawan PT Nyonya Meneer Semarang.

Slamet Gundul selalu bisa meloloskan diri dari sergapan polisi Polrestabes Semarang. Modusnya, ia selalu lari ke daerah permukiman padat penduduk sambil menebarkan uang hasil rampokannya ke jalan. Warga kampung yang turun ke jalan berebut uang, sehingga menghalangi polisi yang mengejarnya. Selicin-licin Slamet Gundul, ia sempat tertangkap juga.

Ia dan kawanannya disergap Tim Unit Sidik Sakti (USS) Satuan Resmob Polda Jawa Tengah. Slamet cs, yang akan beroperasi di kawasan Klaten, disergap di SPBU Pandansimping, Klaten. Saat itu terjadi kontak tembak sekitar 15 menit. Ia bersama tiga rekannya. Jarot mati dihujani lima butir timah panas, sedangkan Subagio dan Sugeng tertangkap dengan luka tembak.

Slamet Gundul, yang mengalami luka tembak di bahu, berhasil melarikan diri dengan menumpang sepeda motor. Dikejar di Jawa Tengah, Slamet Gundul kembali lari ke Jakarta. Di kota metropolitan, Slamet malah melakukan operasi lagi dengan membegal karyawan CV Bambu Gading, yang sedang membawa gaji karyawan Rp 10 juta, di Kampung Bali, Jakarta Pusat.

Kejadian itu disaksikan langsung dua anggota kepolisian yang mencoba menangkap Slamet dkk. Dua perampok kawanan Slamet tewas ditembak. Sementara itu, seorang polisi bernama Letnan Dua Soewito tewas tertembak peluru di bagian bawah matanya. Slamet kembali melarikan diri untuk bersembunyi di kota kelahirannya, Malang, Jawa Timur.



Slamet Gundul dikawal polisi di Polwiltabes Surabaya, Jawa Timur, 1991  -  Foto: Kelik M Nugroho/Tempo

Setelah malang melintang selama delapan tahun di dunia kejahatan, Slamet Gundul tercatat sudah 55 kali melakukan perampokan. Terakhir, Slamet terendus keberadaannya di Surabaya pada 1991. Mulanya, polisi menangkap tujuh orang terduga perampok bersenjata api di Pasar Turi. Salah satunya bernama Supriadi, tapi dilepas karena tidak ada bukti.

Ternyata, di kemudian hari, polisi baru sadar Supriadi yang sebelumnya ditangkap dan dilepas adalah Slamet Gundul. Jajaran polisi Polrestabes Surabaya pun membentuk tim khusus untuk mengejar Slamet Gundul di Putat Jaya, Surabaya, tapi lolos. Ia memang selalu berpindah-pindah selama tinggal di Surabaya.

Tim Resmob Polrestabes Surabaya dipimpin Kapten Oerip Sugianto melakukan pengintaian selama satu minggu di kawasan Moroktembangan. Baru pada 16 Juni 1991, sekitar 30 polisi melakukan pengintaian dan penyamaran di sepanjang Jalan Rajawali, Jalan Gresik, Jalan Krembangan Bhakti, dan di sekitar Pasar PPI Surabaya. Akhirnya, setelah lebih dari satu jam, Slamet Gundul muncul, turun dari angkutan umum. Ia disergap dan ditangkap tanpa perlawanan.

Slamet Gundul diperiksa di tiga wilayah kepolisian berbeda: Surabaya, Semarang, dan Jakarta. Ia dibawa ke Jakarta dengan pesawat Cessna dengan penjagaan ketat. Setelah disidik, kasusnya disidangkan di Jakarta. Ia akhirnya mendekam di LP Cipinang, Jakarta Timur, pada akhir 1991.

Quote:




sumber

Diubah oleh Benny-K 04-03-2022 09:35
garpupatahemineminnago.gone
go.gone dan 23 lainnya memberi reputasi
24
11.6K
86
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.2KAnggota
Tampilkan semua post
guatelitenan
guatelitenan
#41
Jaman dulu serba manual gan, cctv sama handphone gak seumum sekarang, intel bener2 kerja keras nyari orang dilapangan.
Jaman sekarang nyari orang cuma modal no hp orangnya aja udah bisa ketemu emoticon-army
Btw 159juta 1989 cuma 2 miliaran dijaman sekarang, bukan puluhan miliar gan emoticon-army
kakekane.cell
kakekane.cell memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.