Soal ujian sekolah di Provinsi DKI Jakarta memuat sebuah pertanyaan "Anies vs Mega". Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan menilai soal ujian yang mengaitkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Megawati Soekarnoputri itu hal yang tidak etis, apalagi dilakukan oleh seorang guru.

Ken menjelaskan, guru yang seharusnya menjadi contoh dan teladan malah memasukkan politik praktis dalam materi pengajarannya.

"Jelas ini adalah bentuk politik yang masuk institusi pendidikan, radikalisme masuk pendidikan, jadi sangat memalukan," kata Ken Setiawan, di Jakarta, Kamis (17/12/2020).

Kasus guru terpapar radikal sebenarnya menurut Ken cukup banyak. Di Lampung, menurut Ken, banyak guru yang langsung mengajarkan tentang khilafah dan demokrasi haram. Di masa pandemi, mereka juga mengajak siswa ke rumah guru dengan alasan agar proses belajar tetap berjalan.

Ketika ditelusuri oleh Ken, ternyata guru itu aktif di organisasi HTI. Ada yang satu sekolah di daerah lampung yang terdapat tiga guru dari organisasi HTI, dan uniknya guru itu ASN bukan honorer.

"Bila gurunya saja sudah radikal, maka bagaimana dengan muridnya yang otomatis akan bisa menular ke muridnya," ungkapnya.

Kelompok radikal memang akan melakukan segala cara dan upaya agar pahamnya bisa diterima oleh masyarakat. Salah satu yang efektif adalah lewat pendidikan.

Bahkan Ken menyebut bahwa radikalisme dan intoleransi sudah ditanamkan dari pendidikan usia dini (PAUD), sebagai contoh diplesetkan lagu Tepuk Anak Soleh, Tentang Islam Yess Kafir No yang mengakibatkan banyak anak usia dini tidak mau berkawan dengan teman seusia yang beda agama karena dianggap kafir.

Ken berharap kementerian pendidikan harus tegas, ini virus bila tidak diamputasi maka akan terus menyebar ke lingkungan pendidikan dan kondisi ini sangat membahayakan.

Sumber https://www.beritasatu.com/nasional/...hkan-dari-paud

Komenk: KEREN. PENGKADERAN DARI USIA DINI...







JADI INGET FILM NUSA DAN RARA PRODUK HTI