Hingga paruh pertama tahun 2021 ini, pergerakan harga saham masih lesu, tidak seperti tiga bulan terakhir pada 2020 lalu. Harga saham berkapitalisasi besar, sebagian besar malahan melemah atau berjalan di tempat.

Tetapi, ada beberapa saham yang memang menarik perhatian. Umumnya saham itu naik tinggi dan tadinya bukan merupakan emiten terkenal atau emiten besar.

Perhatikanlah  saham-saham yang berbau digital. Baik perbankan digital maupun perusahaan pendukung teknologi digital. Sejak awal tahun, Bursa Efek Indonesia merombak klasifikasi sektor sahamnya, sesuai dengan perkembangan yang ada. Klasifikasi industri tersebut dinamakan IDX Industrial Classification (IDX-IC), pembaruan dari sistem Jakarta Stock Industrial Classification (JASICA) yang digunakan bursa sejak 1996.

Prinsip klasifikasi yang digunakan IDX-IC berdasarkan eksposur pasar. Sedangkan JASICA menggunakan aktivitas ekonomi. Selain itu, struktur klasifikasi IDX-IC lebih rinci lagi. IDX-IC memiliki 4 tingkat klasifikasi yaitu sektor, sub-sektor, industri, dan sub-industri. Jika sebelumnya JASICA mencakup 9 sektor dengan 56 sub sektor turunan,  pada IDX-IC ada 12 sektor dengan 35 sub sektor, 69 industri, dan 130 sub industri. Dengan demikian cakupannya lebih luas.

Salah satu sektor yang dapat dicermati adalah sektor teknologi. Harga beberapa saham dalam sektor ini melejit. Misalnya saja saham DCII. Pada penutupan perdagangan Rabu (16/6) harganya ditutup pada Rp 59.000 per saham. DCII baru masuk bursa Januari 2021 lalu pada harga Rp 420, naiknya sudah lebih dari 14.000%. Saham ini menjadi saham termahal di IDX.

Ada lagi saudaranya, saham EDGE. Saham ini dalam waktu dua pekan terakhir sudah naik 252,4%  dari Rp 11.600 jadi Rp 40.875.

Selain saham di sektor teknologi, saham bank digital juga naik pesat. Lihat saham ARTO. Dulu tidak ada yang melirik saham ini. Setelah diambil alih oleh banker senior Jerry Ng, harga sahamnya semakin menjulang.Sepanjang 2021, harga saham ARTO  naik 233%.

Jadi apakah saham yang naik harganya harus dibeli?

Ada beberapa pertimbangan. Pertama tentu Anda harus mengenal bisnis yang dijalankan oleh emiten tersebut. Beberapa emiten perusahaan teknologi berinvestasi pada pembangunan data center. Apakah Anda paham dengan bisnis data center ? Kalau paham dan yakin, silakan saja.

Selain itu, bagaimana masa depan dari bisnis emiten tersebut ? Saham teknologi dan digital terkait erat dengan bisnis masa depan. Belum ada bank digital yang terbukti berhasil. Tetapi, banyak orang beranggapan bahwa perbankan digital adalah bisnis masa depan sehingga banyak yang menaruh harapan besar pada bisnis new economy ini.

Perhitungan bisnis teknologi digital ini berbeda dengan perhitungan bisnis model lama yang menekankan pada penjualan dan keuntungan. Salah satu perhitungan pada perusahaan teknologi global adalah customer life time value. Misalnya, kalau ada sebuah perusahaan yang memiliki 20 juta pelanggan, dari situ dapat dihitung berapa lama pelanggan itu setia menjadi pelanggan.

Risiko

Semakin tinggi harga saham, semakin besar pula risiko yang mengikutinya. Sudah beberapa kali, saham ARTO turun dalam walapun akhirnya menguat lagi dan mencapai all time highnya.

Perhatikan berapa volume dan frekuensi yang terjadi. Bukan tidak mungkin, transaksi terjadi hanya 1 atau 2 lot saja secara teratur sehingga mampu mengerek harga. 

Bagi investor jangka pendek, menentukan titik stop loss ketat merupakan salah satu cara untuk memitigasi risiko. Fluktuasi harga saham-saham ini sangat tinggi, harga bisa melambung, bisa terbanting. Stop loss ketat akan membuat trading lebih minimal risikonya.

Silakan menimbang-nimbang.