sriwijayapuisisAvatar border
TS
sriwijayapuisis
Prosa Baper

Ilustrasi gambar pixabay.com

Hadirmu

Tak ada sajak serta puisi yang bisa menggambarkan adamu. Kau seperti air di telaga kering, mengayomi jiwa ini. Ketika teras rasaku kering di musim hujan, membasah saat kemarau datang.
Sentuh kasihmu melenakan membuai diri oleh hangat kasih sayang. Seribu kali mencoba gambarkan adamu semua seolah semu, karena kau adalah abstrak tercipta dari sejuta warna yang ada. Indah menyentuh jiwa jua menebar benih luka.

Apa kau tahu duhai sang puja. Bayangmu keindahan yang tak mampu kugambar adanya, dalam sajak keelokan mata hanya bisa mengutara jika kau telah mencuri hariku berujung rindu beku dengan segumpal bara cinta. Pernah mencoba membenci adamu saat resah melanglang buana, kecewa menerobos palung dada biduk rinduku seolah hanya pemanis rasa, tapi pengabaian lautan kasih tenggelamkan aku dalam mimpi, menggenggam matahari, dan ternyata saat mata terbuka hanya ilusi. Tersentak riak kecewa aku gamang dalam hampa kerinduan, mencumbu bayang sebalik awan kelam.

Lalu, kucoba merangkai warna agar tampak indah terpandang, melukis adamu disana tapi semu. Aku kalah tak bisa menghadirkan semburat jingga pada pesona rembulan senja. Ketika pelangi hadir di depan mata, raga mematung dengan pilunya lara. Aku kecewa memahat goresan yang hilang bersama bayangmu. Waktu telah terbuang tak dapat kutemui wajah aslimu karena kau datang dalam banyak rupa. Katakan duhai sang puja, seperti apa pesona yang kau punya, hingga mampu taklukkan aku dalam birunya kasih sayang. Menggetarkan dada dalam sekejap mata kemudian hilang bak disapu sang angin malam.

Kini kukecup rekah tanpa kumbang jati. Menghisap manisnya seorang diri karena kau hanya ilusi dalam mimpi yang terjamah mata ini, begitu dekat, erat, lekat dalam sanubari. Lalu aku menunggu hadirmu dalam tatapan mata pada ruang temu berujung penyelaman lautan kasih asmara sambil bertanya mencemooh kebodohan diri. Dapatkah aku memangku kasih ini sampai batas rasaku tak lagi mempunyai arti dalam hidupmu.

Di sinilah aku sekarang melihat alam yang begitu damai. Meresapi setiap hembusan angin yang menerobos masuk pori-pori. Menguatkan hati di atas perihnya lara ini. Laut begitu tenang. Damai indah terpandang tapi mengapa aku bimbang. Menatap penuh kegelisahan meski sudah menguatkan perasaan. Hati … begitu resah menanti. Menanti dirinya yang tak kunjung pergi tapi tak jua kembali. Di pintu itu aku menunggu hadirmu dengan detak irama racu. Mengharap ada bintang jatuh dalam pelukku. Namun yang kutemui kecewa merangkul harap.

Oh, hati begitu kejamnya kau menanti hingga masa tak kunjung tiba untuk memeluk orang tercinta. Kini rindu seolah sengketa terbentur jarak dan masa hanya layang sworo menjadi saksi nyata kisah asmara kala senja. Ombak tenang bagai jiwa hampa membenam dalam logika, maka biarkan saja gejolak ini membara dalam ketentraman perdamaian rasa.

Duhai sang puja, jenggala membentang di hadapanku jangan kau cumbu dengan resah semu, porandakan belantara hati pada ranting rapuh ini. Aku sudah ikhlas jika cintamu tandas. Kandas tanpa bekas seperti daun talas tak basah terkena air, hanya harap tertanam dalam kalbu semoga kau menjumpai bahagiamu meski bukan denganku.

Matesih, 26-6-2019
Oleh: Sriwijaya
Diubah oleh sriwijayapuisis 16-07-2020 09:28
makola
hymada
erina79purba
erina79purba dan 28 lainnya memberi reputasi
29
6.9K
232
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Heart to Heart
Heart to HeartKASKUS Official
21.6KThread27.1KAnggota
Tampilkan semua post
sriwijayapuisisAvatar border
TS
sriwijayapuisis
#188
Aksara hujan
Hujan Kelam

Kemarilah sayang. Mari kita bermandikan tetesan air ketika senja hadir menjamah adamu. Saling memeluk gunungan rindu yang longsor, menindih asa dengan tanah basah sisa guyurannya.

Bukankah engkau begitu lihai merangkai kalimat kesendirian di kenikmatan secangkir kopi? Mengecup harum daundaun basah selepas tercumbu alam. Aku masih bertaut resah dalam rintik tak sudah-sudah.

Mengenangmu adalah kegetiran, meratap resah dalam senyawa warna di bait-bait cinta. Setelahnya sajakku buta tak tahu arah sekarang menoreh lelah.

Ingatkah? Kau korek jiwaku yang rapuh dalam ketidakberdayaan. Meletakkan mata ini di atas rintik hujan, seolah sedang mengais sisasisa gunungan rindu yang turun, membawa pikiran ke mega mendung dan meresapi tetesan air pada bulan yang sedang purnama kemarin malam.

Masih segar dalam ingatan, yang telah lalu biarlah menjadi sejarah. Bersama ampas kopi yang tertinggal, akan aku kenang pertemuan kita seperti menjalin benang. Sebelum dingin kopi, hilang seluruh angan.

Kau bilang, "Bahkan sang angin datang di cela-cela robekkan daun busuk. Menyemai kembali tunas-tunas basah dalam gerigi alam." Aku Serupa daun talas tersiram air, hanyut tergenang kelamnya temaram. Aku menyesap sepi berkawan kopi dengan jejeran sajak belum jadi. Hanya kenangan kelam menelan duka di bukit-bukit bunga tempat kita merenda kisah. Setelahnya aksaraku patah.
makola
makola memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.