• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Apakah Anies telah "Belajar" pada Senior ?? Anies Lebih Bayar ±430 M Dan Senior ±15 M

jhonthor501Avatar border
TS
jhonthor501
Apakah Anies telah "Belajar" pada Senior ?? Anies Lebih Bayar ±430 M Dan Senior ±15 M
Quote:



Alex Noerdin: Pemprov Sudah Kembalikan Rp 15 Miliar Pada BPK




Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin mengklaim, pihaknya sudah mengembalikan sebagian uang dari dana hibah dan bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sutera Selatan tahun anggaran 2013 kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal ini disampaikan Alex usai diperiksa jaksa penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Jumat (29/4/2016) atas kasus dugaan korupsi dana hibah dan bansos tahun anggaran 2013.

"Ya pertanyaanya macam-macam. Misalnya apakah temuan oleh BPK sudah dikembalikan belum," kata Alex di gedung Bundar Jampidsus, Kejagung, Jakarta, Jumat (29/4/2016).

Politisi Partai Golkar ini menambahkan, BPK telah memberikan rekomendasi terkait dana hibah dan bansos Pemprov Sumsel tahun anggaran 2013. Ia pun mengklaim telah menindaklanjuti rekomendasi dari BPK tersebut.

"Dan itu kita sudah tindak lanjuti semua," ucap dia.

Alex mengungkapkan, Pemprov Sumsel sudah mengembalikan uang sampai dengan Rp 15 miliar ke BPK pada saat menindaklajuti rekomendasi.

"Sudah dikembalikan Rp 10-15 miliar. Sudah lama begitu selesai audit BPK, ada waktu 60 hari, udah kita tindak lanjuti," terang dia.

Sementara pengacara Alex Nurdin, Susilo Ari Wibowo menjelaskan, kliennya ditanya seputar prosedur pemberian dana hibah dan bansos oleh jaksa penyidik selama pemeriksaan tadi.

"Mengenai prosedur pemberian hibah, mengenai aspirasi DPRD, gitu aja," kata Ari.

Ari tak membantah ada penerima dana bansos yang tidak sesuai. Seperti misalnya beberapa penerima yang mengajukan proposal tetapi tidak tepat peruntukannya. Namun ia tak menyebutkan secara spesifik.

"Dalam penyampaian laporan, kemudian beberapa proposal yg mungkin kurang tepat. Tapi semua sudah dikembalikan," tambah dia.

Kejagung Sebut Ada Pelanggaran

Sementara Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Fadil Zumhana menjelaskan tidak ada kaitannya antara pengembalian dana bansos sebesar Rp 15 miliar dengan penyidikan yang tengah dilakukan pihaknya.

Dari hasil penyidikan, menurut dia, ada dugaan tindak pidana dalam pengalokasian dana hibah dan bansos Pemprov Sumsel tahun anggaran 2013 senilai Rp 1,2 triliun.

"Ya mungkin beda-beda antara hasil BPK dan Kejagung. Kejagung itu melihat perbuatan melawan hukum dalam proses pengelolaan dana hibah Sumsel sebesar Rp1,2 triliun," tandas Fadil.

Hingga saat ini, belum diketahui jumlah kerugian negara akibat dugaan korupsi dana bansos dan hibah di Sumatera Selatan. Namun, penyidikan kasus tersebut diketahui terus berjalan sampai saat ini.

Sebelumnya, perkara dugaan korupsi distribusi penyaluran dana bantuan sosial di Provinsi Sumatera Selatan terjadi pada tahun anggaran 2013.

Dugaan korupsi muncul setelah penyidik Kejagung menemukan indikasi adanya penerima fiktif dana bantuan tersebut. Para penerima dana bansos diduga membuat akta palsu untuk bisa menerima bantuan dari Pemda di sana.

"Dalam pendistribusian Bansos ada hal tidak benar, antara lain notaris dibuat segera seolah-olah penerima atau salah satu keompok ini bener-bener sudah ada akta. Kan salah satu syarat (menerima bansos) itu, jadi dipercepat pembuatan akta," kata Jampidsus Arminsyah, Kamis 3 Maret 2016 lalu.


"Lebih Bayar" Pemprov DKI Dikhawatirkan Jadi Modus Baru Korupsi




DALIH "lebih bayar" dalam pemanfaatan dana APBD DKI Jakarta Tahun Aggaran (TA) 2020 dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam belanja barang dikhawatirkan menjadi modus baru tindak pidana korupsi.

Sebenarnya, modus semacam ini sebelumnya sudah terjadi lebih dikenal "mark up" biaya belanja pengadaan barang. Hal ini masuk kategori tindak pidana korupsi dengan modus "mark up" belanja anggaran uang negara.

Sebagai informasi, baru-baru ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menemukan sejumlah pemborosan anggaran berupa pembayaran lebih dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam hal proyek pengadaan alat rapid tes serta masker dengan nominal sekitar Rp7 miliar.

"Istilah kelebihan bayar menurutku perlu diubah menjadi potensi korupsi lewat modus mark up harga barang," ujar Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan, di Jakarta, Jumat (6/8).

"Solusinya tidak cukup hanya mengembalikan kelebihan dananya kemudian dianggap selesai tanpa lewat jalur hukum karena indikasi terjadi korupsi ada," lanjutnya.Kejadian lebih bayar alias overpay oleh Pemprov DKI Jakarta memang bukan hanya saat ini saja terjadi.

Berdasarkan pemeriksaan atas laporan keuangan pada 2019, Pemprov DKI Jakarta juga diketahui pernah lebih bayar Rp 6,5 miliar pengadaan mobil pemadam kebakaran.

Kemudian hasil pemeriksaan pada TA 2020, Pemprov DKI Jakarta juga pernah lebih bayar subsidi public service obligation (PSO) ke PT Transjakarta pada 2018-2019 sebesar Rp415 miliar.

"Kelebihan bayar semacam ini bukan hanya sekali atau dua kali dilakukan Pemprov DKI. Karena kasus ini berulang setiap tahun dengan nominal yang luar biasa besar miliaran rupiah, saya rasa ada 'niat jahat' di balik kelebihan bayar ini semacam mark up anggaran," jelas Misbah.

"Ini menandakan ada potensi unsur kesengajaan yang dilakukan Pemprov DKI yang melibatkan vendor. Apalagi kejadian serupa pun sudah berulangkali," lanjutnya.Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, mengatakan, Pemprov DKI akan memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait temuan BPK tentang pemborosan keuangan APBD DKI Jakarta.

"Kalau ada pemeriksaan temuan oleh BPK, tugas kami Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan pelayanan dan mengklarifikasi dan menjelaskan semua itu," kata Riza dalam streaming video, di Jakarta, Jumat (6/8).

Hanya saja, lanjut Riza, belum ada keterangan klarifikasi lebih lanjut dari pihak-pihak unit SKPD Pemprov DKI terkait proyek-proyek pengadaan barang dan jasa tersebut.

Saat ditanya kapan bisa diklarifikasi pihak-pihak SKPD unit terkait kasus pembayaran lebih anggaran untuk belanja pengadaan barang dan jasa Pemprov DKI kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menurut Riza, pihaknya belum bisa memastikan hari 'H'.


Kelebihan Bayar Kerap Terjadi di Zaman Anies Baswedan, Pengamat Bilang Masalahnya Ini Modus Korupsi




JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membongkar banyak mata anggaran Pemprov DKI Jakarta yang kelebihan bayar. Yang terbaru, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kedapatan masih membayar bantuan pendidikan KJP Plus kepada ribuan siswa yang sudah lulus dari sekolahnya. Polemik seperti ini memang sudah santer terdengar. Lantas apa sebetulnya akar masalahnya?  
Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta Pemut Aryo Wibowo pada 5 Agustus menemukan adanya pemborosan anggaran pemprov DKI Jakarta atas pengadaan pembelian masker Respirator N95 hingga Rp5 miliar. Anggaran ini diambil dari pos belanja tak terduga (BTT) APBD DKI tahun 2020. 

Laporan tersebut menjelaskan Pemprov DKI melakukan pembelian masker dengan jenis yang sama kepada dua perusahaan berbeda, yakni PT IDS dan PT ALK. Tapi harganya berbeda. "Permasalahan di atas mengakibatkan pemborosan keuangan daerah senilai Rp5.850.000.000," tulis Pemut. 

Dinas Kesehatan DKI meneken kontrak pembelian masker tiga kali kepada PT IDS dengan total 89 ribu masker. Pembelian pertama sebanyak 49 ribu buah masker dengan harga satuan senilai Rp70 ribu. Kedua, 30 ribu buah dengan harga satuan Rp60 ribu. Dan ketiga membeli 20 ribu buah dengan harga satuan Rp60 ribu. 

Lalu ternyata Pemprov DKI juga membeli masker sejenis kepada PT ALK sebanyak 195 ribu buah masker dengan harga satuan barang Rp90 ribu. Padahal BPK mengonfirmasi ternyata PT IDS sanggup memenuhi pengadaan masker sebanyak 200 ribu buah. Tapi Pemprov DKI melakukan pembelian kepada PT ALK. 

"Jika mengadakan barang yang berjenis dan kualitas sama, seharusnya melakukan negoisasi harga minimal dengan harga barang yang sama atas harga respirator (N95) lainnya yang memenuhi syarat atau bahkan lebih rendah dari pengadaan sebelumnya," ucap Pemut. Dengan demikian, Pemut menganggap PPK tidak cermat dalam mengelola keuangan daerah secara ekonomis. 



Kemudian BPK juga mengungkapkan Pemprov DKI kelebihan bayar pengadaan alat rapid test COVID-19 pada 2020 dengan nilai mencapai Rp1,1 miliar. Menurut pemeriksaan BPK, ditemukan dua penyedia jasa pengadaan alat tersebut dengan merek serupa dalam waktu berdekatan tapi harganya berbeda. 

Bukan cuma itu, kata Pemut Anies masih membayar gaji pegawai yang sudah wafat hingga pensiun senilai Rp 862 juta dalam APBD DKI 2020. "Kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan kinerja daerah (TKD) atau TPP senilai Rp862.783.587 atas 103 orang pegawai pada 19 organisasi perangkat daerah (OPD)."

Memang Pemut menuturkan sejumlah OPD telah mengembalikan kelebihan pembayaran gaji ke kas daerah. Namun baru sejumlah Rp200,9 juta. "Sehingga masih terdapat kelebihan pembayaran gaji dan TKD/TPP seniali Rp661.801.780." 

Pemut memandang, adanya kelebihan bayar gaji dan TKD/TPP pada pegawai yang semestinya tak lagi menerima disebabkan karena pejabat masing-masing OPD tidak melakukan verifikasi daftar gaji pada tiap pegawainya secara berkala. Karenanya, Pemut menyebut BPK merekomendasikan perbaikan.

Bulan lalu juga terungkap Pemprov DKI melakukan hal serupa dalam pembelian alat pemadam kebakaran. Berdasarkan laporan keuangan Pemprov DKI periode 2019, BPK temukan empat paket dana pengadaan mobil pemadam kebakaran dengan pengeluaran yang melebihi harga alat tersebut. Total kelebihan bayar tercatat sekitar Rp6,5 miliar.

Modus korupsi
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai masalah ini sebetulnya bukan kelebihan bayar. "Tapi sebenarnya modus korupsi itu," kata Trubus kepada VOI. 

Musababnya, kata Trubus unsur kesengajaan dari masalah ini tinggi. "Orang ini berulang-ulang kok." 
Trubus bilang kita tak bisa menganggap hal ini sebagai sebuah kewajaran. Sebab kata dia modus korupsi itu bentuknya macam-macam. 

"Sebutannya sebetulnya markup kan, cuman bahasanya dia kan kelebihan bayar. Overpay. Korupsi itukan modusnya macem-macem," ujar Trubus.  

Menurut Trubus, masalah kelebihan anggaran ini bak fenomena gunung es. "Pertanyaannya yang enggak ketahuan lebih banyak lagi kan berarti? Kalau kita bicara fenomena gunung es, berarti itu di bawahnya lebih banyak lagi. "

"Karena banyak kasus kan tidak hanya damkar, tanah, kemudian siswa yang sudah lulus juga masih dibayar. Itu sudah hampir semua mata anggaran kalau begitu kan," tambahnya.

Kata Anies
Beberapa sorotan BPK pada persoalan kelebihan bayar ini sudah pernah ditanggapi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Ia mengklarifikasi beberapa hal terkait temuan BPK pada saat sidang paripurna 2 Agustus. 

Terkait pemborosan atas pengadaan masker dan alat rapid test COVID-19 misalnya, menurut Anies hal itu telah ditindak lanjuti sesuai dengan rekomendasi BPK. "Sudah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi BPK," kata Anies. 

Selain itu, soal kelebihan bayar pada pembelian paket pengadaan alat mobil pemadam, Anies juga bilang temuan tersebut telah ditindak lanjuti. "Dan dikembalikan ke Kas Daerah."

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti mengatakan masalah pengadaan masker dan rapid test, itu sebetulnya kegiatan tahun 2020 dan sudah dilakukan pemeriksaan oleh BPK. "Itu kegiatan di tahun 2020 dan sudah dilakukan pemeriksaan oleh BPK dan tidak ditemukan kerugian negara," kata dia kepada wartawan 6 Agustus. 



Menurut Widyastuti masalah kelebihan bayar masker dan alat tes COVID-19 ini hanya masalah administrasi. "Tidak ada kerugian negara, itu hanya masalah administrasi saja."

Widyastuti juga menjelaskan alasan ada perbedaan harga pengadaan masker. "Itu kan Awal awal dulu kan masker sulit sehingga banyak sekali jenis yang ada. Nah tentu kita sesuai dengan spek yang diminta dengan masukan dari user," kata dia. 

Akar masalah
Analis Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menjelaskan pangkal masalah kelebihan anggaran yang terjadi bertubi-tubi ini. Menurutnya semua masalah bersumber dari penyusunan APBD. 

"Selama penyusunan itu tertutup.  Jadi enggak melibatkan publik terlalu banyak. Karena kondisi COVID-19 juga kan. Sementara rapatnya juga di Puncak Bogor itu kan. Orang mau akses juga susah," beber Trubus. 

Setelah itu kemudian polemik mengenai anggaran juga sempat muncul. "Misalnya beli bolpen yang mencapai sekian miliar," kata Trubus. 

Sampai kepada persoalan pembayaran gelaran Formula E.  "Kasus itu kan enggak diketahui ujung pangkalnya bagaimana. Itu padahal sudah dibayar."

Seharusnya kata Trubus masalah ini sudah diantisipasi semenjak penyusunan anggaran tersebut. "Tapi ini kan keliatan sekali tertutup semua." 

Trubus juga bilang kalau para pemangku kebijakan mungkin tahu kalau ada anggaran berlebih. "Kelebihan itulah bagian dari modus," tutupnya. 

sumur-sumur 12 3
caurboy
345uki
opik.kenzhi
opik.kenzhi dan 9 lainnya memberi reputasi
6
5K
64
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Tampilkan semua post
jhonthor501Avatar border
TS
jhonthor501
#1
Apakah semua masalah selesai klo dikembalikan ato LeBay ?? emoticon-Bingung (S)
meoomiuu
bruce12345
bruce12345 dan meoomiuu memberi reputasi
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.