- Beranda
- Stories from the Heart
Aku Dan Bajingan Yang Berlagak Seperti Ayah
...
TS
Rebek22
Aku Dan Bajingan Yang Berlagak Seperti Ayah

Quote:
Quote:
Quote:
1. A story about a farewell sentence
Prolog: Terima kasih jauh lebih menenangkanku dari pada maaf
Kanaria.
Namaku Kanaria, sebuah nama yang di ambil dari bahasa jepang dan memiliki arti kenari. Sampai sekarang aku tidak pernah tau mengapa ibu menamaiku demikian, bagaimanapun kenari terdengar seperti sesuatu yang kurang layak di jadikan nama karena hanya sedikit makna yang dapat muncul dari jenis kacang kesukaan tupai itu.
Ini lah kisahku, dalam mencoba memberikan kesempatan kedua untuk seseorang.
Pagi masih lah berada di permulaan, mentari belum menampakan raganya di ufuk timur, sehingga gelap masih menjadi nuansa dasar dari warna sang langit, bulan pun masih bertenggger di angkasa memamerkan kemilaunya yang perlahan terlihat semakin sayu.
Suara alarm HP yang sangat bising berhasil membangunkanku dari tidur. Walaupun terasa agak berat, aku tetap berusaha membuka kedua mata ini, setelah itu meraih HP yang semalam memang sengaja aku letakan di dekat telinga, lalu mematikan alarm.
Mataku tertuju pada jam yang ada di layar HP. Sekarang masih pukul tiga pagi, waktu yang sangat tidak lumrah bagi seorang gadis SMA untuk bagun. Bayangkan saja, ayam belum berkokok, bulan pun masih terlihat samar di langit, sementara aku sudah bangun dan memulai aktifitas, mendahuli sang penguasa siang yang mungkin baru bersiap-siap untuk memamerkan wujudnya nanti.
Aku bangkit dari kasur menguncir rambut panjang yang masih berantakan ini, dan segera menuju kamar mandi untuk membasuh muka, berharap rasa kantuk ini bisa sedikit berkurang. Setelah itu aku pun beranjak ke dapur, menyalakan kompor dan mulai memasak sarapan. Air yang tadi membasuh wajah ini sepertinya belum cukup untuk mengusir kantuk yang masih setia menggelantungi mataku, sekuat tenaga aku menahan hasrat untuk kembali berbaring dan memejam mata, karena masih ada tanggung jawab yang harus diri ini tuntaskan terlebih dahulu.
Tanganku mulai Sibuk bekerja memasukan bahan demi bahan ke dalam penggorengan. Menu yang aku masak sangat sederhana, hanya telur dadar, sedikit tumis toge sisa kemarin yang kembali aku hangatkan, lalu tahu. Aku menyajikan semua hidangan tadi di meja kemudian beranjak ke kamar ibu untuk membangunkannya.
Dia harus berangkat kerja sebentar lagi, mengemudikan busway dari halte ke halte demi menafkahiku. Rutinitas di luar kelaziman gadis SMA ini lah yang aku jadikan sebagai balasan dari kerja kerasnya. Memang apa yang aku lakukan tidak akan pernah sebanding dengan yang di berikannya selama ini. Aku hanya bisa mengurangi sedikit beban yang harus di pikul nya seorang diri, dengan menambah satu jam waktu tidurnya, serta jamuan pagi yang mungkin dapat menambah semangatnya saat bekerja nanti.
" Bu, bangun sudah jam setengah empat " Ujarku setelah memasuki kamarnya.
Wanita itu nampak tertidur dengan sangat pulas, sejujurnya aku tidak tega untuk membangunkannya sekarang. Tapi ada hal yang harus dirinya lakukan, jadi mau tidak mau aku harus tetap melakukannya.
" Bu, bangun " Ujarku sekali lagi sambil menggoyang-goyangkan badannya. Usahaku membuahkan hasil, ibu bangun dari tidurnya dan segera duduk.
" Pagi " Ujarnya sambil mengecup dahiku.
" Sarapan sudah siap, mandi lah setelah itu silahkan santap masakanku di dapur "
" Kana, maafkan ibu ya, Kau jadi harus bangun pagi-pagi sekali " Ujarnya sambil mengelus kepalaku.
" Bukan kah sudah berkali-kali aku katakan, hati ini akan jauh lebih senang jika kau mengucapkan Terima kasih dari pada meminta maaf. Aku melakukan semua ini bukan karena paksaan, melainkan balas budi terhadap orang yang begitu aku sayangi "
" Terima kasih Kana "
" Sama-sama " Ujarku sambil mengecup keningnya. Aku melakukan semua ini atas dasar sayang, bukan karena paksaan, Jadi tidak perlu sungkan " Nah, sekarang mandi lah. Aku akan menunggumu di dapur "
" Baik "
" Bu, berhenti lah menyalahkan dirimu sendiri. Kau tidak salah, sebab yang membuatmu harus menanggung beban seberat ini adalah pria tolol itu "
" Kana, jangan begitu. Bagaimana pun dia adalah ayahmu "
" Jika dia ayahku, maka pria itu seharusnya ada di sini mencarikan nafkah untuk kita dan tidak menghilang entah kemana "
" Kana "
" Cukup bu, segera lah mandi. Aku akan membuat kopi di dapur agar rasa kantukmu hilang " Ujarku sambil melangkah keluar kamarnya.
Berapa banyak kenangan indah yang kau miliki bersama ayah? Jika pertanyaan tersebut di ajukan padaku, maka lisan ini akan menjawabnya dengan ucapan " Tidak ada ". Karena Pria brengsek itu hilang begitu saja tujuh tahun yang lalu setelah menoleh kan luka besar ke dalam alur kehidupan kami berdua.
Dalam benakku, tidak ada satupun kenangan indah mengenai dirinya. Dia hanyalah sesosok pria kasar yang bisa dengan begitu ringannya menghantamkan tinju ke wajah ibu, sering mengamuk tidak karuan, dan tega membuat istrinya banting tulang demi menafkahi keluarga padahal hal itu merupakan tugasnya. Oleh karena itu aku sangat membencinya.
Walaupun sering di perlakukan dengan kejam, entah mengapa ibu tetap memilih untuk tetap bersabar. Dia selalu berusaha menenangkan ayah yang sedang mengamuk dengan cara lembut, lisannya pun selalu mengucapkan maaf saat tangan pria brengsek itu menghantam wajahnya tanpa sebab.
Aku tidak paham, mengapa ibu bisa bersikap seperti itu? Kenapa lisannya lah yang harus mengucapkan maaf saat ayah memukulinya. Padahal aku sangat yakin jika tidak ada satu kesalahan pun yang dirinya buat. Mengapa dia bisa begitu lembut ketika menangkan pria itu. Padahal, tindakan ayah sudah sangat layak di anggap sebagai pelanggaran HAM, dan dari semua itu, yang paling tidak aku pahami adalah kenapa ibu bisa tetap mencintai ayah dan mau bertahan dengannya.
Bukan kah yang mencari nafkah adalah ibu? Jika mereka bercerai, aku sangat yakin hidup ibu akan menjadi jauh lebih baik. Bagaimanapun, masalah ekonomi tidak akan pernah menghampirinya, karena sekarangpun dia lah yang mencari uang, bukan ayah.
Aku tidak pernah bisa memahami jalan pikiran ibu, selepas tubuhnya di hajar habis-habisan, dia selalu menghampiriku kemudian memeluk tubuh ini dengan begitu erat sambil berkata " Jangan pernah membenci ayahmu ya, dia sebenarnya adalah orang baik yang tengah berada dalam kebingungan ". Jika sudah seperti itu, aku hanya bisa mengangguk, dan berpura-pura mempercayai ucapannya. walaupun hati ini sebaliknya. Apanya yang baik? Tindakannya bahkan jauh melampaui kekejaman iblis.
Entah ibuku yang terlalu berfikir positif terhadap sikap ayah, atau memang ucapannya merupakan kebenaran. Namun bagiku, kemungkinan pertama lah yang paling rasional untuk di percayai. Sikap ibu terus di manfaatkan oleh ayah agar dirinya bisa berbuat demikian, dan anggapanku tentang hal itu membuat diri ini kian membencinya.
Jika di sangkut pautkan dengan akutansi, pria itu hanyalah akun di bagian beban yang kian membengkak, sehingga kas yang di miliki ibu terus berkurang. Jika di hubungkan dengan Biologi, maka simbiosis yang terjadi antara ibu dan ayah adalah simbiosis parasitisme, salah satu pihak di untungkan sementara yang satunya lagi di rugikan. Jika ini matematika, maka ayah adalah bilangan minus, yang jumlah semakin banyak angkanya bukan bernilai semakin besar, melainkan semakin kecil.
Pria breksek itu hanya lah beban, tidak bekerja, tidak mengurusi rumah, dan tidak melakukan apapun, hanya duduk sambil sambil menghisap rokok sepanjang hari. Sampah masyarakat itu hanyalah parasit, yang terus menyerap kebahagiaan ibu dan menukarnya dengan penderitaan. Ayahku hanya lah bilangan minus yang kian hari semakin membuat ibu rugi.
kenapa orang seperti itu masih harus ibu beri makan dan tempat tinggal? Kenapa ibu tidak mengajukan cerai kepadanya? lalu menguris sampah masyarakat itu keluar dari rumah dan hidup bahagia bersamaku. Benakku terus bertanya-tanya akan hal itu, tanpa pernah berani mengutarakannya pada ibu, karena takut tanda tanya tersebut malah akan melukai hatinya.
Lima tahun yang lalu pria itu tiba-tiba menghilang, entah kemana dia pergi, tapi aku tidak peduli karena hal tersebut justru membuatku sangat senang. Akhirnya manusia tidak berguna itu pergi, andai aku memiliki nomor telepon sang maut, maka aku akan segera menghubunginya agar sosok tak kasat mata itu bisa segera menjemput ayah dan membawanya ke neraka yang paling dalam.
Ibu terlihat biasa-biasa saja saat suaminya itu pergi, dan baguku sikap yang di terapkannya sangat lah wajar, mengingat betapa kejamnya perlakuan si bedebah itu selama ini.
Aku tumbuh dewasa tanpa hadirnya sosok ayah, ibu memainkan peran ganda dalam membesarkanku. Peran ibu sebagai pemberi kasih sayang dan peran ayah sebagai pencari nafkah serta tempat berlindung bagi putrinya. Kehidupanku mulai terasa indah karena mata ini tidak perlu lagi menyaksikan ibu yang menahan rasa sakit saat di pukuli ayah.
Tidak ada lagi amukannya yang merusak rasa makan malam, tidak ada lagi bau asap yang memenuhi rumah saat dirinya sibuk menganggur, dan tidak ada lagi sosok pria yang membuatku selalu ingin menendang kepalanya.
Tujuh tahun berlalu, sekarang aku sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang tidak kekurangan apapun. Meski kami terbilang miskin, aku Tetap bisa bersekolah tanpa tunggakan SPP, tetap menjadi anak yang ceria walaupun secara tidak langsung aku termasuk anak yang mengalami broken home, dan tetap menjadi sosok yang tidak kurang kasih sayang, karena ibu selalu menuangkan kasih sayangnya padaku di sela-sela kesibukannya.
Bulan lalu, entah bagaimana mulanya tiba-tiba ibu mengajukan sebuah pertanyaan padaku, pertanyaan yang membuat lisan ini mengungkapkan tentang betapa bencinya aku pada ayah
" Kana, apa kau merindukan ayahmu? " Ujarnya. Pertanyaan tersebut nyaris membuatku tersedak lauk makan malam yang tengah aku kunyah kalau itu.
" Kenapa tiba-tiba ibu menanyakan hal itu? "
" Haha, ya bagaimana ya.. "
" Aku tidak tau apa kau sudah bercerai dengan pria brengsek itu atau belum. Tapi ada satu hal yang perlu ibu tau, aku tidak akan pernah sudi lagi memanggilnya ayah, dan jika ibu ingin kembali menerimanya di rumah ini, maka aku akan langsung menendang kepalanya, kemudian minggat dari rumah ini " Ujarku yang secara reflek mengutarakan betapa bencinya diri ini kepada ayah.
" Tapi Kana dia ayahmu "
" Apa dia mencarikanku nafkah? Apa dia menjadi tempat bernaung bagi putrinya? Apa dia menulis kan kisah bahagia dalam alur hidupku ini? Aku rasa tidak. Ya, dia memang ayahku, tapi pria itu tidak menjalankan kewajibannya maka dia tidak layak menerima haknya dariku "
" Kana, sebenarnya ayahmu itu.. "
" Cukup " Aku menggebrak meja dengan sangat keras, emosiku begitu meluap karena ibu membahas pria tolol yang begitu aku benci itu " Begini saja, kau adalah kepala keluarga rumah ini, aku tidak punya hak untuk melarangmu membawa laki-laki itu kemari, silahkan ajak ayah tinggal di sini lagi, silahkan rujuk dengannya jika memang kalian bercerai. Tapi, jika kau membawanya ke sini, maka aku lah yang akan pergi. Pilih lah, aku atau dia "
Aku pun bangkit dari duduk dan segera melangkah meninggalkan dapur. Aku tidak percaya jika lisan ini benar-benar membentaknya, sial apa sekarang aku sudah menjadi anak durhaka? Semoga ibu tidak sakit hati dan mengutuk ku jadi batu. Maafkan aku bu, sungguh aku hanya tidak ingin kau kembali menderita.
Setelah itu ibu tidak pernah membahas ayah lagi, aku sempat meminta maaf padanya tapi seperti biasa justru ibu lah yang malah mengaku salah dan meminta maaf jauh kepadaku. Sejak saat itupun Aku memutuskan untuk tidak pernah lagi mengungkit segala sesuatu mengenai pria itu.
Aku merasa sangat bodoh sekarang. Karena ternyata malah diri ini lah yang pertama kali membahasnya kembali. Kakiku melangkah dengan begitu beratnya ke dapur, hatiku tengah berada di dalam kondisi yang sangat tidak karuan, sekali lagi lisan ini membentak wanita baik hati itu.
Aku menunggu ibu di meja makan, setelah sepuluh menit berlalu ibupun muncul dan langsung ikut duduk. Tangannya mulai menyendok nasi dan lauk yang aku hidangkan, kemudian menyantapnya dengan begitu lahap.
" Bu, maafkan aku karena telah membentakmu tadi " Ujarku yang langsung mengutarakan rasa bersalah yang semula begitu nyaman bersarang di dalam hati.
" Terima kasih karena kau mau minta maaf, Kana " Ujarnya sambil tersenyum.
" Bagaimanapun aku tidak bisa memaafkan ayah, karena dulu dia selalu saja menyakiti orang yang begitu aku cintai ini "
" Ya, dia memang kerap kali menyarangkan tinjunya itu kepadaku. Tapi percayalah nak, aku tidak pernah bisa membencinya "
" Kenapa? "
" Akan panjang jika aku menjelaskannya sekarang. Ibu berjanji akan menjelaskannya padamu nanti. Intinya dia adalah pria yang baik baginsudut pandang ibu "
Aku tidak perlu penjelasan apapun, bagiku ibu lah yang terlalu memandang positif sifat ayah sehingga seburuk apapun perbuatannya ibu akan tetap menganggapnya baik. Tapi aku tidak mau mengutarakan pemikiran ini kepadanya. Sekarang aku hanya harus mengangguk tanda jika diri ini mengerti akan ucapannya dan menunggu malam nanti untuk mendengarkan ocehannya tentang ayah.
" Nah, sekarang saatnya bekerja " Ujarnya setelah melahap habis hidangan yang aku buat. " Masakanmu enak sepeti biasanya "
" Terima kasih "
" Oh iya, hari ini sepertinya ibu akan mendapat bonus. Jadi aku akan memberikanmu laptop " Ujarnya.
" Ayo lah bu. Dari pada untuk membeli laptop, lebih baik uang bonus itu ibu gunakan untuk membeli beras. Lagi pula aku tidak membutuhkan benda itu " Ujarku.
" Kana, aku tau kau kesusahan tiap kali mendapat tugas untuk mencari artikel di internet. Apa kau pikir ibu tega membiarkan putri ke sayangannya kesulitan? sementara dirimu terus melayaniku dengan baik? Kita memang tidak kaya, tapi untuk memenuhi kebutuhanmu, aku akan berusaha sebaik mungkin"
" Tapi "
" Mungkin aku hanya bisa memberikanmu laptop bekas. Tapi pergunakanlah benda itu sebaik mungkin, aku berjanji akan membelikannya untukmu sepulang kerja nanti "
" Terima kasih bu "
Sejujurnya hatiku merasa sangat senang, karena pada akhirnya aku tidak perlu lagi menyewa biling di warnet ketika ingin mengerjakan tugas sekolah yang mengharuskanku mencari artikel di internet. Semoga laptop itu tidak membebani nya karena sudah begitu banyak beban yang harus wanita ini tanggung.
" Kalau begitu ibu berangkat dulu " Ujar ibu sambil mulai beranjak dari dapur.
Aku menemaninya keluar rumah, membuka gerbang saat Ibu mulai mengeluarkan motornya dari ruang tamu. Ibu menyalakan motor, memakai helm dan bersiap untuk meluncur ke tempat kerjanya.
" Sampai jumpa lagi "
" Sampai jumpa lagi " Ujarnya sambil menancap gas motor. Wanita itupun pergi meninggalkan rumah.
" Hati-hati di jalan bu "
Di sinilah semua bermula....
Menurutmu, seberapa bermakna kah ucapan " Sampai Jumpa lagi " ? Mungkin bagi sebagian orang kalimat tersebut hanyalah rangkaian kata yang nilainya tidak lebih dari sekedar formalitas. Ucapan yang secara reflek terlontar saat kita mengakhiri kebersamaan, atau sebuah ujaran rutin yang selalu mengiringi perpisahan kita dengan seseorang. Kalimat yang begitu ringan untuk di ucapkan sehingga banyak orang yang tidak menyadari betapa beratnya makna yang terkandung dalam kalimat tersebut, termasuk diriku
Langit begitu indah sore ini, lembayun merah yang biasa mengiringi terlelapnya Sang mentari sedang terlukis dengan begitu sempurna, sehingga sangat layak untuk di nikmati oleh para manusia yang mulai mengakhiri hari. Namun, apa yang aku alami di sore ini tidak lah sesempurna karya Tuhan yang berjudul kan " Rona sore hari " Itu.
Sialnya keindahan itu berbanding terbalik dengan alur takdirku. Salah satu rahasia langit yang bernama maut baru saja mengunjungi ibuku, sosok tak kasat mata itu menjemput ruh miliknya untuk kembali bersama ke langit dan menemui Sang Pencipta.
Ibuku telah tiada..
Pergi begitu jauh hingga upaya apapun yang diri ini lakukan tidak akan mampu lagi meraihnya.
Diubah oleh Rebek22 27-08-2021 18:58
sisinin dan 26 lainnya memberi reputasi
23
14.7K
147
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Rebek22
#29
5. Analogi Cabai dan takdir
Kanaria
Menurutmu bagaimana kah bentuk dari takdir? Ada seseorang yang pernah berkata kepadaku jika bentuk dari salah satu rahasia langit itu berupa benang berwarna merah. Benang itu menjulur ke segala arah, dan mengikat banyak raga yang dirinya jumpai.
Manusia tidak akan pernah menyadari lilitan benang itu ketika telah mengikat dirinya. Sesekali benang itu akan mengencang sehingga raga yang terikat mau tidak mau bergerak ke arah di mana benang itu nantinya akan mengendur. Itu lah perannya, menuntun setiap orang yang telah terikat untuk saling bertemu, lalu membuat sebuah hubungan dan menyatukan alur dalam kisah mereka.
Jika kalian menganggap jawaban dari pertanyaan tadi aku dapatkan dari buku The jorney of Necromancer maka itu merupakan kesalahan ( rasanya bosan jika aku membahas buku itu terus bukan?) Jawaban tadi aku dapatkan dari Ana, diri ini bisa begitu mengingat kata-kaya itu karena entah mengapa lisan gadis itu sering sekali mengatakan hal tersebut.
Ketika aku menanyakan penyebab mengapa dirinya begitu sering mengatakan hal tadi, Ana menjawabnya dengan sesuatu yang membuat diri ini langsung merasa tidak enak kepadanya.
" Itu adalah kata-kata terakhir yang mendiang ayahku ucapkan " Ujarnya kaka itu.
Sejak saat itu aku tidak mau membahas lagi muasal rangkaian kata indah mengenai takdir yang sering Ana ucapkan itu. Aku yakin, kata-kata tadi merupakan petuah yang sangat berharga bagi Ana, karena bagaimanapun ucapan itu berasal dari sang ayah yang kini telah tiada.
Jika bicara mengenai takdir, bagiku Ana sangat layak untuk di anggap sebagai korban yang begitu sering di permainkan oleh salah satu rahasia langit itu. Dia pernah bercerita kepadaku mengenai alur hidupnya yang di penuhi dengan begitu banyak kehilangan.
Sang ibu meninggal saat melahirkan adiknya, lalu empat tahun kemudian ayah Ana tewas di depan matanya sendiri dan secara mengenaskan. Aku tidak tau detail pastinya, yang jelas Ana berkata jika kejadian itu terjadi dalam sebuah kecelakaan kapal. Setelah sempurna menjadi yatim piatu, dia seharusnya di asuh oleh seseorang yang telah di mintai tolong oleh ayahnya, namun Orang yang di beri amanah untuk mengasuhnya itu malah menghilang.
Kisahnya benar-benar memiliki alur yang di penuhi derita. Membayangkan diri ini menjumpai begitu banyak kehilangan seperti Ana saja sudah bisa membuatku gila, apa lagi mengalaminya sendiri?
Kehilangan ibu saja sudah membuat hatiku sangat sakit, apa lagi jika kedua orang tuaku? Di tambah lagi Ana harus menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana salah satu di antara orang yang begitu dirinya sayangi tewas. Sial, Sekuat apakah sebenarnya mental gadis itu?
Walaupun demikian, Ana selalu mampu menganggap takdir sebagai sesuatu yang bisa memberikan dampak positif bagi hidupnya. Gadis itu tidak pernah sekalipun berfikir untuk membenci takdir. Aku mengetahui hal itu karena pernah bertanya langsung kepadanya.
" Ana, Apakah kau membenci takdir? "
" Tentu saja tidak " Ana menjawab dengan begitu santainya.
" Mengapa kau tidak membencinya? Jika aku ada di posisimu, maka diri ini akan sangat membencinya karena berulang kali membuatku menjumpai kehilangan "
" Kana, Apakah kau membenci cabai? " Kala itu Ana malah mengajukan pertanyaan balik kepadaku.
" Tentu saja tidak, mengapa aku harus membenci sebuah cabai? "
" Hoi bukan kah buah itu pedas? "
" Ya aku cukup suka rasa pedas "
" Mengapa kau bisa suka rasa pedas? Padahal pengertian pedas adalah sensasi terbakar yang di rasakan lidah? Kata kan padaku Kana, mengapa kau dan kebanyakan orang menyukai pedas? Padahal pada dasarnya rasa itu membuatmu tersiksa? "
" Hei kenapa kita malah jadi membahas rasa pedas? Bukan takdir? Ayolah memang begitulah cabai, rasanya pedas, dan jika kau bertanya padaku kenapa aku menyukainya padahal buah itu menyiksa mulut, maka Jawaban yang akan lisan ini lontarakan adalah ya sudah dari sananya begitu "
" Haha. Bagiku takdir sama seperti cabai, rasanya pedas. Tetapi walaupun tau cabai itu pedas dan menghasilkan sensai terbakar dalam mulut, manusia tetap mau memakannya bahkan ada yang sangat menggemari buah tersebut. Mungkin kau akan bertanya di mana letak kesamaan antara takdir dan cabai? Ya pada intinya aku tidak bisa membenci takdir, sama seperti dirimu yang tidak bisa membenci cabaicabai walaupun buah itu menyiksa mulut. Alasannya sama, sebab memang begitulah dari sananya "
" Ma.. Maksudmu "
" Tuhan menciptakan cabai dengan rasa pedas, kita tidak bisa protes atau mempertanyakan mengapa sang Maha pencipta menciptakan buah itu. Sebagai manusia, yang harus kita lakukan bukan lah mempertanyakan, sebab ilmu kita tidak akan sebanding dengan mereka yang ada di langit. Tugas kita adalah mencari hikmah dan pembelajaran dari buah tersebut. Apa kau setuju dengan ucapanku? "
" Ya, aku setuju "
" Sama halnya dengan takdir, pantas kah kita mempertanyakan bahkan memprotes kehendaknya, sementara sosok tak kasat mata itu merupakan ciptaan Tuhan yang kastanya jauh lebih tinggi dari pada cabai? Ya, tugas kita bukan membencinya, sebab sekejam apapun dirinya memperlakukan alur kehidupan ku, ya memang begitulah dia. Sekarang hanya tinggal bagaimana diri ini menemukan hikmah yang terselip di dalamnya "
Hebat bukan jawaban gadis itu? Ya Walaupun analoginya mungkin terdengar asal karena dia menyamakan takdir dengan cabai. Ucapan Ana kala itu benar-benar sampai kehati ini dan entah mengapa analogi konyol tadi mampu begitu saja dii Terima oleh nalarku. Dia benar, ya memang seperti itulah takdir jadi kenapa harus membencinya? Bukan kah terlihat bodoh jika ada orang yang menghujat cabai karena dia pedas?
Mungkin karena analogi itu juga lah, Ana bisa menerima masa lalunya. Dia mampu membiarkan apa yang sudah berlalu, mengikhlaskan mereka yang pergi, hingga mengubah luka menjadi sebuah pembelajaran.
Ana juga mampu membuat masa sekarang menjadi lebih baik dengan menjadikan pembelajaran di masa lalu sebagai acuan. Sikap dewasa dan rasa pedulinyaa terhadap orang lain yang terlampau tinggi merupakan bukti jika dirinya telah belajar dari pengalaman.
Oh iya, setelah Ana kehilangan segalanya, takdir sepertinya mulai berkenan untuk menunjukan titik terang dari badai dasyat yang menghantam alur kehidupannya. Seorang tim SAR yang waktu itu menyelamatkan Ana dari kecelakaan kapal berkenan untuk merawat dirinya.
Kehidupan baru Ana pun di mulai, dan bisa di bilang alur baru yang dirinya tapai berbeda seratus delapan puluh derajat dengan alur lamanya. Setelah menjumpai begitu banyak kehilangan, Tuhan pun berbaik hati dan menempatkannya di keluarga baru yang begitu menyayanginya. Ana tumbuh bisa tumbuh tanpa kekurangan apapun hingga saat ini.
Aku cukup dekat dengan Ana, ya walaupun hubungan kami tidak seperti yang ada di antara aku dengan Amel dan kawan-kawan. Hubungan kami bisa di bilang cukup unik, aku sering mampir ke rumah Ana ketika ingin bertemu ibu lebih awal, sebab di sana lah bisanya wanita itu nongkrong sebentar sebelum pulang.
Setiap kali aku mampir, Bu Shinta selalu menyambut diri ini. Dia adalah pemilik warung makan tempat biasa ibu nongkrong, sekaligus ibu angkat Ana. Dia benar-benar wanita yang baik, suami bu shinta sudah lama meninggal oleh karena itu lah dia berperan sebagai pencari nafkah bagi keluarganya.
Saat aku mampir, Ana juga selalu ada di warung. Dia membantu ibunya melayani pelanggan, maka dari itu para supir busway termasuk ibu mengenal Ana. Jika sedang tidak ada pelanggan Ana akan menghampiriku dan muali mengajak diri ini ngobrol.
Sekarang bisa kah aku tetap dekat dengan Ana? Bagaimanapun diri ini sudah tidak punya alasan lagi untuk mampir ke warungnya di sore hari, karena ibu telah tiada. Sejujurnya aku agak bigung karena Ana sekarang ada di hadapan diri ini, bagaimanapun baru kemarin malam aku melihat berita mengenai dirinya yang sedang beraksi di yogyakarta.
" Yo? " Sapanya.
" Tunggu kau benar-benar Ana kan? " Ujarku menanyakan sesuatu yang aneh.
" Tentu saja bodoh "
" Bukan kah seharusnya kau berada di Yogyakarta? " Tanyaku lagi.
" Aku di minta pulang karena ibu dan Odi sakit "
" Odi? Lantas mengapa dia ikut ke mini market? " Tanyaku sambil memandangi Odi yang terlihat sehat.
" Giginya sakit, dan dia sangat rewel sehingga berpotensi mengganggu ibu yang harus banyak beristirahat "
" Aku tidak rewel " Odi mengutarakan pembelaan.
" Hoh? Kalau begitu bagaimana jika besok kita ke dokter gigi? " Ujar Ana sambil tersenyum sinis.
" Tidak mau "
" Dasar rewel " Ana dengan iseng menyentuh pipi kiri odi. Gadis kecil itu langsung menjerit kesakitan, sepertinya di sana lah letak bengkak akibat gigi berlubang odi.
" Kau kejam juga ya.... " Ujarku sambil menggeleng-gelengkan kepala.
" Kana, aku turut prihatin dengan apa yang terjadi pada mamah. Maafkan aku karena kemarin tidak bisa hadir ke upacara pemakaman ibumu " Ujarnya sambil melangkah mendekati diri ini, kemudian memeluk tubuhku.
" Tidak apa-apa Ana " Aku membalas pelukan hangat si ratu es itu.
" Apa kau baik- baik saja? Sekarang, siapa kah yang akan mengasuhmu? " Tanyanya sambil melepaskan pelukan yang tadi dirinya terapkan kepadaku.
" Aku akan tinggal bersama ayah, besok kami akan pindah "
" P.. Pindah? " Ana terlihat sangat terkejut ketika aku mengatakan hal tadi.
" Iya, memangnya ada apa? "
" Pindah kemana? Apakah sekolahmu juga akan pindah? Apakah kita tidak akan bisa bertemu lagi? "
" Ayah bilang, lokasinya tidak jauh dari sini. Jadi aku tidak perlu pindah sekolah "
" Syukurlah kalau begitu " Wajah ratu es itu nampak lega mendengar penjabaran ku. Apakah dia merasa sedikit jika aku pindah?
" Kak, aku ke kasir duluan ya.." Ran yang mungkin tidak mau mengganggu kami memutuskan untuk beranjak ke meja kasir.
" Ran, ini kartu E-tol milik ayah " Aku menyerahkan kartu E-tol kepada Ran.
" Kau mau beli minuman? "
" Aku mau kopi hitam "
" He? Seleramu tidak seimut wajah itu "
" Hoi apa maksudmu adik bodoh? "
" Haha lupakan " Wujud Ran pun menghilang, di balik rak-rak yang penuh dengan barang-barang itu.
" Siapa dia? " Tanya Ana penasaran.
" Adik angkat ku? "
" He? Ayahmu membawa seorang adik dari pernikahan keduanya? "
Respond yang wajar, bagaimanapun memiliki adik angkat artinya ayah atau ibumu menikah lagi. Sepertinya jarang ada yang seperti keluargaku, di persatukan bukan karena ayah menikahi ibu kandung Ran dan Akan, melainkan penebusan dosa ayah.
" Ceritanya panjang, jadi bagaimana kalau kita ngobrol di luar " Ajakku.
" Baik lah, Odi ada lagi yang mau kau beli? " Tanya Ana
" Aku mau permen " Ujar Odi ruang
" Oh, kalau kau mau permen artinya dirimu siap kedokter gigi "
Kamipun bergegas ke kasir, Ran tidak ada di sana artinya dia sudah selesai membayar dan menungguku di depan. Wujud kak Leo belum juga terlihat, sepertinya memang benar dia tidak bekerja hari ini. Aku menemani Ana dan Odi membayar, untungnya suasana mini market sedang sepi oleh sebab itu tidak ada antrian di depan meja kasir.
" Yo Queen, sedang mengajak apa makan malam kita hari ini " Ujar kasir bergaya rambut ekor kuda itu.
Queen adalah panggilan Ana saat dirinya berada di rumah. Oh iya, rumah Ana sangat lah besar dan memiliki begitu banyak kamar. Dia pernah bercerita, jika rumah itu adalah hadiah dari seseorang yang dulu pernah ayah angkatnya selamatkan. Kalau tidak salah, ayah angkatnya itu adalah seorang pemadam kebakaran.
Karena anggota keluarganya sedikit, ( kalau tidak salah hanya ada Ana, Odi, bu Shinta dan kakanya Ana yang bernama Rai ) Maka bu Shinta memutuskan untuk menyewakan kamar-kamar tersebut. Namun tidak sembarang orang bisa menyewa kamar tersebut, ibunya Ana akan mewawancarai setiap calon penyewa.
Entah apa kriteria nya, yang jelas jika bu Shinta menganggap orang yang mau menyewa kamar itu unik, dia akan menyetujuinya. Oleh sebab itu di rumahnya banyak sekali orang unik ( atau lebih layak di bilang Aneh)
Ana memiliki sifat dewasa, bahkan kedewasaan ya itu sering kali terlihat melampaui usianya. Dia yang bertanggung jawab atas semua penghuni kamar kost, atau bisa di bilang dia induk semang rumahnya. Maka dari itu dia di panggil Queen, atau sang Ratu.
" Aku sangat lelah hari ini, jadi mungkin menu yang simpel saja " Ujar Ana.
" Apakah kalian saling kenal? "Tanyaku bigung.
" Ah, dia kak Mira. Penghuni baru kamar kost rumahku " Ana memperkenalkan sang kasir kepadaku
" Salam kenal " Sahut kak Mira
" Salam kenal juga "
" Kak Mira, aku mau permen " Ujar Odi dengan wajah memelas
" Kau mau kaka hajar? " Ana kembali meluncurkan ultimatum
" Dasar iblis " Umpat Odi.
Melihat ekspresi cemberut odi, aku dan Kak Mira langsung tertawa. Ya ampun, pipi anak itu benar-benar cabi. Usianya sudah kelas lima SD, tapi tetap saja dia terlihat begitu menggemaskan. Aku yakin saat besar nanti dia akan jadi primadona kelas, ya semoga saja Ana tidak menularkan sikap dinginnya kepada sang adik.
" Mira " Seorang Laki-laki yang kebetulan sedang ingin aku temui, tiba-tiba masuk ke dalam mini market. Yup, Laki-laki itu adalah kak Leo, dia mengenakan jaket hodie dan bukan seragam yang Artinya persepsiku benar, dia tidak ada shift hari ini.
" Yo komandan, ada apa? " Tanya kak Mira ketus.
" Aku ingin kau membuat baju, untuk.... " Ucapan kak Leo terhenti ketika mendapati diriku ada di mini market.
" Hai " Sapaku.
" Binggo. Mira, segera ukur badan anak ini " Perintah kak Leo.
" Eh? Mengapa aku harus mengukur tubuh teman induk semangkuk? " Tanya kak Mira bigung.
" Dialah Diva kita, Kanaria " Ujar kak Leo sambil meletakkan tangannya di bahu kiriku.
" Diva? " Ujar Ana dan Odi secara bersamaan.
" Yup, Kana apa kah sore ini kau senggang? " Tanya kak Leo
" Se.. Senggang " Jawabku.
" Bagus, kalau begitu setelah ini ikut lah denganku "
" Eh? " Ujarku.
Kenapa pria ini hoby sekali melakukan sesuatu secara mendadak? Tiba-tiba menyuruh orang mengukur tubuhku, kemudian meminta diri ini untuk ikut dengannya.
" Kana, jangan percaya begitu saja dengan orang ini. Dia mencurigakan " Ujar Ana
" Predator " Ujar Odi.
" Haha tenang saja, dia memang agak aneh tapi pria ini bukan lah orang jahat " Kak Mira berusaha memperbaiki persepsi Odi dan Ana terhadap kak Leo.
" Kau benar. Awalnya aku juga menganggap dia mencurigakan. Namun aslinya dia baik "
" Oh begitu "
" Kana, mungkin ini agak mendadak. Tapi maukah kau tampil lusa nanti? " Ujar kak Leo.
" Hah? "
Sial, dia memang orang yang suka sekali dengan hal dadakan. Menyuruhku tampil esok lusa? Wow amazing..
Menurutmu bagaimana kah bentuk dari takdir? Ada seseorang yang pernah berkata kepadaku jika bentuk dari salah satu rahasia langit itu berupa benang berwarna merah. Benang itu menjulur ke segala arah, dan mengikat banyak raga yang dirinya jumpai.
Manusia tidak akan pernah menyadari lilitan benang itu ketika telah mengikat dirinya. Sesekali benang itu akan mengencang sehingga raga yang terikat mau tidak mau bergerak ke arah di mana benang itu nantinya akan mengendur. Itu lah perannya, menuntun setiap orang yang telah terikat untuk saling bertemu, lalu membuat sebuah hubungan dan menyatukan alur dalam kisah mereka.
Jika kalian menganggap jawaban dari pertanyaan tadi aku dapatkan dari buku The jorney of Necromancer maka itu merupakan kesalahan ( rasanya bosan jika aku membahas buku itu terus bukan?) Jawaban tadi aku dapatkan dari Ana, diri ini bisa begitu mengingat kata-kaya itu karena entah mengapa lisan gadis itu sering sekali mengatakan hal tersebut.
Ketika aku menanyakan penyebab mengapa dirinya begitu sering mengatakan hal tadi, Ana menjawabnya dengan sesuatu yang membuat diri ini langsung merasa tidak enak kepadanya.
" Itu adalah kata-kata terakhir yang mendiang ayahku ucapkan " Ujarnya kaka itu.
Sejak saat itu aku tidak mau membahas lagi muasal rangkaian kata indah mengenai takdir yang sering Ana ucapkan itu. Aku yakin, kata-kata tadi merupakan petuah yang sangat berharga bagi Ana, karena bagaimanapun ucapan itu berasal dari sang ayah yang kini telah tiada.
Jika bicara mengenai takdir, bagiku Ana sangat layak untuk di anggap sebagai korban yang begitu sering di permainkan oleh salah satu rahasia langit itu. Dia pernah bercerita kepadaku mengenai alur hidupnya yang di penuhi dengan begitu banyak kehilangan.
Sang ibu meninggal saat melahirkan adiknya, lalu empat tahun kemudian ayah Ana tewas di depan matanya sendiri dan secara mengenaskan. Aku tidak tau detail pastinya, yang jelas Ana berkata jika kejadian itu terjadi dalam sebuah kecelakaan kapal. Setelah sempurna menjadi yatim piatu, dia seharusnya di asuh oleh seseorang yang telah di mintai tolong oleh ayahnya, namun Orang yang di beri amanah untuk mengasuhnya itu malah menghilang.
Kisahnya benar-benar memiliki alur yang di penuhi derita. Membayangkan diri ini menjumpai begitu banyak kehilangan seperti Ana saja sudah bisa membuatku gila, apa lagi mengalaminya sendiri?
Kehilangan ibu saja sudah membuat hatiku sangat sakit, apa lagi jika kedua orang tuaku? Di tambah lagi Ana harus menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana salah satu di antara orang yang begitu dirinya sayangi tewas. Sial, Sekuat apakah sebenarnya mental gadis itu?
Walaupun demikian, Ana selalu mampu menganggap takdir sebagai sesuatu yang bisa memberikan dampak positif bagi hidupnya. Gadis itu tidak pernah sekalipun berfikir untuk membenci takdir. Aku mengetahui hal itu karena pernah bertanya langsung kepadanya.
" Ana, Apakah kau membenci takdir? "
" Tentu saja tidak " Ana menjawab dengan begitu santainya.
" Mengapa kau tidak membencinya? Jika aku ada di posisimu, maka diri ini akan sangat membencinya karena berulang kali membuatku menjumpai kehilangan "
" Kana, Apakah kau membenci cabai? " Kala itu Ana malah mengajukan pertanyaan balik kepadaku.
" Tentu saja tidak, mengapa aku harus membenci sebuah cabai? "
" Hoi bukan kah buah itu pedas? "
" Ya aku cukup suka rasa pedas "
" Mengapa kau bisa suka rasa pedas? Padahal pengertian pedas adalah sensasi terbakar yang di rasakan lidah? Kata kan padaku Kana, mengapa kau dan kebanyakan orang menyukai pedas? Padahal pada dasarnya rasa itu membuatmu tersiksa? "
" Hei kenapa kita malah jadi membahas rasa pedas? Bukan takdir? Ayolah memang begitulah cabai, rasanya pedas, dan jika kau bertanya padaku kenapa aku menyukainya padahal buah itu menyiksa mulut, maka Jawaban yang akan lisan ini lontarakan adalah ya sudah dari sananya begitu "
" Haha. Bagiku takdir sama seperti cabai, rasanya pedas. Tetapi walaupun tau cabai itu pedas dan menghasilkan sensai terbakar dalam mulut, manusia tetap mau memakannya bahkan ada yang sangat menggemari buah tersebut. Mungkin kau akan bertanya di mana letak kesamaan antara takdir dan cabai? Ya pada intinya aku tidak bisa membenci takdir, sama seperti dirimu yang tidak bisa membenci cabaicabai walaupun buah itu menyiksa mulut. Alasannya sama, sebab memang begitulah dari sananya "
" Ma.. Maksudmu "
" Tuhan menciptakan cabai dengan rasa pedas, kita tidak bisa protes atau mempertanyakan mengapa sang Maha pencipta menciptakan buah itu. Sebagai manusia, yang harus kita lakukan bukan lah mempertanyakan, sebab ilmu kita tidak akan sebanding dengan mereka yang ada di langit. Tugas kita adalah mencari hikmah dan pembelajaran dari buah tersebut. Apa kau setuju dengan ucapanku? "
" Ya, aku setuju "
" Sama halnya dengan takdir, pantas kah kita mempertanyakan bahkan memprotes kehendaknya, sementara sosok tak kasat mata itu merupakan ciptaan Tuhan yang kastanya jauh lebih tinggi dari pada cabai? Ya, tugas kita bukan membencinya, sebab sekejam apapun dirinya memperlakukan alur kehidupan ku, ya memang begitulah dia. Sekarang hanya tinggal bagaimana diri ini menemukan hikmah yang terselip di dalamnya "
Hebat bukan jawaban gadis itu? Ya Walaupun analoginya mungkin terdengar asal karena dia menyamakan takdir dengan cabai. Ucapan Ana kala itu benar-benar sampai kehati ini dan entah mengapa analogi konyol tadi mampu begitu saja dii Terima oleh nalarku. Dia benar, ya memang seperti itulah takdir jadi kenapa harus membencinya? Bukan kah terlihat bodoh jika ada orang yang menghujat cabai karena dia pedas?
Mungkin karena analogi itu juga lah, Ana bisa menerima masa lalunya. Dia mampu membiarkan apa yang sudah berlalu, mengikhlaskan mereka yang pergi, hingga mengubah luka menjadi sebuah pembelajaran.
Ana juga mampu membuat masa sekarang menjadi lebih baik dengan menjadikan pembelajaran di masa lalu sebagai acuan. Sikap dewasa dan rasa pedulinyaa terhadap orang lain yang terlampau tinggi merupakan bukti jika dirinya telah belajar dari pengalaman.
Oh iya, setelah Ana kehilangan segalanya, takdir sepertinya mulai berkenan untuk menunjukan titik terang dari badai dasyat yang menghantam alur kehidupannya. Seorang tim SAR yang waktu itu menyelamatkan Ana dari kecelakaan kapal berkenan untuk merawat dirinya.
Kehidupan baru Ana pun di mulai, dan bisa di bilang alur baru yang dirinya tapai berbeda seratus delapan puluh derajat dengan alur lamanya. Setelah menjumpai begitu banyak kehilangan, Tuhan pun berbaik hati dan menempatkannya di keluarga baru yang begitu menyayanginya. Ana tumbuh bisa tumbuh tanpa kekurangan apapun hingga saat ini.
Aku cukup dekat dengan Ana, ya walaupun hubungan kami tidak seperti yang ada di antara aku dengan Amel dan kawan-kawan. Hubungan kami bisa di bilang cukup unik, aku sering mampir ke rumah Ana ketika ingin bertemu ibu lebih awal, sebab di sana lah bisanya wanita itu nongkrong sebentar sebelum pulang.
Setiap kali aku mampir, Bu Shinta selalu menyambut diri ini. Dia adalah pemilik warung makan tempat biasa ibu nongkrong, sekaligus ibu angkat Ana. Dia benar-benar wanita yang baik, suami bu shinta sudah lama meninggal oleh karena itu lah dia berperan sebagai pencari nafkah bagi keluarganya.
Saat aku mampir, Ana juga selalu ada di warung. Dia membantu ibunya melayani pelanggan, maka dari itu para supir busway termasuk ibu mengenal Ana. Jika sedang tidak ada pelanggan Ana akan menghampiriku dan muali mengajak diri ini ngobrol.
Sekarang bisa kah aku tetap dekat dengan Ana? Bagaimanapun diri ini sudah tidak punya alasan lagi untuk mampir ke warungnya di sore hari, karena ibu telah tiada. Sejujurnya aku agak bigung karena Ana sekarang ada di hadapan diri ini, bagaimanapun baru kemarin malam aku melihat berita mengenai dirinya yang sedang beraksi di yogyakarta.
" Yo? " Sapanya.
" Tunggu kau benar-benar Ana kan? " Ujarku menanyakan sesuatu yang aneh.
" Tentu saja bodoh "
" Bukan kah seharusnya kau berada di Yogyakarta? " Tanyaku lagi.
" Aku di minta pulang karena ibu dan Odi sakit "
" Odi? Lantas mengapa dia ikut ke mini market? " Tanyaku sambil memandangi Odi yang terlihat sehat.
" Giginya sakit, dan dia sangat rewel sehingga berpotensi mengganggu ibu yang harus banyak beristirahat "
" Aku tidak rewel " Odi mengutarakan pembelaan.
" Hoh? Kalau begitu bagaimana jika besok kita ke dokter gigi? " Ujar Ana sambil tersenyum sinis.
" Tidak mau "
" Dasar rewel " Ana dengan iseng menyentuh pipi kiri odi. Gadis kecil itu langsung menjerit kesakitan, sepertinya di sana lah letak bengkak akibat gigi berlubang odi.
" Kau kejam juga ya.... " Ujarku sambil menggeleng-gelengkan kepala.
" Kana, aku turut prihatin dengan apa yang terjadi pada mamah. Maafkan aku karena kemarin tidak bisa hadir ke upacara pemakaman ibumu " Ujarnya sambil melangkah mendekati diri ini, kemudian memeluk tubuhku.
" Tidak apa-apa Ana " Aku membalas pelukan hangat si ratu es itu.
" Apa kau baik- baik saja? Sekarang, siapa kah yang akan mengasuhmu? " Tanyanya sambil melepaskan pelukan yang tadi dirinya terapkan kepadaku.
" Aku akan tinggal bersama ayah, besok kami akan pindah "
" P.. Pindah? " Ana terlihat sangat terkejut ketika aku mengatakan hal tadi.
" Iya, memangnya ada apa? "
" Pindah kemana? Apakah sekolahmu juga akan pindah? Apakah kita tidak akan bisa bertemu lagi? "
" Ayah bilang, lokasinya tidak jauh dari sini. Jadi aku tidak perlu pindah sekolah "
" Syukurlah kalau begitu " Wajah ratu es itu nampak lega mendengar penjabaran ku. Apakah dia merasa sedikit jika aku pindah?
" Kak, aku ke kasir duluan ya.." Ran yang mungkin tidak mau mengganggu kami memutuskan untuk beranjak ke meja kasir.
" Ran, ini kartu E-tol milik ayah " Aku menyerahkan kartu E-tol kepada Ran.
" Kau mau beli minuman? "
" Aku mau kopi hitam "
" He? Seleramu tidak seimut wajah itu "
" Hoi apa maksudmu adik bodoh? "
" Haha lupakan " Wujud Ran pun menghilang, di balik rak-rak yang penuh dengan barang-barang itu.
" Siapa dia? " Tanya Ana penasaran.
" Adik angkat ku? "
" He? Ayahmu membawa seorang adik dari pernikahan keduanya? "
Respond yang wajar, bagaimanapun memiliki adik angkat artinya ayah atau ibumu menikah lagi. Sepertinya jarang ada yang seperti keluargaku, di persatukan bukan karena ayah menikahi ibu kandung Ran dan Akan, melainkan penebusan dosa ayah.
" Ceritanya panjang, jadi bagaimana kalau kita ngobrol di luar " Ajakku.
" Baik lah, Odi ada lagi yang mau kau beli? " Tanya Ana
" Aku mau permen " Ujar Odi ruang
" Oh, kalau kau mau permen artinya dirimu siap kedokter gigi "
Kamipun bergegas ke kasir, Ran tidak ada di sana artinya dia sudah selesai membayar dan menungguku di depan. Wujud kak Leo belum juga terlihat, sepertinya memang benar dia tidak bekerja hari ini. Aku menemani Ana dan Odi membayar, untungnya suasana mini market sedang sepi oleh sebab itu tidak ada antrian di depan meja kasir.
" Yo Queen, sedang mengajak apa makan malam kita hari ini " Ujar kasir bergaya rambut ekor kuda itu.
Queen adalah panggilan Ana saat dirinya berada di rumah. Oh iya, rumah Ana sangat lah besar dan memiliki begitu banyak kamar. Dia pernah bercerita, jika rumah itu adalah hadiah dari seseorang yang dulu pernah ayah angkatnya selamatkan. Kalau tidak salah, ayah angkatnya itu adalah seorang pemadam kebakaran.
Karena anggota keluarganya sedikit, ( kalau tidak salah hanya ada Ana, Odi, bu Shinta dan kakanya Ana yang bernama Rai ) Maka bu Shinta memutuskan untuk menyewakan kamar-kamar tersebut. Namun tidak sembarang orang bisa menyewa kamar tersebut, ibunya Ana akan mewawancarai setiap calon penyewa.
Entah apa kriteria nya, yang jelas jika bu Shinta menganggap orang yang mau menyewa kamar itu unik, dia akan menyetujuinya. Oleh sebab itu di rumahnya banyak sekali orang unik ( atau lebih layak di bilang Aneh)
Ana memiliki sifat dewasa, bahkan kedewasaan ya itu sering kali terlihat melampaui usianya. Dia yang bertanggung jawab atas semua penghuni kamar kost, atau bisa di bilang dia induk semang rumahnya. Maka dari itu dia di panggil Queen, atau sang Ratu.
" Aku sangat lelah hari ini, jadi mungkin menu yang simpel saja " Ujar Ana.
" Apakah kalian saling kenal? "Tanyaku bigung.
" Ah, dia kak Mira. Penghuni baru kamar kost rumahku " Ana memperkenalkan sang kasir kepadaku
" Salam kenal " Sahut kak Mira
" Salam kenal juga "
" Kak Mira, aku mau permen " Ujar Odi dengan wajah memelas
" Kau mau kaka hajar? " Ana kembali meluncurkan ultimatum
" Dasar iblis " Umpat Odi.
Melihat ekspresi cemberut odi, aku dan Kak Mira langsung tertawa. Ya ampun, pipi anak itu benar-benar cabi. Usianya sudah kelas lima SD, tapi tetap saja dia terlihat begitu menggemaskan. Aku yakin saat besar nanti dia akan jadi primadona kelas, ya semoga saja Ana tidak menularkan sikap dinginnya kepada sang adik.
" Mira " Seorang Laki-laki yang kebetulan sedang ingin aku temui, tiba-tiba masuk ke dalam mini market. Yup, Laki-laki itu adalah kak Leo, dia mengenakan jaket hodie dan bukan seragam yang Artinya persepsiku benar, dia tidak ada shift hari ini.
" Yo komandan, ada apa? " Tanya kak Mira ketus.
" Aku ingin kau membuat baju, untuk.... " Ucapan kak Leo terhenti ketika mendapati diriku ada di mini market.
" Hai " Sapaku.
" Binggo. Mira, segera ukur badan anak ini " Perintah kak Leo.
" Eh? Mengapa aku harus mengukur tubuh teman induk semangkuk? " Tanya kak Mira bigung.
" Dialah Diva kita, Kanaria " Ujar kak Leo sambil meletakkan tangannya di bahu kiriku.
" Diva? " Ujar Ana dan Odi secara bersamaan.
" Yup, Kana apa kah sore ini kau senggang? " Tanya kak Leo
" Se.. Senggang " Jawabku.
" Bagus, kalau begitu setelah ini ikut lah denganku "
" Eh? " Ujarku.
Kenapa pria ini hoby sekali melakukan sesuatu secara mendadak? Tiba-tiba menyuruh orang mengukur tubuhku, kemudian meminta diri ini untuk ikut dengannya.
" Kana, jangan percaya begitu saja dengan orang ini. Dia mencurigakan " Ujar Ana
" Predator " Ujar Odi.
" Haha tenang saja, dia memang agak aneh tapi pria ini bukan lah orang jahat " Kak Mira berusaha memperbaiki persepsi Odi dan Ana terhadap kak Leo.
" Kau benar. Awalnya aku juga menganggap dia mencurigakan. Namun aslinya dia baik "
" Oh begitu "
" Kana, mungkin ini agak mendadak. Tapi maukah kau tampil lusa nanti? " Ujar kak Leo.
" Hah? "
Sial, dia memang orang yang suka sekali dengan hal dadakan. Menyuruhku tampil esok lusa? Wow amazing..
pangerankodo353 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup