KuratifAvatar border
TS
Kuratif
Sekolah Tatap Muka Berbahaya, yang Kerja Saja Disuruh WFH Kok
KOMPAS.com - Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, menyebutkan, sekolah tatap muka berbahaya untuk dilakukan dalam situasi seperti saat ini. Menurut dia, kekhawatiran ini karena melonjaknya kasus Covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia.

"Ya berbahaya, orang-orang yang kerja saja disuruh work from home (WFH) kok, ini anak-anak masak disuruh sekolah, kan enggak logis," ujar Pandu saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Jumat (18/6/2021) siang.

Menurut rencana Kemendikbud, seluruh sekolah di Indonesia diharapkan dapat menggelar pembelajaran tatap muka terbatas pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai pada Juli 2021. Baca juga: 12.624 Kasus Baru Covid-19 pada 17 Juni.

Pandu menyarankan, sekolah tatap muka sebaiknya bukan hanya ditunda, melainkan jangan dulu dilaksanakan. "Secara psikologis itu enggak mungkin dilaksanakan, orang semuanya lagi gawat kok. Jadi ya (sekolah tatap muka) tidak bisa dilaksanakan," kata dia. Terima kasih telah membaca Kompas.com.

Pemerintah daerah (Pemda) juga diminta untuk tidak mengizinkan penyelenggaraan sekolah tatap muka, apalagi melihat perkembangan kasus Covid-19 yang tengah melonjak seperti saat ini. Alasannya, jika sekolah tatap muka tetap digelar, dikhawatirkan terjadi penularan di antara siswa sekolah maupun guru-guru yang mengajar. "Tetapi misal (Pemda) tetap mengizinkan, kalau sekolahnya enggak mau, ya enggak usah dilakukan," ujar Pandu.

"Risiko terberatnya ya kalau keluar rumah lalu berkerumun, apa yang terjadi? Akan terjadi penularan. Artinya jika tetap dilakukan, akan berbahaya untuk anak-anak, untuk keluarganya, guru-guru yang mengajar juga," kata dia.

Alarm Dihubungi secara terpisah, epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman, juga mengungkapkan hal yang sama. Menurut dia, kembali melonjaknya kasus Covid-19, dapat dijadikan sebagai alarm peringatan agar menghentikan sejumlah aktivitas. "Meledaknya kasus dan meningkatnya angka hunian rumah sakit, itu adalah pertanda bahwa bukan hanya sekolah ya, tapi aktivitas sosial ekonomi harus berhenti," kata dia kepada Kompas.com, Jumat (18/6/2021).

Strategi yang benar, kata Dicky, dengan memutuskan untuk menunda terlebih dulu pembelajaran tatap muka. Berikutnya, pemerintah harus melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mengerem laju penularan virus corona. "PSBB ini yang harus dilakukan, itu yang benar, tetapi ketika hanya mengatakan bahwa sekolah ditutup tapi aktivitas lain dibuka, itu salah besar," kata dia. Baca juga: Aturan Sekolah Tatap Muka Dibuka Juli: Jumlah Murid, Jadwal, dan Durasi Pelajaran

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Sekolah Tatap Muka Berbahaya, yang Kerja Saja Disuruh WFH Kok"", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/202...kok-?page=all.
Penulis : Dandy Bayu Bramasta
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Semua ahli kesehatan dan pemerintah daerah udah menolak sekolah tatap muka. Kalau Nadiem terus memaksakan, berarti dia memang bebal dan enggak pantas jadi mendikbud.
magelys
odjay05
nomorelies
nomorelies dan 2 lainnya memberi reputasi
3
2.4K
96
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.7KThread40.1KAnggota
Tampilkan semua post
The.Lord.of.UniAvatar border
The.Lord.of.Uni
#4
kayaknya pemerintah udah serba salah, apa yang harus dilakuin.

ekonomi udah keteteran, langkah apa lagi yang mau diambil . . . .

covid, mengganas dengan varian baru.

dan satu hal yang seharusnya diperhatikan, dalam hal penanganan covid, masyarakat seolah "tak acuh" dengan himbauan pemerintah. apa penyebabnya?


dalam covid begini, udahlah, tak perlu maksain sekolah tatap muka, sekolah secara daring juga udah bagus, yang penting kembangkan terus metode yang ada.
berfikir secara out of the box lah istilahnya.
ksatriabajaputi
Razhad
Razhad dan ksatriabajaputi memberi reputasi
2
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.