serbaserbi.comAvatar border
TS
serbaserbi.com
Toxic Parents, Menyakiti untuk Mencintai. Apakah Orangtuamu Begitu?
HAI GUYS!

emoticon-Hai


Long time no see. Ya, karena perkuliahan tatap muka sudah kembali dijalankan, jadi yaa, saya agak sibuk dan hampir gak ada waktu untuk menulis di lapak kesayangan kita ini, Kaskus. So, hari ini saya kembali hadir untuk menyajikan tulisan ringan kepada kalian semua. Di mana tema yang saya usung kali ini adalah "Toxic Parents". So, gak usah buang-buang waktu, mari kita mulai pembahasannya.




Menjadi orang tua memang berat kawan-kawan sekalian. Baik itu berat secara fisik, finasial, mental, dan tanggung jawab lahir batin. Jadi, maklum kalau ada orang tua yang kesal terhadap anak-anaknya yang bertindak tidak sesuai aturan. Atau marah karena anak-anaknya membantah. Atau memukul ketika anak-anaknya berbuat salah. Namanya juga manusia, yakan? Bisa tak terkontrol amarahnya.

Namun, bagaimana jadinya kalau ada orang tua yang marah setiap hari? Atau malah cuek setiap saat? Atau terlalu overprotectiveterhadap sang anak? Percaya atau tidak, disadari atau tidak, banyak di antara orang tua yang bertindak demikian. Mereka menunjukkan sikap dan perilaku yang berusaha untuk membentuk karakter sang anak secara dominan. Kalau istilah 'kerennya' adalah "toxic parents".

Sesuai namanya, toxic, orang tua tipe ini sering kali menebar racun kepada anak-anaknya dengan kedok pendisiplinan atau bersembunyi di balik kalimat "Mama hanya ingin yang terbaik buat kamu, Nak." Orang tua semacam ininmerasa bahwa mereka berhak penuh terhadap anak-anaknya tanpa menyadari, kalau anak juga memiliki hak otonomnya sendiri. Yaitu hak untuk menentukan bagaimana kehidupannya.

Lantas, seperti apa karakteristik dari orang tua toxic itu?

Setelah membaca beberapa sumber dan berangkat dari pengalaman pribadi, akhirnya saya simpulkan ada 10 karakteristik yang kerap dilakukan oleh orang tua toxic. Berikut uraiannya.


1. Anak-Anak Harus Setuju dengan Setiap Keputusan Orang Tua



Cr: di sini

Orang tua toxic selalu ingin setiap keputusannya disetujui oleh sang anak. Anak gak boleh begitu, anak harus setuju. Anak gak boleh berteman dengan si itu, anak harus setuju. Anak harus kuliah di jurusan itu, anak harus terima. Ayah maunya begini, anak harus begini juga. Ibu maunya begitu, anak harus begitu juga. Jadi, dalam karakteristik ini, orang tua memiliki kewenangan absolut yang tidak bisa diganggu gugat oleh sang anak.

Ayah saya misalnya. Karena saya adalah mahasiswa kesehatan yang sudah pernah praktek di rumah sakit, tentu saya percaya akan kelegalan vaksin dan bagaimana cara kerja vaksin di mata medis. Oleh karena itu, saya bersedia untuk divaksin demi kesehatan saya sendiri. Terlebih saya akan praktek di rumah sakit yang rentan akan virus nosokomial.

Namun, keputusan ayah saya yang sudah bulat untuk melarang kami semua melakukan vaksin, sudah tidak bisa diganggu gugat. Beliau terlalu termakan hoax dan isu tidak berdasar. Vaksin bikin gila. Vaksin itu untuk keuntungan Cina. Vaksin itu untuk menghabisi masyarakat muslim. Selalu itu yang beliau gaungkan kepada kami. Ya, walaupun saya sudah menjelaskan mekanisme kerja vaksin dan pentingnya vaksin. Pada akhirnya, mau tidak mau saya harus tunduk kepada keputusan ayah saya. Sampai sekarang saya belum vaksin walaupun sangat ingin.


***

2. Memanipulasi Keadaan agar Keinginannya Terwujud



Cr: di sini

Apabila keputusannya tidak disetujui oleh sang anak, orang tua toxic akan berusaha untuk memanipulasi keadaan agar keputusannya itu disetujui. Seperti membuat anak merasa bersalah atau si orang tua merasa terluka karena tidak mendapat persetujuan. Sering juga dengan mengungkit-ungkit jasa mereka agar anak-anaknya semakin merasa bersalah. Trik klasik yang worth itmemang. Karena tindakan manipulatif ini, banyak anak yang akhirnya mau tidak mau mengikuti kehendak orang tua mereka walau itu bertentangan dengan kehendak hatinya.

Hal ini juga dilakukan oleh ayah saya. Di mana beliau berkata seperti ini ketika saya bersikeras untuk tetap vaksin, "Ya, silakan kamu disuntik (vaksin). Tapi kalau kamu sampai kenapa-napa, saya gak akan peduli. Salah kamu sendiri, saya kasih tahu ke yang benar kok nolak." Tentu saja situasi ini membuat saya dilema. Apalagi kata 'benar' menurut beliau adalah salah di mata saya. Namun gimana lagi?


***

3. Anak Adalah Milik Mereka Seutuhnya



Cr: di sini

Ibu yang melahirkan dan ayah yang menafkahi kebutuhan. Di mana bagi orang tua toxic, kondisi ini menjadi poin lebih. Karena sudah dilahirkan dan dibiayai, anak harus membayarnya dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada orang tua. Anak milik orang tua. Orang tua bebas mau berbuat apa saja. Mau dicaci dan dikasari. Mau dipukul dan dihabisi. Mau sekolah di sana atau di sini. Mau jadi itu atau ini. Itu semua terserah orang tua. Anak tinggal menurut tanpa perlu membantah kalau tak mau dicap sebagai 'anak tidak tahu diri yang tidak bisa menghargai jasa orang tua'.

"Lha, ini anak saya! Yang ngasih makan saya! Terserah saya mau saya apain!"


***

4. Selalu Merasa Kurang sehingga Suka Membandingkan


Orang tua toxic tidak pernah merasa cukup dengan apa yang 'disuguhkan' oleh anak-anak mereka. Ia selalu merasa kurang dan ingin lebih. Pada akhirnya, sang anak dibandingkan dengan anak-anak lain. Paling sakitnya, anak yang satu dibandingkan dengan anaknya yang lain.

Seperti:

"Tiru tuh kakak kamu! Dia kok bisa juara kelas, sedangkan kamu bodoh banget!"Padahal ia tidak paham usaha apa yang sudah dilakukan sang anak untuk memperbaiki nilainya.

"Liat tuh si anu, seumuran kamu udah bisa ngasilin duit. Lha ini masih jadi beban orang tua!" Padahal si anak sudah mengajukan lamaran ke sana-sini dan belum diterima, tapi orangtuanya tidak mau mengerti.


***

5. Alasan Pendisiplinan Selalu yang Utama





Sewaktu saya kecil, tak terhitung kalinya saya kena cambuk gesper atau lidi dari orang tua saya. Setiap saya berbuat kesalahan, selalu ada saja yang saya dapatkan. Minimal cubitan mama yang bekas membirunya gak hilang sampai seminggu.

Apa yang saya lakukan sehingga saya mendapatkan itu? Ya, kejahilan klise-nya anak-anak seperti: terlambat bangun pagi, terlambat pulang sekolah, nilai ulangan jelek, menghilangkan uang jajan, dan kesalahan kecil lainnya. Ya, sepele memang, tapi bagi orang tua saya itu sangat serius sehingga mereka memukuli saya sampai memerah dan membiru. Alasannya selalu sama dari generasi ke generasi. Yaitu, biar kami--anak-anaknya--selalu disiplin.

Tak cuma kekerasan fisik, tindakan 'pendisiplinan' ala toxic parentsini juga terjadi secara verbal. Menghakimi anak-anaknya dengan kata-kata kasar atau memanggilnya dengan panggilan yang tidak layak. Seperti ayah saya yang memanggil saya "Kabau" (kerbau) karena nilai matematika saya yang selalu jelek. Padahal saya sudah belajar keras untuk itu.


***

6. Anak Adalah Jalan untuk Mewujudkan Mimpi yang Belum Tercapai


Orang tua toxic sering lupa bahwa anaknya adalah individu lain yang memiliki hak otonomnya sendiri. Sehingga, dengan kedok "Ini demi kebaikan kamu"mereka memaksakan kehendaknya kepada sang anak. Salah satunya, memaksa agar si anak mengikuti jejaknya. Misal, jika si ayah adalah dokter ternama, ia memaksa anaknya untuk jadi dokter juga, gak peduli kalau si anak lebih tertarik pada ilmu sosial dibandingkan kedokteran. Atau memaksa anaknya menikah dengan seseorang dengan alasan orang itu adalah tipe mantu idaman sang Ibu, padahal anaknya tidak suka.


***

7. Membesarkan Kesalahan Kecil


Orang tua toxic suka melihat kesalahan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Oleh karenanya, kesalahan kecil pun bisa menimbulkan masalah besar dan memancing emosi yang berlarut-larut. Kadang kala, kesalahan itu terus diungkit-ungkit sampai si anak merasa sangat bersalah atas kesalahan kecil yang ia perbuat.


***

8. Tidak Mengapresiasi Kejujuran Anak


Orang tua toxic selalu tutup mata dengan kejujuran anak-anaknya. Semisal, jika anaknya dengan sportif mengakui kesalahannya, bukannya kesportifan itu diapresiasi, tapi si anak malah dimarahi habis-habisan. Lagi-lagi alasan mereka adalah upaya pendisiplinan. Padahal sikap seperti itu, tanpa sadar membuat anak-anak mereka takut untuk jujur dan terbiasa berbohong demi cari aman, agar tidak dimarahi.


***

9. Semuanya Hanya tentang Orang Tua dan Perasaan Mereka




Orang tua toxic selalu abai dengan perasaan anak-anak mereka. Yang paling penting, bagaimana mereka bisa membentuk karakter sang anak sesuai dengan keinginannya, tanpa adanya diskusi atau tanpa mendengarkan apa yang anak mau. Anak dituntut untuk membanggakan orang tua dengan cara yang sudah ditentukan orang tua. Anak diharuskan untuk membahagiakan orang tua dengan jalan yang sudah mereka atur. Anak gak boleh bikin malu orang tua, padahal mereka selalu menceriakan kejelakan sang anak kepada orang tua lain. Anak diminta wajib mengerti orang tua, sedangkan orang tua gak mau peduli dengan kesehatan mental si anak. Mereka egois, tapi mereka tidak menyadari.


***

10. Enggan Meminta Maaf Bila Salah




Selain merasa selalu benar, orang tua toxic juga enggan minta maaf kepada anak-anaknya jika mereka terbukti melakukan kesalahan. Menurut mereka, orang tua tidak perlu meminta maaf, karena anak tidak berada di posisi yang berhak untuk menerima itu. Bagi mereka, bila anak salah harus dihukum, sedangkan bila mereka yang salah anak diminta untuk mengerti dan memaklumi. "Mama tuh capek! Ngurus ini ngurus itu. Banyak yang Mama pikirin! Jadi wajar kalau Mama salah. Lagian kamu sebagai anak banyak nuntut amat sih! Bersyukur Mama masih mau ngurus kamu!"

Di kasus ini, saya juga punya pengalaman dengan orang tua saya Guys. Waktu kelas 2 SD, saya pernah dipukul habis-habisan pakai rotan karena Ayah mengira saya mencuri uangnya sebesar Rp. 30.000. Alasan beliau menuduh saya, karena saya anak tertua yang sudah mengerti dengan nilai uang, dan hanya saya yang kemungkinan bisa menjangkau tempat uang tersebut disimpan.

Ayah memukul saya, marah, dan memaksa saya mengakui perbuatan saya. Padahal bukan saya yang mengambil uang itu. Namun, Ayah tidak peduli dan terus memaksa saya mengakui perbuatan yang tidak saya lakukan. Beliau bahkan mengutuk saya, bahwa ketika dewasa nanti saya akan menjadi penipu dan pencuri karena ketika kecil saja saya sudah berani mencuri. Jujur, saya sedih sekali waktu itu.

Hingga di keesokan harinya, ketika Mama bersih-bersih rumah, ditemukanlah uang itu dalam lubang tikus di antara persediaan padi kami. Uang itu masih utuh tiga puluh ribu rupiah. Hanya saja sudah tidak layak dibelanjakan karena sudah berlubang-lubang karena digerogoti tikus.

Saya pun lega. Akhirnya saya lepas dari tuduhan Ayah, dan saya pikir Ayah akan minta maaf, setidaknya memberi saya uang saku lebih untuk jajan es krim. Namun nihil. Ayah tidak pernah minta maaf padahal kulit saya sudah membiru dan memar karena beliau pukul, dan saya yang terlanjur beriba hati karena dituduh yang bukan-bukan.


***


Cr: di sini

So, itu karakteristik orang tua toxic yang saya simpulkan dari berbagai sumber. Semoga kita bisa menyadari, bahwa tidak anak saja yang perlu belajar. Orang tua pun juga sama. Lebih perlu malah. Itulah kenapa saya setuju dengan pasangan baru menikah yang memilih untuk menunda memiliki anak karena ingin mempersiapkan ilmu dan mental dulu.

Menjadi orang tua memang berat. Namun, posisi seorang anak juga tidak kalah berat. Anak sering ditempatkan pada posisi dilematik yang diciptakan oleh orangtuanya. Anak sering kali dibungkam dengan kediktatoran orangtuanya. Bahkan ada anak yang mengemis kasih sayang orang lain di luar sana, karena orang tua yang tidak memenuhi kebutuhan afeksi tersebut.

Tidak ada orang tua yang sempurna. Ya, itu memang benar adanya. Itulah kenapa kita perlu belajar--bagaimana caranya menjadi orang tua yang ideal. Jika tidak, bisa jadi kita menjadi orang tua toxic tanpa sadar. Yang tanpa sadar menyakiti dan merusak mental anak dengan kedok, "Kami melakukan ini demi kebaikanmu juga, Nak."

Dan salah satu jalan pintas bagi hubungan anak dengan toxic parents adalah KOMUNIKASI YANG HARMONIS. Di lain thread saya akan jelaskan bagaimana cara membangun komunikasi yang harmonis antara orang tua dan anak.

Akhir kata, se-toxic apa pun orang tua kita, tetap saja melawan dan membentak orang tua adalah perilaku tidak terpuji. Dari sana juga kita belajar, bahwa di masa depan kita tidak akan meneruskan mata rantai asuhan toxic yang selama ini kita dapat dari orang tua. Percayalah, bahwa orang tua kita benar-benar menyayangi kita, hanya saja caranya yang salah.

Oh iya, salah satu perkataan ayah saya yang masih saya ingat sampai sekarang adalah:

"Ayah tahu, ayah terlalu keras mendidik kamu. Ayah juga bukan orang tua yang baik. Itulah kenapa ayah menyekolahkan kamu tinggi-tinggi. Biar kamu bisa belajar dan berpikir terbuka, sehingga kamu tidak seperti ayah di kemudian hari. Ayah seperti ini karena ayah sayang kepada anak-anak ayah. Ya, walaupun ayah baru sadar, bahwa tindakan ayah membuat anak ayah depresi dan tertekan."

Ya benar. Setelah menjalani hubungan toxic antara saya dengan ayah, akhirnya saya menderita depresi dan harus konseling rutin ke psikiater. Ayah saya pun sama, beliau juga diterapi dan diberi edukasi parenting. Akhirnya sekarang, kadar toxic di antara kami benar-benar berkurang drastis.

Sekian thread saya hari ini. Terima kasih sudah membaca.


***

A thread by: serbaserbi.com
Sumber: 1, 2, dan pengalaman pribadi

THANKS FOR READING
Diubah oleh serbaserbi.com 31-08-2021 23:13
zatilmutie
millenie
eno.niken
eno.niken dan 44 lainnya memberi reputasi
45
13.9K
203
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Wedding & Family
Wedding & Family
icon
8.8KThread9.4KAnggota
Tampilkan semua post
inettingAvatar border
inetting
#29
Itu ma toxidnya ngak seberapa bagaimana klu Ibumu bilang seperti ini kamu udah lulus S1 mulai hari ini kamu jangan minta apa apa lagi sama saya dan benar setelah beliau meninggal tidak ada harta peninggalan buat anda semua diambil oleh kakak dan adikmu apakah kamu bisa terima toxid seperti ini.

Tapi ingat apapun yg diperlakukan orang tuamu, kakek or nenek bahkam leluhurmu terhadapmu janganlah melawan karena itu dosa yg sangat berat.
Diubah oleh inetting 01-09-2021 12:42
Syekher
serbaserbi.com
SAP123
SAP123 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.