yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
Selamat Datang di Trit Kami

私のスレッドへようこそ




TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI TIGA TRIT GUE DAN EMI SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT INI, KAMI DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK (LAGI) DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DI SINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR!


Quote:


Spoiler for MUARA SEBUAH PENCARIAN (TAMAT):


Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (ONGOING):


Spoiler for PERATURAN:


Spoiler for FAQ, INDEX, MULUSTRASI, TEASER:



HAPPY READING! emoticon-Cendol Gan


Quote:
Diubah oleh yanagi92055 01-10-2020 14:23
sotokoyaaa
santet72
al.galauwi
al.galauwi dan 90 lainnya memberi reputasi
81
174.1K
3K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Tampilkan semua post
dissymmon08Avatar border
dissymmon08
#264
TANAH DEWATA(PART 03)
(POV @dissymmon08)


“Takut ya, Mi? Makanya muke lu khawatir gitu?” tanya Bimo yang duduk di samping kanan gue, dekat jendela. Seperti biasa, kayak jaman kuliah dulu kalau kami mau studi lapang, Bimo selalu duduk di samping gue.

Andai gue bisa (dan berani) bilang ke Bimo kalau gue itu bukan takut karena urusan naik pesawat, tapi karena Bang Firzy. Mungkin hati gue ga akan seberat ini. Cuman ya gue ga mau,. Kalau gue cerita sama Bimo, nantinya malah ngulang lagi drama ga penting kayak waktu di Kampus dulu dimana banyak pihak yang 'ngurusin' hubungan kami. Gue cape. Gue ga mau drama begitu lagi.

Lagipula, gue udah gede kali. Gue harus bisa nyelesein masalah gue sendiri. Gue sendiri yang milih buat mau ngelanjutin hubungan sama Bang Firzy. Gue sendiri yang akhirnya mau nerima lamaran dari Bang Firzy dan memutuskan tetep ngelanjutin pernikahan ini, no matter what happenedbeberapa hari kemaren. Berarti ya kalau masih ada masalah antara gue sama Bang Firzy, harusnya tetep gue sendiri yang nyelesein.

Bukan (dengan bantuan) Bimo.

Bukan (dengan bantuan) bokap atau nyokap gue.

Bukan (dengan bantuan) keluarga besar kami masing-masing.

Gue sendiri yang harus ngadepin Bang Firzy. Walaupun mungkin, gue harus nahan-nahan perasaan gue sendiri. Atau gue harus fake smile nerima semua omongan bullshit Bang Firzy. Dan mungkin gue harus menjadi good listener buat Kak Arasti ataupun that f*cking Tifani later. Gue harus ngejalaninnya sendiri.

Kalau ini sebuah kesalahan, biar ini jadi kesalahan gue sendiri. Biar gue sendiri yang nanggung resikonya. Ya walaupun deep down my heart, gue ga ngerasa kalau hubungan dan perjalanan cinta gue ini adalah sebuah kesalahan.

Jadi yang salah siapa?

No. NO. NOOO! Gue ga mau menyalahkan siapapun. Gue ga mau nyalahin Bang Firzy juga kalau misalnya ternyata dia masih juga keep in touch sama cewek lain (yang LOGIKA-nya sih harusnya udah ga ada lagi). Biar gue yang salah. Gue yang terlalu yakin dan percaya sama dia. Gue yang… bodoh?

Mungkin dia begitu karena gue dianggap terlalu neken dia? Gue terlalu banyak aturan? Gue terlalu ngekang dia? Gue terlalu over protektif sama dia? Did I? Tapi dimana KOMUNIKASInya? Kenapa harus diem-diem begini LAGI di belakang? Kenapa ga ngomong langsung aja sama gue?

Ah anj*ng bener ini!

“Mi? Udah airplane mode belum?” tanya Ninda yang tepat ada di samping kiri gue. Rina duduk di sebelah kiri Ninda.

“Eh iya belum… Ini gue mau bilang sama bokap nyokap dulu.” Gue membuka handphone gue.

Quote:


Di sana, ada chatmasuk juga dari Bang Firzy.
Quote:


Kemudian gue kepikiran sesuatu. “Eh gue kan belum sempet nyimpen nomornya Kak Arasti. Apa gue coba chatdia ya? Sebelum gue tau Tifani…” ujar gue dalam hati.

"Eh bentar... Belum kan ya?" Dan ketika gue nyari nama Arasti di contact Whatsapp gue… Nama itu muncul. Padahal gue belum sempet nyimpen nomor dia. Kok bisa? Jelas bisa, siapa lagi kalau bukan Bang Firzy yang simpen.

Kok tau? Gue dan Bang Firzy selalu nyimpen nomor-nomor orang di Google Contact. Gue masukin e-mail Bang Firzy di handphone gue, begitupun sebaliknya. Otomatis, semua nomor yang ada di kontaknya dia akan muncul di kontak gue.

Voila! Bang Firzy berarti chat sama Kak Arasti juga di Whatsapp. Atau mungkin mereka sering teleponan juga. T*i. Kemudian gue iseng nyari nama Tifani… And second voila! Nama itu pun muncul di Whatsapp gue.

“Terus sekarang gue mau gimana? Chat mereka lagi kayak dulu? Atau gue diemin aja kali ini?” tanya gue dalam hati.

“Mi, ayo airplane mode.”

Quote:


“Halah t*i!” gumam gue perlahan. Instead ofgue bales chat Bang Firzy, gue buka Messenger gue dimana gue biasa chat dengan Kak Arasti.

Quote:


Belum sempet gue nyelesein ketikan gue... “Sini handphonelu, gue aja yang airplane mode!” Bimo ambil handphone gue. “Kenapa sih lu? Takut bener Bang Firzy ngilang? Ga kemana-mana doi. Lagian cuman sehari doangan kepisah sama doi sampe takut bener diambil orang. Hahaha.”

“Iya, Bim… Gue takut. Takut gue salah pilih. Takut gue salah percaya. Takut gue salah mencintai orang. Gue takut banget, Bim. Ya Alloh, Bim. Gue beneran takut...” kata gue dalam hati sambil masukin handphone gue ke dalam tas.


XOXOXO



“Alhamdulillah! Ayo foto duluuu!” ketika semua anak bersorak soray karena untuk pertama kalinya bisa menginjakkan kaki di Pulau Dewata ini.


Patung Garuda yang pertama kali gue liat di Bandara
Sumber Gambar


Karena gue sampe sekarang cuma sekali ke Bali (Keitung sopiler ga ya tentang rencana kepindahan gue ke bali? IYKWIM. Hehehe.) jadi gue ga tau sih apakah Patung Garuda (kayak gambar di atas) masih ada apa ga di Bandara Ngurah Rai sana atau apakah semua orang yang landingdi sana pasti harus lewat Patung Garuda ini apa ga. Gue ga tau. Maap. Hehehe.

Setelah puas foto bersama di depan Patung Garuda ini, gue dan Bimo mampir ke toilet dulu untuk membersihkan wajah kami yang muka bantal banget. Toh masih pada nunggu koper Rina dan Ninda dan kebetulan jemputan kami pun belum dateng.

Ga usah nanya ya, gue sama Bimo masuk toilet yang sama atau pisah. Tampol nih kalau ada yang masih tanya! Jelas beda lah! Wkwkwk.

Tebak, apa yang gue liat di toilet saat itu? BULE COY! Ini antrian toilet isinya BULE KABEH! Buset! Hahaha. Untungnya, gue ga cukup norak untuk mendadak minta selfie sama bule-yang-lagi-ngantri-di-toilet-bareng-gue. Hahaha. Gue hanya merasa keren aja saat itu. Berasa lagi ngantri toilet di luar negri, saking ga ada warga lokalnya. Hehehe.

“Oh iya gue masih airplane mode handphone gue.” Gue ambil handphone gue di dalam tas dan auto buka Whatsapp untuk chat Bang Firzy, niat awalnya...

Pas gue baru ngetik sedikit...
Quote:


Mendadak gue terdiam. “Ngapain gue chatdia duluan? Emang dia nunggu chat dari gue? Emang dia beneran khawatir sama gue? Emang dia mau diganggu sama gue?” Gue hapus lagi ketikan gue dan berpaling buat ngecek notifikasi lain yang masuk di handphone.

Quote:


Baru gue mau bales chatdari Kak Arasti… “It’s your turn, Miss.” kata bule di belakang gue. Kalau gue boleh nebak, dia kayaknya dari Eropa karena logatnya British banget.

Ah… I’m sorry. Thank you!” Gue simpen handphone gue lagi ke dalam tas dan menyelesaikan ‘urusan’ gue di kamar mandi dulu sebelum membalas chat-nya Kak Arasti dan chat lainnya dari bokap gue.

Dret. Dret. Dret.

Quote:


Gue sempetin bales chatdari Kak Arasti sebelum fokus ke kerjaan gue dulu.
Quote:


Biar mengalir gini aja… Kita liat, bahasan gue sama Kak Arasti bakalan sampe dimana… Gue ga mau chatekstrim lagi sama cewek yang lagi deket sama Firzy. Biar gue ajak ngobrol baik-baik. Kalau ternyata cewek ini kembali jadi cewek anarkis, entah gue siap untuk bertahan lagi atau harus siap buat melepaskan.


XOXOXO



Welcome to Bali!” sapa seseorang dari kejauhan. Seseorang yang gue kenal dengan baik. Kenapa? Karena beliau adalah klien gue di Jakarta, Bu Kristy.

“Ibu Kris! Jauh-jauh ke Bali ketemu juga di sini. Kirain mister yang jemput… Hahaha.” kata Pak Oscar yang menyempatkan diri cipika cipiki dengan Bu Kristy. Kebiasaan Pak Oscar. Gue, Pak Edward, Bimo, Rina, dan Ninda hanya bersalaman dengan beliau.

“Maaf ya. Karena mobilnya lagi dipake semua, jadinya mobil yang kesisa cuma satu. Driver-nya aja ini saya tarik dari Messengerdi kantor. Soalnya semua driver dipake. Semoga muat ya mobilnya.” kata beliau sambil mengajak kami menghampiri mobilnya.

Di hadapan kami kini ada mobil Suzuki Grand Vitara Tahun 2014 dengan seorang driver yang menawarkan bantuan pada kami untuk memasukkan barang ke bagasi belakang mobil. Pertanyaan gue, muat apa kagak ini? Salah satu bakalan ada yang duduk di belakang, bareng barang-barang. Masa iya kantor sebesar mereka dan punya proyek besar di Bali keabisan mobil operasional dan driver?

“Saya di depan. Bimo paling belakang. Sisanya di tengah ya? Hehehe.” kata Pak Edward yang langsung buru-buru masuk ke singgasananya di samping driver.

“Masa gue paling belakang sih?” tanya Bimo cemberut.

“Masa cewek sih, Bim?” tanya balik Pak Oscar sambil melirik Bu Kristy, gue, Rina, dan Ninda.

“Kenapa ga Pak Oscar aja emang?”

“Masa yang udah tuir duduk di belakang sih, Bim?” ledek Pak Edward.

“Elah! Yaudah gue paling belakang deh. Ngeselin banget sih kalian!” gerutu Bimo sambil masuk ke dalam mobil. Dia sibuk ngeserin barang-barang, terutama koper Rina dan Ninda yang cukup memenuhi seat belakang karena tas kami semua bisa di bagasi belakang.

“Maafin saya ya, Pak Bimo. Nanti saya ajak makan di tempat makan khas sini deh… Khusus Pak Bimo, boleh nambah sepuasnya! Hehehe.” Bu Kristy membujuk Bimo biar ga terus menerus cemberut.

Love you so much, Bim!” kata gue sambil kiss-bye ke Bimo.

“Ngehe lu, Mi!”

Love you more!” Untung gue punya Bimo, yang selalu bisa mengajak gue tersenyum sesuram apapun hati gue saat itu.

“Bisa aja Bu Emi. Hahaha.” Walaupun Bu Kristy sudah tau umur kami semua, tapi demi profesionalitas Bu Kristy akan tetap memanggil kami dengan imbuhan Ibu atau Bapak. Setelah memastikan kami sudah dapat (memaksakan) duduk dengan (diusahakan) nyaman, driver Bu Kristy pun tancap gas menuju destinasi pertama kami.


XOXOXO



Ada yang familiar dengan rumah makan ini? Atau udah pernah kesini? Ya maklum, ini adalah rumah makan yang pertama kali gue singgahi di Bali. Jadi selalu apal. Hahaha.


Warung Nasi Ayam Ibu Oki
Sumber Gambar


Ketika kami masuk ke dalam rumah makan ini, kami kembali disuguhkan oleh bule-bule yang bertebaran di rumah makan ini. Gue sih ga masalah dan ga norak juga sampe ngeliatin mereka. Apalagi ngebahas mereka begitu banget. Toh mau bule amrik atau orang Jepang, kita sama-sama manusia yang notabene-nya lagi laper mau makan di rumah makan. Hehehe. Tapi ga dengan Bimo, Rina, Ninda, bahkan Pak Oscar. Mereka sibuk ngomongin bule-bule yang ada di sekitar mereka.

Kenapa? Karena ada bule yang makan cuma make bikini. Ada juga yang makan tapi dadanya kemana-mana. Ada bule cowok yang makan tapi topless. Walaupun banyak juga bule atau orang Asia lain yang tetep berpakaian sopan.

Pengen banget sih gue ingetin mereka buat jangan norak atau komen macem-macem karena mungkin aja mereka pada bisa Bahasa Indonesia. Tapi bodo amat dah. Selama gue ga ikut bertingkah kayak mereka, gue bodo amat. Toh gue dan mereka kebetulan beda meja.

Gue memilih duduk bareng Pak Edward dan Bu Kristy dibanding mereka. Walaupun ujung-ujungnya Bimo akhirnya pindah duduk bareng kami, saat Pak Oscar ngotot nyuruh Bimo foto candidPak Oscar, Rina, dan Ninda dengan background bule pada makan. Orz.

Sambil menunggu makanan kami dianterin, gue kembali mengecek handphone gue. Udah hampir jam 11 siang, tapi masih belum ada satu pun chat dari Bang Firzy yang nanyain kabar gue. Gue ga ngarep dikejar atau gimana sih. Gue cuman... Takut. Khawatir. Bingung. Bawaannya suudzon aja pokoknya. Hmm.

Kemana dia? Tidur? Dimana? Yakin beneran tidur? Apa lagi tidur bareng Tifani buat ngelonin dia? Atau malah bukan lagi sama Tifani, malah lagi sama Kak Arasti? Soalnya Kak Arasti juga ga bales-bales lagi chat gue nih. Elah. Kesel banget gue mikirin ini.

Kring. Kring. Kring.

Quote:


“Halo, A?”

“Kamu udah sampe di Bali kok ga minta dijemput? Jam berapa tadi sampe?”

“Waalaikumsalam, A… Sapa dulu kek. Hahaha.” A Yudi adalah kakak sepupu gue, dari keluarga bokap gue tentunya. Dia adalah anak dari Mang Yani.

Dia pasti khawatir dan cukup khawatir sama gue, karena dulu selama gue di TK gue dititipin sama dia kalau bokap nyokap gue kerja. Dia tinggal beberapa waktu di rumah gue karena dia keterima kerja di salah satu perusahaan di kota tempat gue tinggal. Pas gue mau masuk Sekolah Dasar, dia dapet rejeki keterima kerja di salah satu hotel di Denpasar sekaligus ambil Sekolah Perhotelan. Singkat cerita, kini dia alhamdulillah sudah menjadi General Managerdi salah satu hotel yang masih di sekitaran Denpasar.

“Iya, waalaikumsalam, Mi. Hahaha. Kamu sekarang dimana? Mau dijemput dimana?”

“Emi lagi makan di Nusa Dua, A. Udah dijemput sama klien-nya Emi.”

“Dijemput? Oh iya ya. Kamu teh kesini lagi kerja. Hahaha. Tadi teh Papa kamu kasih tau A Yudi sama Ibud kalau kamu udah sampe di Bali. Ibud lagi terbang ke Makassar, makanya ga bisa jemput kamu. Makanya A Yudi disuruh Ibud jemput kamu. Tapi A Yudi ini lagi ada meeting. Maklum weekend kan rame di hotel, jadi A Yudi lupa mau nanya kamu kapan landing…"

Inget, A Budi alias Ibud? Kakak sepupu gue yang dulu nungguin gue lulus pas SMA karena mau ngebiayain kuliah gue di bidang perhotelan? Yap, ini Ibud yang ini. A Yudi dan A Ibud tinggal (dan kerja) di sini bareng keluarga kecil mereka masing-masing.

“Gapapa A… Ini Emi udah bareng klien kok. Mau urus kerjaan dulu… Ada survey di beberapa tempat hari ini.”

“Nginepnya dimana? Apa mau ke rumah Aa atau mau di hotelnya Aa aja?”

Agak ambigu banget ga sih pertanyaan sepupu gue yang satu ini? Hahaha. “Ga usah, A. Ini Emi masalahnya udah dipesenin hotel sama klien-nya.”

“Yah… Ga mampir kesini gitu? Ke Denpasar?”

“Emi ga tau nih, bakalan ke Denpasar apa ga rutenya. Soalnya padet banget sampe besok Minggu… Kan besok Emi langsung pulang lagi, A.”

“Kamu jauh-jauh dari Jakarta ke Bali terus ga nengokin Aa sama Ibud? Ih sedih banget. Ga kangen sama bocah Bali nu kasep-nya Aa? Ga mau nengokin ciwik-ciwik-nya Ibud?”

“Emang mereka lagi sama Aa?”

“Di rumah masing-masing lah… Yakali dibawa ke hotel, Mi. Hahaha. Yaudah kalau gitu, misalnya kamu sempet mampirlah ke Denpasar yak. Kalau bisa nambah hari mah nambah aje, entar dibayarin Ibud tiket pulang sama penginepannya.”

“Dih kenapa A Ibud? Kenapa ga A Yudi aja? Hahaha.”

“Ibud VP, Mi… Aa mah cuma General Manager. Masih jelata dibandingin Ibud.”

“Apaan sih, A! Hahaha. Yaudah Emi makan dulu ya, A.”

“Iya, kalau ada apa-apa kabarin A Yudi ya…”

“Siap, A!” A Yudi pun langsung menutup teleponnya.

“Siapa, Mi?” tanya Bimo, kepo. Tumben... Biasanya dia nuduh kalau gue angkat telepon pasti dari Bang Firzy.

“Sepupu gue… Dia di Denpasar.”

“Oh kamu ada sepupu di sini?” tanya Pak Edward.

“Di sini kerja doang awalnya. Akhirnya menetap di sini, Pak.”

“Enak banget Bu Emi, kalau ke Bali ga perlu nginep di hotel. Hahaha. Sayang kita ga ada jadwal di Denpasar sih… Kalau ada, Bu Emi ketemu aja sama sepupu-nya aja.” kata Bu Kristy.

“Gapapa, Bu. Belum rejeki aja kumpul sama sepupu… Hehehe.”

“Silahkan…” Makanan pesanan kami pun datang.


Nasi Ayam Ibu Oki
Sumber Gambar


Insya Alloh makanan yang kami pesan ini halal. Soalnya kayaknya ga mungkin Bu Kristy nawarin kita makanan non-halal, melihat gue dan Ninda make kerudung. Hihihi. Ini penampakan nasi ayam Ibu Oki. Ada yang ngiler ngeliat menu ini? Hehehe.

Dret. Dret. Dret.

Quote:


Speechless.

Sumpah ya! Saat itu gue sangat amat speechless. Tangan gue dingin banget rasanya. Detak jantung gue kenceng banget kayaknya. Gue ga tau mau ngetik atau ngomong apa saat itu. Gue... speechless.



Yang gue takutin ternyata bener. Yang gue khawatirin ternyata terjadi. Bang Firzy ngajak ketemuan Kak Arasti pas dia udah nganterin gue pulang ke hotel. Sekarang pertanyaannya dia ngajak ketemuan DI HOTEL apa ga? Terus siapa Tifani? Kalau Kak Arasti batal ketemu sama Bang Firzy, berarti yang diajak ke hotel sama dia cewek yang namanya Tifani gitu?

Ya Alloh. Semoga gue masih bisa tetep fokus ngerjain kerjaan gue sampe selesai. Jangan nangis. Jangan nangis. GUE GA BOLEH NANGIS! BIG GIRLS DON’T CRY. Iya kan???
Diubah oleh dissymmon08 12-02-2021 10:38
panda2703
kaduruk
caporangtua259
caporangtua259 dan 16 lainnya memberi reputasi
17
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.