- Beranda
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
...
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 28-05-2022 17:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
159.9K
Kutip
916
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.4KThread•41.4KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#800
Chapter 2.28
Spoiler for Tangis:
Di dalam hutan yang terletak di kaki gunung yang dikenal angker oleh para pendaki. Tampak sesosok lelaki bertubuh tegap dengan tas ransel besar di punggungnya beserta seorang anak kecil yang melangkah pelan mengekor di belakangnya.
Tiba-tiba sang anak menghentikan langkahnya seraya menatap kearah sisi kanan hutan yang lebat dengan pepohonan nan rindang.
"Ayah … ada yang mengawasi kita," seru sang anak kecil tersebut sembari menarik-narik jaket sang ayah didepannya.
Sang ayah sontak berhenti melangkah sembari menatap sisi hutan yang ditunjukkan sang anak kepadanya, "oh … mereka yang disebut jin jenis peri Surya," jawab sang ayah setengah berbisik.
"Oh jadi mereka yang disebut dengan peri!!" Pekik takjub Surya kecil dengan suara yang pelan kepada sang ayah.
"Iya, jika kamu perhatikan selendang yang melilit tubuh mereka adalah bukti bahwa mereka adalah sosok peri, semakin banyak selendang yang melingkari tubuhnya semakin tinggi kasta mereka di dalam kerajaan jin," seru Bagas kepada Surya kecil kala itu.
"Lalu kenapa mereka terlihat berjaga-jaga dengan kehadiran kita ayah?" Tanya Surya kecil kepada sang ayah.
"Kita sedang berada di perbatasan wilayah mereka tapi tenang saja mereka tidak akan menyerang kecuali kita melanggar batas wilayah mereka," jelas sang ayah.
"Oh begitu … apakah tempat yang kita tuju masih jauh ayah?" Tanya Surya kecil.
"Sebentar lagi kita akan tiba, ayo di percepat langkahnya," jawab sang ayah sembari melanjutkan langkah demi langkahnya, tidak sampai setengah jam kedua insan manusia itu sampai di sebuah curug yang dihiasi tiga mata air kecil dan di tengah Curug tersebut terdapat sebuah goa kecil yang terselimuti oleh lumut hijau.
"Kita sudah sampai," seru sang ayah. Surya kecil yang berada di belakangnya sontak melewati sang ayah seraya menatap goa kecil tersebut.
"Jadi disitu letak markas mereka berada?" Tanya Surya sembari menjulurkan telunjuknya kearah goa tersebut.
"Iya…" seru sang ayah pelan, ia melangkah kearah Surya kecil seraya bersimpuh didepannya, "Surya … ayah khawatir sama kamu, mereka itu bukan mahluk yang harus kamu hadapi di umur kamu sekarang ini, paling tidak izinkan ayah menemani kamu kesana, ayah berjanji ayah enggak akan ganggu kamu kok, ok?!" jelas sang ayah lirih.
Surya kecil menatap wajah sang ayah sembari menangkup pipi sang ayah pelan, "enggak bisa ayah … jika ayah ikut hanya akan memperlambat Surya, lagian semua akan baik-baik saja dengan adanya pengelihatan ini, hanya cara ini yang bisa membuat Surya lebih kuat, ayah percaya Surya kan?!," seru Surya kecil.
Sang ayah hanya bisa menunduk lesu sembari perlahan berdiri, "iya ayah percaya, tapi … argh!! baiklah … tiga hari … lebih dari itu ayah akan masuk kedalam sana dan menjemput kamu," jelas sang ayah kepada Surya kecil.
Surya mengangguk sembari tersenyum penuh kemenangan dan segera berlari kearah goa kecil tersebut dengan tas ransel berwarna pink bergambar Teddy bear yang ia bawa sedari tadi dan menghilang seakan tertelan kedalam goa kecil tersebut.
-DHUAAAR-
-DHUAAAR-
-DHUAAAR-
Bagas dengan Atmaraga macan kumbang hitam legam miliknya melompat kekanan dan kekiri berusaha menghindari bola-bola api raksasa yang dilontarkan Ifrit kepadanya.
"ARGHH..!! LICIN SEPERTI BELUT, KEMARI DAN HADAPI AKU SECARA JANTAN!! DASAR PENGECUT!!" Teriak Ifrit disela-sela serangannya yang tanpa henti tertuju kepada Bagas.
Sementara disatu sisi Naura masih berada didalam kubah tirai pelindung bersama Citra sang Atma miliknya.
"Tuan putri harus seberapa dekat lagi kita melangkah?" Tanya Citra sembari masih menjaga pertahanan kubah pelindung.
"Sedekat mungkin kearah tubuh Surya dan Senja, aku mohon bertahanlah Citra," seru Naura dengan perlahan melangkah kedepan kearah raga Surya dan Senja yang saat ini hilang kesadarannya.
Menyadari ada yang janggal Ifrit segera menoleh kebelakang dan mendapati Naura yang semakin mendekat kearahnya, "GYAHAHAHAHA!! KALIAN KIRA BISA MENDEKATI KU SEMUDAH ITU!! RASAKAN INI!!"
Dalam satu tarikan nafas Ifrit menghembuskan semburan api panas kearah tirai pelindung Naura.
-BLaaaaaaarrr-
"Kyaaaa!!" Pekik Naura sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, dengan perlahan Naura membuka matanya dan mendapati api yang disemburkan iblis Ifrit tidak mampu menembus kubah pelindung yang tengah dirapalkan oleh Citra. Dengan sekuat tenaga Citra menahan serangan Ifrit yang tertuju kepada dirinya.
-tap-
-tap-
-tap-
Bagas melangkah cepat kearah belakang tubuh Ifrit dan sekejap melompat tinggi kearah punggung dari iblis tersebut.
-CRaaat-
"AAAARGGGGHHH!! BEDEBAH!!" dua bilah belati hitam menancap di punggung membuat iblis itu meringis kesakitan.
"SEKARANG NAURA!!" Teriak Bagas sembari menghindari jemari tangan Ifrit yang berusaha menggapainya.
Naura mengangguk mengerti dan dengan sigap Naura berlari kencang kearah raga Surya dan Senja yang sedang bersimpuh di bawah naungan iblis Ifrit. Tujuh selendang warna warni milik Citra segera melilit Naura untuk melindungi dari panasnya api Ifrit yang berpendar kesembarang arah. Dengan langkah pasti Naura berlari dan segera mengeluarkan sebuah kotak kayu yang masih terlilit kain lusuh dari balik tas miliknya, dengan mengambil ancang-ancang Naura merentangkan tangannya kebelakang dan dalam satu tarikan ia melempar kotak kayu tersebut kearah Ifrit.
-Swooosh-
(Lima belas menit yang lalu)
Om punya rencana, tapi ini tidak akan mudah apa kamu siap?" Tanya Bagas untuk memastikan tekad Naura.
Sembari menganggukkan kepala Naura berucap, "siap om!!"
"Ketika kita masuk kedalam, pastikan kamu dan Atma milik kamu terus melangkah kearah tubuh Surya, sedangkan om akan berusaha mengalihkan perhatian dari Ifrit," jelas Bagas kepada Naura kala itu.
"Lalu setelah saya sudah mendekat apa yang harus saya lakukan om?" Tanya Naura selidik.
Tangan Bagas menggapai kedalam jaket tebal miliknya dan merogoh sesuatu dari dalam sana, sebuah kotak kayu yang terlilit kain lusuh sudah berada di tangan Bagas, Bagas menatap wajah Naura lekat seraya berucap "lempar ini kearah Ifrit, setelah itu segera gapai tubuh Surya dan kamu harus masuk kedalam ruang jiwa Surya dan apapun yang terjadi kamu harus membuat jiwa Surya sadar kembali, karena hanya dia yang dapat mengikat Ifrit kedalam keadaan semula."
"I-ini kan!?"
"Iya … ini damastra melik, kamu harus hati-hati dalam memegangnya dan perlu kamu ingat jangan sampai kamu menyentuh langsung kayu dari kotak ini, kamu mengerti?!" Jelas Bagas dengan nada serius.
"Ba-baik om," seru Naura sembari mengangguk-angguk mengerti.
-Swooooosh-
Waktu seakan melambat tatkala kotak kayu yang dilempar Naura melesat lurus kearah tubuh Ifrit, api yang berpendar panas dari mulut iblis tersebut mulai membakar kain pembungkus yang menyelimuti damastra melik hingga kotak kayu tersebut terus melesat menyentuh dan jatuh tepat di dada sang iblis tersebut.
-Kraaat-
-Kraaaaak-
-KraaaaaAAK!!-
Retakan seketika tercipta dari permukaan kotak kayu tersebut dan tanpa peringatan sebuah lubang hampa seukuran kepalan tangan menghisap api disekitar tubuh Ifrit dan memecah aliran energi miliknya.
"ARRRRGGGHHHH!! BENDA APA LAGI INI!! TERKUTUK KALIAN MANUSIA!!!" Teriak Ifrit dengan jengkelnya ketika setengah energi dari tubuhnya terhisap kedalam damastra melik.
Tidak menggubris apa yang sedang terjadi diatas tubuhnya Naura segera menatap wajah Surya dan menggenggam wajah tersebut dengan lembut dan perlahan menempelkan keningnya dengan kening Surya, "Surya bangunlah … aku mohon," gumam Naura sembari menutup matanya.
(Didalam ruang jiwa)
Sekejap Naura membuka mata dan menyadari ia sudah berada didalam ruang jiwa milik Surya, didepan gadis berhijab itu terpampang sebuah benda hitam mirip kepompong yang terikat dengan energi hitam yang amat pekat disisi-sisi ruang jiwa.
"SURYAAA!!" pekik Naura dari luar kepompong hitam itu.
-Bugh-
-Bugh-
-Bugh-
Menyadari Surya yang berada didalam kepompong tersebut Naura segera memusatkan energi sukma kearah telapak tangan kanannya dan seketika api berwarna merah muda memijar selayaknya pedang panjang.
-Traaaaaasss-
Dengan sekali ayunan Naura menebas kulit dari kepompong hitam tersebut namun kulit dari kepompong hitam tersebut tidak tergores sedikitpun.
"Ti-tidak mungkin," gumam Naura lemah.
Naura berusaha mengayunkan kembali cambuk api miliknya namun hasilnya tetap sama, kulit dari kepompong hitam itu tidak tergores sedikitpun.
"Mundur."
Disaat Naura sudah terengah-engah sebuah telepati terkirim langsung kedalam sanubarinya, Naura pun mengikuti arahan dari telepati tersebut dan perlahan memundurkan tubuhnya menjauh dari kepompong tersebut.
-Kraaack-
Sebuah retakan tercipta dengan cahaya putih yang menyilaukan mata.
-DHUUUUAARR-
Kepompong hitam tersebut meledak dan terbelah menjadi dua dan dari balik kepulan asap pekat tersebut muncul Surya sembari menggendong Zil berukuran kecil di lipatan lengan tangannya.
"Surya kamu baik-baik saja?!" Tanya Naura khawatir dengan keadaan pemuda di depannya tersebut.
Dengan tatapan dingin Surya melangkah kearah Naura dan perlahan memberikan Zil kepada Naura sembari berucap, "tolong jaga Zil sebentar."
Dan tanpa berlama-lama Surya melangkah lurus kearah sebuah pintu perbatasan ruang jiwa miliknya dengan Surya.
Surya mendekat dan mendapati jilatan api yang berkobar-kobar dari balik pintu tersebut.
Dengan perlahan Surya bergumam pelan, "aku berlindung kepada Tuhan dari godaan setan yang terkutuk dan dengan menyebut nama Tuhan yang maha pemurah lagi maha penyayang."
Surya mulai masuk dan sekejap sebuah tirai putih menyelimuti tubuh Surya dan melindunginya dari kobaran api tersebut, Surya melangkah kedepan dan semakin dalam, ia mendapati Senja yang sedang berada di genggaman Ifrit dengan sebuah cahaya putih yang menyelimuti tubuhnya.
Tanpa berkata-kata Surya merentangkan kedua tangannya keatas dan seketika ruang jiwa Senja tertutupi kepulan awan hitam, awan hitam tersebut membentuk empat kepala naga yang saling berputar mengelilingi tubuh Ifrit dan Senja.
"TIDAAAAAAK!! KAU CURANG BOCAH SIAL!! HENTIKAN!! AKU INGIN BEBAS!!! SEDIKIIT LAGI!! AAAAAAAAAARRRGGGGHHHH!!!"
"Ikatan gerhana atma!!" Seru Surya dan sekejap awan-awan hitam itu segera menerjang tubuh Ifrit dan langsung menyelimuti tubuh iblis tersebut. Api yang tadi membakar ruang jiwa Senja langsung terhisap masuk kedalam tubuh Ifrit.
-Bruk-
Tubuh Senja terjatuh kebawah bersamaan dengan cahaya putih yang menyelimuti tubuhnya.
Sembari menggendong Zil kecil Naura perlahan masuk kedalam bagian ruang jiwa Senja dan segera berlari kearah Surya berada.
"A-apa yang terjadi? Surya apakah Senja baik-baik saja? Jawab aku Surya!!" Seru Naura gusar dengan perilaku Surya yang sedari tadi tidak menggubris dirinya.
Surya melangkah kedepan dan mulai bersimpuh didepan Senja yang saat itu terbaring lemah, cahaya putih tersebut mulai bergerak perlahan dan membentuk sebuah siluet sesosok wanita. Sosok wanita berpakaian serba putih itu mengangkat kepala Senja dan perlahan menaruh di pangkuannya, tangannya dengan lembut mengelus-elus pucuk kepala Senja dan sesekali mencium kening Senja dengan perlahan-lahan.
-tes-
-tes-
-tes-
"Hiks … hmfh … hiks."
Sekeras apapun Surya berusaha menahannya, bulir air mata tak kuasa berjatuhan dari pipi Surya dikala ia menatap sosok wanita tersebut.
Sosok wanita itu merentangkan tangan kanannya kedepan dan mulai mengelus lembut pipi Surya dan tersenyum tatkala ia menatap manik mata pemuda tersebut.
"Hiks … ibu … akhirnya … hiks … HUAaaaaa!!," Seru Surya dengan tangis yang pada akhirnya pecah didepan sosok wanita tersebut.
Sosok wanita itu hanya tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, ia perlahan mencium kening Surya dengan lembut dan membisik sesuatu kearah telinga Surya dan seketika sosok wanita bercahaya putih itu perlahan membias menjadi ribuan titik-titik cahaya putih selayaknya kunang-kunang di malam hari.
Dengan tatapan berkaca-kaca Naura yang melihat kejadian itu semua hanya bisa terdiam sembari menutup mulutnya seakan tak percaya dengan apa yang barusan ia saksikan.
Surya mulai menyeka jejak air mata di pipinya, "Itu semua adalah residual energi ibu aku Naura, itu adalah energi terakhir yang ditinggalkan mendiang ibu untuk melindungi anaknya jika Ifrit mulai mengambil alih tubuh kami, itu adalah … cinta seorang ibu," jelas Surya sembari mulai berdiri.
"Dan aku harap, apa yang barusan kamu lihat tidak kamu beri tahu kepada ayah aku diluar sana, kamu mengerti kan Naura?" Seru Surya sembari menatap manik mata jiwa Naura.
Naura yang masih menutup mulutnya hanya mengangguk mengerti sembari masih menggendong Zil yang terlihat tertidur lelap. Surya segera mengambil Zil dari genggaman Naura dan selanjutnya bersua, " dan sekarang … kamu keluar dari sini," jelas Surya singkat dan padat.
"T-tapi Senja?!"
Surya merentangkan kepalan tangannya kearah kening Naura dan mulai menyentilnya.
-Tak-
"Awww," pekik kecil Naura kesakitan, dan disaat ia membuka mata ia sudah kembali ketubuhnya dan menyadari bahwa wajahnya dan wajah pemuda di depannya hanya berjarak lima sentimeter.
Mereka terdiam merasakan desal nafas yang tertukar dan disaat kedua manik mata mereka saling memandang, Surya tersenyum tipis namun yang selanjutnya terjadi diluar dugaan hati.
"KyAAAA!!!" pekik Naura.
-PLaaK-
Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Surya.
"AAAWWWW!! Apa-apaan ini Ra?!" Gerutu Surya yang tanpa peringatan dihadiahi sebuah tamparan dari gadis didepannya. Naura segera melompat kebelakang sembari menutup wajahnya yang tengah merah padam.
-tap-
-tap-
-tap-
Gerak langkah kaki cepat terdengar di belakang Surya, Bagas segera meraih tubuh Surya yang kala itu tengah bersimpuh sembari memeluknya erat.
"Udah ayah, Senja baik-baik saja kok, ayah enggak perlu khawatir," seru Surya sembari menepuk-nepuk punggung sang ayah.
Bagas melonggarkan pelukannya sembari menatap lega kearah wajah Surya, "syukurlah … syukurlah kalau kamu dan Senja baik-baik saja, ayah hanya trauma kejadian waktu kamu kecil terulang kembali," serunya kepada Surya.
"Iya … Surya juga mau minta maaf sama ayah sudah buat ayah khawatir lagi, Surya janji ini yang terakhir," jelas Surya dengan tatapan kosong.
Bagas menatap kembali Surya dengan tatapan serius seraya bertanya, "Apa yang terjadi?! Kenapa kamu bisa lengah dan membuat iblis itu mengambil alih tubuh kamu!!"
Surya menatap Bagas lekat sembari perlahan berucap, "ini salah Surya sudah percaya sama Senja."
#bersambung
Tiba-tiba sang anak menghentikan langkahnya seraya menatap kearah sisi kanan hutan yang lebat dengan pepohonan nan rindang.
"Ayah … ada yang mengawasi kita," seru sang anak kecil tersebut sembari menarik-narik jaket sang ayah didepannya.
Sang ayah sontak berhenti melangkah sembari menatap sisi hutan yang ditunjukkan sang anak kepadanya, "oh … mereka yang disebut jin jenis peri Surya," jawab sang ayah setengah berbisik.
"Oh jadi mereka yang disebut dengan peri!!" Pekik takjub Surya kecil dengan suara yang pelan kepada sang ayah.
"Iya, jika kamu perhatikan selendang yang melilit tubuh mereka adalah bukti bahwa mereka adalah sosok peri, semakin banyak selendang yang melingkari tubuhnya semakin tinggi kasta mereka di dalam kerajaan jin," seru Bagas kepada Surya kecil kala itu.
"Lalu kenapa mereka terlihat berjaga-jaga dengan kehadiran kita ayah?" Tanya Surya kecil kepada sang ayah.
"Kita sedang berada di perbatasan wilayah mereka tapi tenang saja mereka tidak akan menyerang kecuali kita melanggar batas wilayah mereka," jelas sang ayah.
"Oh begitu … apakah tempat yang kita tuju masih jauh ayah?" Tanya Surya kecil.
"Sebentar lagi kita akan tiba, ayo di percepat langkahnya," jawab sang ayah sembari melanjutkan langkah demi langkahnya, tidak sampai setengah jam kedua insan manusia itu sampai di sebuah curug yang dihiasi tiga mata air kecil dan di tengah Curug tersebut terdapat sebuah goa kecil yang terselimuti oleh lumut hijau.
"Kita sudah sampai," seru sang ayah. Surya kecil yang berada di belakangnya sontak melewati sang ayah seraya menatap goa kecil tersebut.
"Jadi disitu letak markas mereka berada?" Tanya Surya sembari menjulurkan telunjuknya kearah goa tersebut.
"Iya…" seru sang ayah pelan, ia melangkah kearah Surya kecil seraya bersimpuh didepannya, "Surya … ayah khawatir sama kamu, mereka itu bukan mahluk yang harus kamu hadapi di umur kamu sekarang ini, paling tidak izinkan ayah menemani kamu kesana, ayah berjanji ayah enggak akan ganggu kamu kok, ok?!" jelas sang ayah lirih.
Surya kecil menatap wajah sang ayah sembari menangkup pipi sang ayah pelan, "enggak bisa ayah … jika ayah ikut hanya akan memperlambat Surya, lagian semua akan baik-baik saja dengan adanya pengelihatan ini, hanya cara ini yang bisa membuat Surya lebih kuat, ayah percaya Surya kan?!," seru Surya kecil.
Sang ayah hanya bisa menunduk lesu sembari perlahan berdiri, "iya ayah percaya, tapi … argh!! baiklah … tiga hari … lebih dari itu ayah akan masuk kedalam sana dan menjemput kamu," jelas sang ayah kepada Surya kecil.
Surya mengangguk sembari tersenyum penuh kemenangan dan segera berlari kearah goa kecil tersebut dengan tas ransel berwarna pink bergambar Teddy bear yang ia bawa sedari tadi dan menghilang seakan tertelan kedalam goa kecil tersebut.
-DHUAAAR-
-DHUAAAR-
-DHUAAAR-
Bagas dengan Atmaraga macan kumbang hitam legam miliknya melompat kekanan dan kekiri berusaha menghindari bola-bola api raksasa yang dilontarkan Ifrit kepadanya.
"ARGHH..!! LICIN SEPERTI BELUT, KEMARI DAN HADAPI AKU SECARA JANTAN!! DASAR PENGECUT!!" Teriak Ifrit disela-sela serangannya yang tanpa henti tertuju kepada Bagas.
Sementara disatu sisi Naura masih berada didalam kubah tirai pelindung bersama Citra sang Atma miliknya.
"Tuan putri harus seberapa dekat lagi kita melangkah?" Tanya Citra sembari masih menjaga pertahanan kubah pelindung.
"Sedekat mungkin kearah tubuh Surya dan Senja, aku mohon bertahanlah Citra," seru Naura dengan perlahan melangkah kedepan kearah raga Surya dan Senja yang saat ini hilang kesadarannya.
Menyadari ada yang janggal Ifrit segera menoleh kebelakang dan mendapati Naura yang semakin mendekat kearahnya, "GYAHAHAHAHA!! KALIAN KIRA BISA MENDEKATI KU SEMUDAH ITU!! RASAKAN INI!!"
Dalam satu tarikan nafas Ifrit menghembuskan semburan api panas kearah tirai pelindung Naura.
-BLaaaaaaarrr-
"Kyaaaa!!" Pekik Naura sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, dengan perlahan Naura membuka matanya dan mendapati api yang disemburkan iblis Ifrit tidak mampu menembus kubah pelindung yang tengah dirapalkan oleh Citra. Dengan sekuat tenaga Citra menahan serangan Ifrit yang tertuju kepada dirinya.
-tap-
-tap-
-tap-
Bagas melangkah cepat kearah belakang tubuh Ifrit dan sekejap melompat tinggi kearah punggung dari iblis tersebut.
-CRaaat-
"AAAARGGGGHHH!! BEDEBAH!!" dua bilah belati hitam menancap di punggung membuat iblis itu meringis kesakitan.
"SEKARANG NAURA!!" Teriak Bagas sembari menghindari jemari tangan Ifrit yang berusaha menggapainya.
Naura mengangguk mengerti dan dengan sigap Naura berlari kencang kearah raga Surya dan Senja yang sedang bersimpuh di bawah naungan iblis Ifrit. Tujuh selendang warna warni milik Citra segera melilit Naura untuk melindungi dari panasnya api Ifrit yang berpendar kesembarang arah. Dengan langkah pasti Naura berlari dan segera mengeluarkan sebuah kotak kayu yang masih terlilit kain lusuh dari balik tas miliknya, dengan mengambil ancang-ancang Naura merentangkan tangannya kebelakang dan dalam satu tarikan ia melempar kotak kayu tersebut kearah Ifrit.
-Swooosh-
(Lima belas menit yang lalu)
Om punya rencana, tapi ini tidak akan mudah apa kamu siap?" Tanya Bagas untuk memastikan tekad Naura.
Sembari menganggukkan kepala Naura berucap, "siap om!!"
"Ketika kita masuk kedalam, pastikan kamu dan Atma milik kamu terus melangkah kearah tubuh Surya, sedangkan om akan berusaha mengalihkan perhatian dari Ifrit," jelas Bagas kepada Naura kala itu.
"Lalu setelah saya sudah mendekat apa yang harus saya lakukan om?" Tanya Naura selidik.
Tangan Bagas menggapai kedalam jaket tebal miliknya dan merogoh sesuatu dari dalam sana, sebuah kotak kayu yang terlilit kain lusuh sudah berada di tangan Bagas, Bagas menatap wajah Naura lekat seraya berucap "lempar ini kearah Ifrit, setelah itu segera gapai tubuh Surya dan kamu harus masuk kedalam ruang jiwa Surya dan apapun yang terjadi kamu harus membuat jiwa Surya sadar kembali, karena hanya dia yang dapat mengikat Ifrit kedalam keadaan semula."
"I-ini kan!?"
"Iya … ini damastra melik, kamu harus hati-hati dalam memegangnya dan perlu kamu ingat jangan sampai kamu menyentuh langsung kayu dari kotak ini, kamu mengerti?!" Jelas Bagas dengan nada serius.
"Ba-baik om," seru Naura sembari mengangguk-angguk mengerti.
-Swooooosh-
Waktu seakan melambat tatkala kotak kayu yang dilempar Naura melesat lurus kearah tubuh Ifrit, api yang berpendar panas dari mulut iblis tersebut mulai membakar kain pembungkus yang menyelimuti damastra melik hingga kotak kayu tersebut terus melesat menyentuh dan jatuh tepat di dada sang iblis tersebut.
-Kraaat-
-Kraaaaak-
-KraaaaaAAK!!-
Retakan seketika tercipta dari permukaan kotak kayu tersebut dan tanpa peringatan sebuah lubang hampa seukuran kepalan tangan menghisap api disekitar tubuh Ifrit dan memecah aliran energi miliknya.
"ARRRRGGGHHHH!! BENDA APA LAGI INI!! TERKUTUK KALIAN MANUSIA!!!" Teriak Ifrit dengan jengkelnya ketika setengah energi dari tubuhnya terhisap kedalam damastra melik.
Tidak menggubris apa yang sedang terjadi diatas tubuhnya Naura segera menatap wajah Surya dan menggenggam wajah tersebut dengan lembut dan perlahan menempelkan keningnya dengan kening Surya, "Surya bangunlah … aku mohon," gumam Naura sembari menutup matanya.
(Didalam ruang jiwa)
Sekejap Naura membuka mata dan menyadari ia sudah berada didalam ruang jiwa milik Surya, didepan gadis berhijab itu terpampang sebuah benda hitam mirip kepompong yang terikat dengan energi hitam yang amat pekat disisi-sisi ruang jiwa.
"SURYAAA!!" pekik Naura dari luar kepompong hitam itu.
-Bugh-
-Bugh-
-Bugh-
Menyadari Surya yang berada didalam kepompong tersebut Naura segera memusatkan energi sukma kearah telapak tangan kanannya dan seketika api berwarna merah muda memijar selayaknya pedang panjang.
-Traaaaaasss-
Dengan sekali ayunan Naura menebas kulit dari kepompong hitam tersebut namun kulit dari kepompong hitam tersebut tidak tergores sedikitpun.
"Ti-tidak mungkin," gumam Naura lemah.
Naura berusaha mengayunkan kembali cambuk api miliknya namun hasilnya tetap sama, kulit dari kepompong hitam itu tidak tergores sedikitpun.
"Mundur."
Disaat Naura sudah terengah-engah sebuah telepati terkirim langsung kedalam sanubarinya, Naura pun mengikuti arahan dari telepati tersebut dan perlahan memundurkan tubuhnya menjauh dari kepompong tersebut.
-Kraaack-
Sebuah retakan tercipta dengan cahaya putih yang menyilaukan mata.
-DHUUUUAARR-
Kepompong hitam tersebut meledak dan terbelah menjadi dua dan dari balik kepulan asap pekat tersebut muncul Surya sembari menggendong Zil berukuran kecil di lipatan lengan tangannya.
"Surya kamu baik-baik saja?!" Tanya Naura khawatir dengan keadaan pemuda di depannya tersebut.
Dengan tatapan dingin Surya melangkah kearah Naura dan perlahan memberikan Zil kepada Naura sembari berucap, "tolong jaga Zil sebentar."
Dan tanpa berlama-lama Surya melangkah lurus kearah sebuah pintu perbatasan ruang jiwa miliknya dengan Surya.
Surya mendekat dan mendapati jilatan api yang berkobar-kobar dari balik pintu tersebut.
Dengan perlahan Surya bergumam pelan, "aku berlindung kepada Tuhan dari godaan setan yang terkutuk dan dengan menyebut nama Tuhan yang maha pemurah lagi maha penyayang."
Surya mulai masuk dan sekejap sebuah tirai putih menyelimuti tubuh Surya dan melindunginya dari kobaran api tersebut, Surya melangkah kedepan dan semakin dalam, ia mendapati Senja yang sedang berada di genggaman Ifrit dengan sebuah cahaya putih yang menyelimuti tubuhnya.
Tanpa berkata-kata Surya merentangkan kedua tangannya keatas dan seketika ruang jiwa Senja tertutupi kepulan awan hitam, awan hitam tersebut membentuk empat kepala naga yang saling berputar mengelilingi tubuh Ifrit dan Senja.
"TIDAAAAAAK!! KAU CURANG BOCAH SIAL!! HENTIKAN!! AKU INGIN BEBAS!!! SEDIKIIT LAGI!! AAAAAAAAAARRRGGGGHHHH!!!"
"Ikatan gerhana atma!!" Seru Surya dan sekejap awan-awan hitam itu segera menerjang tubuh Ifrit dan langsung menyelimuti tubuh iblis tersebut. Api yang tadi membakar ruang jiwa Senja langsung terhisap masuk kedalam tubuh Ifrit.
-Bruk-
Tubuh Senja terjatuh kebawah bersamaan dengan cahaya putih yang menyelimuti tubuhnya.
Sembari menggendong Zil kecil Naura perlahan masuk kedalam bagian ruang jiwa Senja dan segera berlari kearah Surya berada.
"A-apa yang terjadi? Surya apakah Senja baik-baik saja? Jawab aku Surya!!" Seru Naura gusar dengan perilaku Surya yang sedari tadi tidak menggubris dirinya.
Surya melangkah kedepan dan mulai bersimpuh didepan Senja yang saat itu terbaring lemah, cahaya putih tersebut mulai bergerak perlahan dan membentuk sebuah siluet sesosok wanita. Sosok wanita berpakaian serba putih itu mengangkat kepala Senja dan perlahan menaruh di pangkuannya, tangannya dengan lembut mengelus-elus pucuk kepala Senja dan sesekali mencium kening Senja dengan perlahan-lahan.
-tes-
-tes-
-tes-
"Hiks … hmfh … hiks."
Sekeras apapun Surya berusaha menahannya, bulir air mata tak kuasa berjatuhan dari pipi Surya dikala ia menatap sosok wanita tersebut.
Sosok wanita itu merentangkan tangan kanannya kedepan dan mulai mengelus lembut pipi Surya dan tersenyum tatkala ia menatap manik mata pemuda tersebut.
"Hiks … ibu … akhirnya … hiks … HUAaaaaa!!," Seru Surya dengan tangis yang pada akhirnya pecah didepan sosok wanita tersebut.
Sosok wanita itu hanya tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, ia perlahan mencium kening Surya dengan lembut dan membisik sesuatu kearah telinga Surya dan seketika sosok wanita bercahaya putih itu perlahan membias menjadi ribuan titik-titik cahaya putih selayaknya kunang-kunang di malam hari.
Dengan tatapan berkaca-kaca Naura yang melihat kejadian itu semua hanya bisa terdiam sembari menutup mulutnya seakan tak percaya dengan apa yang barusan ia saksikan.
Surya mulai menyeka jejak air mata di pipinya, "Itu semua adalah residual energi ibu aku Naura, itu adalah energi terakhir yang ditinggalkan mendiang ibu untuk melindungi anaknya jika Ifrit mulai mengambil alih tubuh kami, itu adalah … cinta seorang ibu," jelas Surya sembari mulai berdiri.
"Dan aku harap, apa yang barusan kamu lihat tidak kamu beri tahu kepada ayah aku diluar sana, kamu mengerti kan Naura?" Seru Surya sembari menatap manik mata jiwa Naura.
Naura yang masih menutup mulutnya hanya mengangguk mengerti sembari masih menggendong Zil yang terlihat tertidur lelap. Surya segera mengambil Zil dari genggaman Naura dan selanjutnya bersua, " dan sekarang … kamu keluar dari sini," jelas Surya singkat dan padat.
"T-tapi Senja?!"
Surya merentangkan kepalan tangannya kearah kening Naura dan mulai menyentilnya.
-Tak-
"Awww," pekik kecil Naura kesakitan, dan disaat ia membuka mata ia sudah kembali ketubuhnya dan menyadari bahwa wajahnya dan wajah pemuda di depannya hanya berjarak lima sentimeter.
Mereka terdiam merasakan desal nafas yang tertukar dan disaat kedua manik mata mereka saling memandang, Surya tersenyum tipis namun yang selanjutnya terjadi diluar dugaan hati.
"KyAAAA!!!" pekik Naura.
-PLaaK-
Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Surya.
"AAAWWWW!! Apa-apaan ini Ra?!" Gerutu Surya yang tanpa peringatan dihadiahi sebuah tamparan dari gadis didepannya. Naura segera melompat kebelakang sembari menutup wajahnya yang tengah merah padam.
-tap-
-tap-
-tap-
Gerak langkah kaki cepat terdengar di belakang Surya, Bagas segera meraih tubuh Surya yang kala itu tengah bersimpuh sembari memeluknya erat.
"Udah ayah, Senja baik-baik saja kok, ayah enggak perlu khawatir," seru Surya sembari menepuk-nepuk punggung sang ayah.
Bagas melonggarkan pelukannya sembari menatap lega kearah wajah Surya, "syukurlah … syukurlah kalau kamu dan Senja baik-baik saja, ayah hanya trauma kejadian waktu kamu kecil terulang kembali," serunya kepada Surya.
"Iya … Surya juga mau minta maaf sama ayah sudah buat ayah khawatir lagi, Surya janji ini yang terakhir," jelas Surya dengan tatapan kosong.
Bagas menatap kembali Surya dengan tatapan serius seraya bertanya, "Apa yang terjadi?! Kenapa kamu bisa lengah dan membuat iblis itu mengambil alih tubuh kamu!!"
Surya menatap Bagas lekat sembari perlahan berucap, "ini salah Surya sudah percaya sama Senja."
#bersambung
ariefdias dan 12 lainnya memberi reputasi
13
Kutip
Balas
Tutup