• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Katanya Tanah Kita Tanah Surga, Kok Malah Impor? Kisah Dibawah Tapak Pemburu Rente

c4punk1950...Avatar border
TS
c4punk1950...
Katanya Tanah Kita Tanah Surga, Kok Malah Impor? Kisah Dibawah Tapak Pemburu Rente




Kebutuhan pangan di Indonesia sejak dulu selalu saja tidak ada data valid, berapa kebutuhan yang ada di masyarakat. Berapa komoditas produksi lokal, yang jelas mafia pangan semakin menggurita.

Apalagi bagi orang politik kebijakan impor pangan selain mendikte pasar adalah cara untuk mendapatkan uang dengan cepat. Tidak adanya blueprint pada kualitas pangan, menjadikan kualitas dari hasil pangan Indonesia kalah dengan produk hasil impor.





Bagaimana kebijakan pemerintah saat ini? Mau berpihak pada rakyat atau memihak para pemburu rente?

Kita semua tahu kasus impor pangan daging sapi yang dilakukan oknum PKS, fee dipungut dari setiap kg daging yang diimpor total fee bisa mencapai milliaran rupiah. Tentu saja itu digunakan untuk mendanai parpol, bukan tak mungkin kasus-kasus seperti ini masih ada tapi berlindung di balik parpol yang berkuasa. Atau seperti monopoli di kasus Benur, itu juga menjadi permainan para elite politik untuk mendapatkan keuntungan.

Lucunya lagi kebijakan impor ternyata tidak dapat menekan harga di pasar, padahal dalih para pejabat dibidang pangan selalu menyuarakan nyanyian yang sama. Apa benar demand di masyarakat meningkat? Atau hanya akal bulus untuk dapat fulus?

Di petani lokal sendiri harga jual tak ada kenaikan yang signifikan terhadap harga pangan yang melonjak tinggi di pasaran, permainan timbun menimbun barang sepertinya sudah menjadi cerita usang.





Sepertinya Indonesia sudah dibawah tapak para pemburu rente, mungkin kamu masih awam dengan kata ini sedikit akan saya ceritakan dengan singkat kisah si pemburu rente yang semakin makmur di negara yang selalu menghormati para pejabatnya yang korup.

Di tahun 1950 ada keinginan pemerintah membesarkan pengusaha pribumi, dari inisiatif itu lahirlah Program Benteng yang digagaa oleh Sumitro Djojohadikusumo sebagai menteri perdagangan.

Pengusaha lokal ini diberikan lisensi untuk impor agar bisa menjadi pengusaha yang kuat, tangguh serta sukses nantinya dimasa depan, tapi lisensi itu malah diaewakan ke pengusaha tionghoa dan pengusaha lokal tinggal duduk manis dapat cuan.





Otomatis pengalaman pengusaha Tionghoa semakin pintar dalam melakukan impor, walau keuntungan harus dibagi dua. Saat itu ada istilah Ali - Baba, Ali mewakili pengusaha Pribumi sedangkan Baba mewakili pengusaha Tionghoa. Inilah kisah pertama kali pemburu rente di Indonesia.

Sejak saat itu para pemburu rente semakin kuat permainannya dari masa ke masa, munculnya orde baru membuat persekongkolan semakin mekar dan subur. Ketika anak-anak Suharto terjun ke dunia bisnis, para perburuan rente semakin tak terkendali, di setiap bisnis pasti ada perburuan rente.





Di zaman reformasi perburuan rente masih aktif, maka banyak pejabat terkena kasus korup karena hal ini. Sebab sang pemburu rente bisa saja adalah pejabat yang berkuasa dan mengatur kebijakan, atau pengusaha yang memiliki koneksi politik ke para penguasa.

Kekuatan dana dan memiliki pengaruh yang besar mereka ini sangat sulit untuk digoyahkan, siapa yang berani menyerang mereka, maka tak segan mereka juga akan menyerang balik.

Bisa dibilang pemburu rente merupakan pengusaha dengan lisensi khusus, bisa memonopoli, dan juga diberikan fasilitas dari pihak penguasa tujuannya menghambat pelaku lain masuk pasar. Atau bisa saja pejabat yang dengan segala kemudahannya akhirnya memperdagangkan kekuasaan demi memperoleh keuntungan bisnis, dan persaingannya pun tidak sehat.





Kasus Setya Novanto adalah pemburu rente masa kini yang berhasil melakukan negosiasi perpanjangan kontrak karya Freeport Indonesia untuk mendapatkan fee.

Pemburu rente ini yang merusak negara, selalu berlindung dibalik nama rakyat tak segan menjilat para penguasa, berada di balik kekuasaan dan memiliki jaringan yang kuat. Untuk melakukan kebijakan yang membawa nama kemakmuran rakyat padahal untuk kemakmuran diri mereka dan kelompoknya di bawah naungan politik. Mereka selalu berbicara demi negara padahal mereka sebenarnya adalah predator negara.



Bagaimana cara memberikan efek jera pada kaum pemburu rente? Silahkan tanyakan pada rumput yang bergoyang, see u next thread.

emoticon-I Love Indonesia



"Nikmati Membaca Dengan Santuy"
--------------------------------------
Tulisan : c4punk@2020
referensi : klik, klik, klik
Pic : google

emoticon-Rate 5 Staremoticon-Rate 5 Staremoticon-Rate 5 Star


Diubah oleh c4punk1950... 12-01-2021 23:08
jagotorpedo
minhakim20
provocator3301
provocator3301 dan 31 lainnya memberi reputasi
28
5.8K
67
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThread82.1KAnggota
Tampilkan semua post
boeing7695Avatar border
boeing7695
#17
Menurut saya sih, ngga mungkin kita menghilangkan import.

Manusia tambah banyak = kebutuhan pangan dan lahan bertambah.
Jumlah lahan itu tetap, sedangkan lahan itu terbagi menjadi lahan huni dan lahan produksi. Pilih salah satu saja, kalau mau lahan huni semakin banyak (seperti yang terjadi saat ini), lahan produksi berkurang.

Balik lagi, kalau jumlah manusia bertambah otomatis demand (permintaan) meningkat sedangkan supply tetap (dan bahkan menurun). Parahnya kalau sampai terjadi kelangkaan karena demand yang terlalu tinggi dan tidak sebanding dengan supply, harga barang menjadi mahal. Bisa bayangkan kalau bahan pangan pokok harganya naik berkali-kali lipat? Kita harga cabai dan bawang meroket saja sudah teriak-teriak, gimana harga gula, beras, dll?

Di sinilah peran negara untuk mengatur dan menjaga keseimbangan. Itulah salah satu alasan kenapa negara melakukan impor. Kalau pernah mendapatkan pelajaran ekonomi, permintaan dan penawaran, pasti paham. Intinya ya balik lagi buat kita. Ngga cuma itu, impor itu secara tidak langsung menjaga kerjasama diplomatik.

Itu baru sebagian sudut pandang kecil dari negara gan. Belum lagi kalau kita memandang hal yang lebih detail. Contohnya seperti masalah rantai distribusi (tengkulak) yang terlalu panjang, produksi bahan pangan yang menurun, persebaran geografis lahan layak tanam dan huni (ngga semua tempat bisa dijadikan lahan produksi dan lahan huni).

Dari pengalaman saya KKN di Boyolali, petani beras itu untungnya sedikit karena banyak jenis hama, harus rajin dipupuk, perawatannya rewel, dan untungnya tidak seberapa dibandingkan dengan produk pertanian lain. Dan kita makanan pokoknya nasi. Bisa dibayangkan yang terjadi selanjutnya.
ryan_selling
jupiewan
dennyfw
dennyfw dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.