Sepenggal lirik dari salah satu lagu yang mengisi bulan Ramadhan 2018. Juga awal mula keterkenalan dari sebuah grup musik. Mendapatkan beragam penghargaan Musik Indonesia. Grup musik pun semakin melambung dengan banyak fans, suatu hari di masa pemilu grup ini sempat datang ke daerah ane, orang-orang dari gunung turun, penonton membeludak, pokoknya tenar banget deh.

Dua hari yang lalu ane ngedenger kabar dari hp, bahwa sesuatu terjadi pada personil grup musik ini. Eh ane belum kasih bamper sama nyapa para Kaskusers.

Oke lanjut.
Sang vokalis diduga terlibat hubungan asmara dengan anggota grupnya yang sudah beristri. Yang istrinya kemudian minta cerai, akhirnya rame dibincangin oleh kaum nganggur macam ane melalui tempat yang bernama sosial media, seperti Twitter, Tiktok, YouTube, dan lain-lain dan lain-lain.

Kata "Pelakor" pun muncul dalam banyak komen, mengingatkan ane pada kasus Drakor World of The Married. Pada yang bukan kenyataan pun netizen kita sangat fasih dalam melafalkan kata tersebut berikut umpatan, cacian, makian, atau ceramahnya. Itu baru mengomentari suatu hal yang bukan kenyataan, dan bukan orang senegara. Nah bagaimana dengan kisah kali ini yang "diduga" beneran terjadi di dunia nyata dan pada orang senegara. Wah bakalan kayak apa ya hebohnya. Setidaknya di beragam sosial media sudah ramai kubu penghujat pelakor dengan beberapa paragraf kalimat dan variasi kata. Ada juga kubu bijaksana dengan bahasa nasihat yang lugas dan keras, yang lembut dan puitik, dengan menyajikan motivasi serta pesan moral. Oh yaa tak lupa ada juga kubu pembela, yang tugasnya mendebat para penghujat.
Setidaknya dalam kasus semacam ini episentrum nya selalu berada di sisi perempuan yang disebut pelakor. Ane jarang menemukan hujatan untuk laki-laki(suami)nya apalagi sang istri. Istilah pelakor tidak punya definisi yang jelas, sehingga segala bentuk intervensi pihak ketiga akan disamaratakan sebagai pelakor dengan tingkat kebusukan yang sama tanpa perlu memastikan kejadiannya. Istilah pelakor sebagai "perebut laki orang"

Pelakor tentu harus disertai dengan niat merebut agar sah kepelakorannya. Jika perempuan tidak punya niat merebut melainkan minta bagian dari istri sahnya, ia datang ke pasangan suami istri dan melamar suaminya.

Jika seorang suami dengan suka rela mau tanpa paksaan, atau bahkan menggoda seorang perempuan secara sadar maka rasanya istilah pelakor tidak tepat deh.
Coba namanya merebut kan pasti secara paksa dong, kalo lakinya datang sendiri menawarkan diri mengumbar janji.

Apakah kondisi di atas masih bisa disebut merebut, jawabannya bisa ia bisa tidak. Tergantung si perempuannya. Kalo perempuannya menjawab "lanjutkan mas, lanjutkan" berarti ia pelakor. Jika ia menjawab "enggak mas, enggak aku cuma mau jadi istri sah kamu sebagaimana istri mu. "Jadikan aku yang kedua mas, buatlah diriku bahagia mas. Walaupun kau takkan pernah ku miliki selamanya mas. Duduudududu"

Berarti dia gila.

Tapi ya istilah pelakor juga sudah melekat di memori masyarakat, dan sudah sangat di sukai oleh masyarakat negeri ini. Akronim singkat dengan makna yang keras. Bahkan yang masih pacaran dan belum menikah pun menggunakan istilah pelakor untuk mendefinisikan serta menghujat perempuan yang diduga merebut pacarnya.


Sejak dulu pabrik pigur dalam setiap produksi nya selalu dilihat dengan pandangan yang beda. Jika produk yang dirilis bagus orang memujinya dengan berlebihan. Jika pabrik pigur melakukan apa yang dilakukan orang pada umumnya juga tetap disoroti sebagai istimewa. Nah jika produksi dari pabriknya cacat, jelek, buluk, rombeng. Maka hujatannya juga panjang dan menggangu produktifitas para orang umum terlebih para pengangguran dan orang malas, sebab mereka menjadi habis waktunya untuk menghujat, mendebat, mencaci menghina, mencari tahu, kemudian menyebarkannya.
Ane sebagai orang umumpun ikut-ikutan dengan membuat thread ini.


Demikian lah thread ane dibuat hanya berdasarkan asumsi, opini, juga persepsi yang dirangkai bukan untuk menemukan solusi melainkan hanya sebuah aspirasi.

Sumber gambar : google images