amethystiaAvatar border
TS
amethystia
Novel Horror- Santet Buhul Galungan - Bab 4
“Sandy lu harus ke kosan Andini sekarang juga!” Teriak Rini penuh kepanikan. Pasalnya Andini terus menangis. Dia tidak ingin pulang kekamar kosannya lagi.

“Bentar, tarik nafas dulu. Tenang Rin. Ada apa, kenapa lu panik gitu?” Sandy berusaha menenangkan Rini terlebih dahulu.

“Pokoknya lu kesini dulu. Jemput Andini, di warung depan kosannya. Sekarang juga!” Perintah Rini. Dia pun segera menutup telponnya. Rini pun berjongkok didepan Andini.

Dipeganglah kedua tangan Andini yang kini tengah bergetar. “Din, udah dong lu tenang dulu jangan nangis gini! Gw kan jadi bingung harus kayak gimana.”

***

“Angga, lu ikut gw yah!” Ajak Sandy. Raut wajah Sandy menjadi begitu khawatir.

“Ikut kemana. Tadi siapa yang menelpon?” Tanya Angga heran.

“Rini bilang gw harus jemput Andini. Gw khawatir dia kenapa-napa Ngga!” Mendengar perkataan sahabatnya tersebut. Angga langsung bersiap-siap. Dia segera merebut kunci mobil milik Sandy. “Gw yang nyetir San. Lu lagi kayak gini gw yang takut kenapa-napa nanti dijalan.”

“Udah San, lu tenangin diri lu juga. Gimana bisa lu tenangin Andini kalau lu juga panik gini!” Angga sesekali melirik Sandy. Disepanjang jalan, Sandy terus mengigit kuku jarinya. Dia benar-benar khawatir akan keadaan Andini. 

Sandy akhirnya terdiam. Dia menyadari telah melakukan kebiasaan buruknya. “Iya lu bener Ngga.” Sandy mulai mengatur nafasnya, berusaha untuk tetap tenang.

***

Begitu mereka sampai. Sandy bergegas menemui Andini. Terlihat olehnya, Andini yang menangis terisak didekapan Rini.

Belum sempat Sandy menanyakan apapun. Rini segera memberi perintah untuk Sandy. “San, untung lu cepet dateng. Sekarang bawa Andini masuk kedalam mobil dulu. Biar gw sama Angga yang beresin barang-barangnya dia.”

Sandy pun menurut. Tanpa banyak pertanyaan dia mengikutinya. Seluruh tubuh Andini gemetar.

Matanya terlihat tidak fokus. Pikirannya seperti sedang berada ditempat yang jauh.

***

“Ada apa sih Rin. Si Andin kayak trauma banget?” Rasa penasaran mulai menghinggapi pikiran Angga.

Rini tidak begitu menanggapi pertanyaan Angga. “Udah lu bantu gw dulu beresin ini. Entar gw cerita semuanya.”

“Iya, iya. Tapi apa kamar Andini selalu se horror ini yah?” Rini langsung memukul tangan Angga. Rini menaikan nada bicaranya sebagai tanda peringatan.“Lu bisa gak sih jaga mulut lu dikit?”

“Yaelah. Sensi amat sih lu Rin malam ini. Bentar tunggu gw mau ikut pipis dulu!” Gerutu Angga. Dia segera masuk kekamar mandi.

Angga tidak lantas keluar dari kamar mandi, begitu dia selesai buang air kecil. Dia bahkan menyempatkan diri untuk berkaca terlebih dahulu. Diujung cermin yang berembun itu. Terlihat refleksi lain selain wajah Angga.

“Eh ini kotor gitu yah cerminnya.” Angga menggosok bagian tersebut dengan tangannya. Alih-alih menghilang, sesuatu yang ada dibelakang Angga, kini malah semakin jelas terlihat.

Sosok punggung berbalut dress putih. Seperti wanita berambut panjang yang sedang memunggunginya.

“Mati gw!” Rutuknya dalam hati. Dia tidak dapat mengalihkan pandangannya.

Dilihatnya dengan perlahan sosok tersebut mulai berbalik Mengahadapnya. Angga sudah pasrah, dia memilih untuk menutup matanya.

Tok .. Tok .. Tok .. Tok ..

“Angga lu lama banget sih lagi ngapain didalam?” Rini berteriak dibalik pintu.

Angga pun segera membuka matanya. Kini sosok itu sudah tidak ada. Dia langsung berbalik dan membuka pintu toilet dengan sangat kuat.

“Angga lu kenapa pucet gitu? Kek habis lihat hantu!” Ditatapnya Angga dengan heran. Kini Angga tengah berusaha mengatur nafasnya.

“Bener kata lu. Ayo kita cepet keluar!” Ucap Angga. Meninggalkan banyak tanda tanya dibenak Rini kala itu. 

***

“Angga, kenapa muka lu asem gitu?” Tanya Sandy.

“Udah lu jalan aja sekarang. Gw mau cepet-cepet pergi dari sini!” Keadaan Angga tidak lebih baik dari Andini.

Mukanya begitu pucat, matanya tidak fokus dan badannya gemetar. Angga terus komat-kamit disepanjang perjalanan.

Semua sibuk dengan pikirannya masing-masing. “Jadi, kita kemana nih?” Tanya Sandy memecah keheningan.

“Ke kosan gw gak mungkin. Udah masuk jam malam ini. Pasti udah dikunci,” jawab Rini.

Sandy mengerutkan keningnya. Dia memikirkan dimana sebaiknya mereka bermalam. “Yaudah kita cari hotel terdekat aja malam ini.”

***

Malam itu tidak ada penjelasan apapun dari Andini. Akhirnya mereka memutuskan untuk menyewa salah satu family room dengan dua kamar didalamnya.

“Udah Din, lu tidur yah sekarang. Gw jagain lu kok,” ucap Rini menenangkan. Dia memeluk sahabatnya yang kini terbaring disampingnya. Andini pun mulai memejamkan matanya dan tertidur.

“Rin sesak. Lu meluk gw terlalu erat!” Erang Andini. Dia terbangun dari tidurnya karena merasakan tekanan disekujur tubuhnya.

Dengan mata yang masih terpejam. Andini kini mulai menggeliatkan tubuhnya. “Rin. Gw gak bisa gerak nih. Lu geser dikit kek!” Tidak ada jawaban apapun dari sahabatnya tersebut.

Andini membuka matanya pelan. Matanya langsung terbelalak. Dia melihat sebuah sosok tidur terlentang diatasnya.

Sosok itu melayang memunggunginya. Rambutnya yang panjang, menyentuh tubuh Andini.

“Rin, bangun Rin!” Dengan Nafas yang tercekat. Dia berusaha membangunkan sahabatnya tersebut. Namun nihil. Kini sosok tersebut mulai berbalik menghadap dirinya dengan sangat pelan. 

Sosok tersebut memiliki muka yang sangat hancur. Bola matanya satu menggantung seperti akan terlepas dari tempatnya. Sebuah senyum menyeringai.

Tetesan air liur bercampur darah. Mulai menetes membasahi muka Andini. Andini semakin putus asa. “Tolong, tolong aku.”

“Din… Andini bangun Din sadar!” Rini mengguncangkan tubuh Andini berkali-kali.dia terbangun karena Andini yang meronta-ronta didalam tidurnya. Dengan panik dia terus berusaha memanggil Andini.

“Rin ada apa?” Sandy langsung masuk ke kamar Andini.

“Gak tau San. Dari tadi Andini gini.” Kini Rini mulai terisak melihat sahabatnya terus meronta didalam tidurnya.

“Din. Ini aku Sandy. Din bangun yuk. Aku mohon,” ucap Sandy lirih. Dia mengusap kepala Andini pelan.

“Arrrgggghhh..!” teriak Andini. Dia pun akhirnya tersadar. Dipeluklah Sandy yang kini berada dihadapannya.

“Udah Din tenang sekarang kamu aman.” Sandy terus mengelus punggung Andini.

Sudah hampir lima belas menit berlalu. Andini masih menangis dipelukan Sandy. Bahkan suaranya kini hampir hilang.

“Din udah dong. Istighfar Din jangan nangis terus.” Rini terus berusaha menangkan sahabatnya tersebut.

Sandy sedikit melonggarkan pelukannya. Ditataplah Andini dengan lembut. “Lihat aku Din. Yuk ikutin Astagfhirullohaladziim..!”

Dengan suara yang parau, Andini pun mengikutinya. “Astagh.. firul.. lohal.. adziim.” Sambil sesenggukan dia berkali-kali mengucapkannya.

Didalam tangisannya, Andini menyadari bahwa sesuatu sedang mengawasinya dari kejauhan.

***

Cerita ini bisa kamu baca juga di apk GoodNovel yahSantet Buhul Galungan
bukhorigan
sin606
sin606 dan bukhorigan memberi reputasi
2
934
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.5KAnggota
Tampilkan semua post
bukhoriganAvatar border
bukhorigan
#1
nice, lanjut, kalo bisa dibikin index.
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.